20. Galen & Jiwa Psikopat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sepuntung rokok menyala di bagian ujungnya. Butiran bara api perlahan berubah menjadi arang halus abu-abu yang dibuang oleh Galen. Sedangkan, Yumna masih meringkuk di bawah kungkungan Galen yang menopang tubuhnya dengan satu tangan. Kaki dan tangan Yumna terbrogol.

"Kamu terlalu sombong, Yum." Kepulan asap rokok dihempas halus menyapu wajah Yumna.

Kemudian, dengan ujung rokok yang masih membara, Galen menyulutnya ke ekor mata Yumna.

"Uh! Perih, Kak!"

Yumna terus meringis, berusaha menyembunyikan wajahnya karena takut Galen semakin liar.

Sejenak, Galen tersenyum miring. Sejak tadi ada rasa ragu untuk menyiksa Yumna. Bagaimanapun, Yumna adalah gadis yang dicintainya. Namun, saat teringat sakit hati yang dirasakan, akhirnya Galen mantap untuk membuat Yumna menjerit di bawah penyiksaannya.

Galen dengan sengaja menaruh puntung rokok itu di kasur. Membiarkannya membakar secara perlahan ranjang busa tempat Yumna terbaring. Tentunya tak ada api yang membara, tetapi bara panas itu cukup membuat robekan pada bedcover kian melebar. Di sela itu, Galen kembali menyulut rokok, bara ujung rokoknya, dia sulutkan pada sebelah tangan Yumna.

"Panas, Kak! Tolong, lepaskan aku!"

Rasanya campur aduk. Darah di kepala masih mengucur, pun luka sundutan di ekor mata membuatnya perih. Ditambah lagi dengan panas di sebelah tangannya yang tak terkira, Yumna menangis deras.

"Kamu tahu, Yum?" Galen bicara dengan sebelah tangan membenahi poni rambut Yumna yang berantakan. "Aku sangat puas kalau melihat seseorang tersiksa di depanku. Aku bahagia melihat orang-orang merintih dan memohon saat menjelang ajal mereka di tanganku."

Yumna memejam dan menggeleng kuat. Dengan tenaga penuh, dia mencoba melepaskan borgol berantai yang mengait pada empat penyangga petiduran. Galen sangat menakutkan sekarang. Dia ingin segera kabur, tetapi sekuat apa pun dia menarik borgol berantai tersebut, dia tetap gagal, pergelangan tangan dan kakinya justru terasa sakit.

"Kamu tahu, kemarin sore, ditemukan tulang belulang di Gunung Gendong? Itu adalah hasil karyaku."

Galen tertawa menyeramkan.

"Akulah yang mencabut seluruh gigi mereka, menguliti kulitnya, lantas aku potong-potong tubuhnya, dan kukubur di Gunung Gendong."

Siapa yang menyangka kalau Galen ternyata sosok psikopat. Segala taktik kejahatannya berjalan mulus tanpa meninggalkan jejak. Semua korban dikabarkan hilang, tanpa pernah ditemukan. Dia memburu mangsanya di setiap momen tertentu; malam tahun baru, malam valentine, serta malam halloween. Menyiksanya di rubanah yang berada di vila pribadinya di kaki Gunung Gendong.

Namun, kebengisannya berhenti karena sebuah perasaan cinta.

Sudah 3 tahun Galen berhenti melakukan hal bengis tersebut, gairahnya akan kekerasan dan darah mendadak hilang karena cinta.

"Aku berhenti melakukan itu semua begitu aku suka kamu, Yum. Tapi kamu justru dengan tega menolakku." Galen beralih membakar sebelah tangan Yumna yang tersisa dengan bara di ujung rokok.

Dengan air mata yang kian menganak liar, Yumna menggigit ujung bibirnya untuk menahan rasa sakit.

"Karena itulah, sekarang aku kembali dan berjanji akan membuatmu menderita seperti korbanku yang lain, walau dengan motif yang berbeda, tak sekejam pada mereka," ujar Galen dengan muka sedih bercampur marah.

Cinta bertepuk sebelah tangan mampu membangkitkan jiwa psikopat Galen yang semula tertidur. Kini, jiwa lain Galen itu sudah kembali menyatu. Bedanya, walau demikian, ada rasa iba menelusupi relung dada Galen. Rupanya, cinta untuk Yumna masih tersisa, dia tak tega orang terkasihnya merasa kesakitan atas penyiksaanya.

"Maukah kamu nerima cintaku, Yum? " Galen mencoba kesempatan terakhirnya. Berharap bahwa Yumna bisa bertindak bijak, menerima cintanya untuk bisa keluar dari kunkungan penyiksaan, beralih dalam pelukannya yang hangat nan menenangkan.

Dengan sisa tenaga, Yumna menatap nelangsa cowok putus asa ini. Yumna berpikir sejenak. Terbesit mengelabuhi Galen dengan menerima cinta cowok gila itu.

Namun, ujungnya Yumna memuaskan diri meludahi wajah Galen dengan roman muka kebencian.

Ego Galen terluka. Kedua matanya menajam. Sebelah tangannya terulur ke atas nakas. Meraih pisau lipat.

***

Di sisi lain, Ken terhenti di depan pagar Hotel Nocturne. Matanya yang berbentuk seperti berlian menangkap kedatangan Ren yang sedang mengantar pesanan Salad Darah untuk menu pesta Halloween di hotel.

Ken mendekat, mengeong panjang. Suara mengeong Ken pun semakin nyaring demi bisa menarik atensi Ren yang sibuk melepas pengait pada kotak besar di atas motor. Dia terburu, pesanan yang dia bawa sudah sedikit terlambat

"Ken?" Ren menoleh ke arah Ken yang cerewet itu.

"Hei, Ken. Kamu sendirian? Di mana Yumna? Jangan bilang kamu kabur."

Ken terus mengeong ke arah Ren yang masih diam di tempatnya, berjongkok menjembel kedua pipi tembam Ken.

"Kamu pasti kabur, kan? Ya Tuhan, dasar kucing nakal!" decak Ren kala menelisik sekitar, tak menemukan batang hidung Yumna. Untuk kali kedua, gemas atas atas polah Ken, menjembel pipi kucing itu dengan lebih keras.

Menyoroti Ren yang justu tak peka, Ken kembali mengeong. Dia tak akan melepaskan Ren begitu saja dengan sibuk membawa kotak besar berisi Salad Darah.

Ken menyusul sebelah kaki Ren begitu cowok jangkung itu beralih atensi ke arah kotak besar di motor bututnya.

"Jangan harap aku hendak mau bersekongkol denganmu, membawamu kabur denganku. Aku akan mengantarkanmu kembali ke lokasi sembari membawa kotak ini."

Ken yang dipacu oleh waktu, mengeong sekeras mungkin. Mata Ken bersinar terang. Bulu-bulu halusnya berdiri tegak. Detik itu pula, keadaan magis terjadi, Ren mendapatkan sinyal, telepati dari Ken.

Perasaan Ren mendadak kalut, gelisah berlebihan. Ren mendengar Si Kucing Oren itu bicara padanya, bahwa Yumna sedang dalam bahaya. Seketika, kotak besar Salad Darah yang baru berhasil Ren angkat pun terjatuh.

"Bergegas, Ken! Kita harus selamatkan Yumna segera!" Ren langsung berlari bersama Ken.

Langkah mereka panjang-panjang, Ken selalu menuntun Ren selangkah di depan. Tak hanya hentakan kaki yang begitu jelas terdengar, jantung Ren tak kalah nyaring cemas.

Tak berselang lama, mereka berhenti di depan sebuah pintu kamar hotel dengan tiga nomor seri sejajar yang menjadi titik tumpu Ken menemukan radar keberadaan Yumna.

Ren mencoba membobol pintu kamar dengan seluruh tenaganya, tetapi tetap gagal. Satu-satunya cara adalah dengan menemukan emergency key yang bisa membuka pintu yang di-double lock itu.

Tanpa mengulur waktu, Ren mencari cara mendapatkan emergency key. Berlari menyusuri lorong-lorong hotel, diekori Ken. Hingga, ekor matanya menyorot housekeeper yang mendorong troli penuh peralatan pembersih keluar dari salah satu kamar hotel.

Segera, Ren mencuri emergency key yang berada di saku housekeeper wanita muda itu. Berlari secepat mungkin.

"Hei!" Housekeeper berseragam hitam memekik. 

"Kembalikan kuncinya! Tolong, ada pencuri!" teriak housekeeper, mencari bantuan. Hendak lari mengejar Ren, tetapi Ken gesit melompat, mengigit tangan housekeeper.

Langkah kaki bersepatu putih Ren kian mengikis jarak dengan kamar hotel Yumna. Pikirannya semrawutan, berharap-harap cemas. Semoga dirinya tak terlambat menyelamatkan Yumna.

Dan ... begitu Ren berhasil membuka kamar yang Galen tempati untuk menyekap Yumna, seiring suara teriakan housekeeper beserta petugas keamanan yang berlari ke arahnya, serta hentakan henti Ken yang berhasil menyusulnya, Ren berhenti bernapas. Mata sipitnya menangkap pisau lipat di tangan Galen yang meneteskan darah segar beserta suara jeritan Yumna.

__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro