Just You and Me Together

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Study tour. Kebanyakan anak akan antusias ketika mendengarnya. Mereka akan merencanakan banyak hal yang ingin dilakukan selama perjalanan bersama teman-teman. Saking antusiasnya sampai tak bisa tidur dan berharap pagi cepat datang. Hal itu juga berlaku padaku, siswa kelas delapan SMP. Di study tour kali ini kami mendapat tiga jam bebas jalan-jalan di mall di kota tujuan kami. Itu kesempatan yang bagus sekali bagi kami untuk jalan berduaan. Mau makan bareng, main di tempat permainan, lalu ke photobox. Semuanya sudah direncanakan dengan baik.

Namun, rencana menyembunyikan ponsel kami gagal total. Ponsel kami disita guru. Padahal aku hendak mengirim pesan untuk ketemuan di depan toko oleh-oleh saja nanti, baru ke mall.

"Mau?" Aku menyodorkan sebungkus kacang atom pedas pada teman sebelahku.

"Mau!" sambarnya cepat.

Aku gelisah sepanjang perjalanan. Tidak akan ada waktu bagi kami untuk curi-curi kesempatan berbincang di dua destinasi pertama. Kami pasti sibuk dengan teman masing-masing.

Aku pun menyobek secarik kertas dari buku tulisku, lalu menuliskan pesanku. Meski aku tetap akan mencuri kesempatan buat memberikan kertas ini, tapi rasanya akan lebih mudah ketimbang menariknya untuk bicara.

"Azka, ngapain?" Nanda yang masih mencamili kacangku kebingungan melihatku sibuk dengan secarik kertas.

"Hm," responsku hanya itu.

Ia pun dengan cepat menyergap tangan kiriku yang menutupi isi tulisanku.

"Aduh! Jangan! Anjir!" Dengan sekuat tenaga aku menghalanginya.

Ia akhirnya kembali duduk. "Buat dia?"

Jantungku seakan berhenti sejenak, lalu bertanya pelan, "Siapa?"

Nanda berbisik, "Kania."

Mataku pun melebar.

"Kenapa?"

"Asal tebak."

Ah, anak ini pasti pernah mengintip layar ponselku.

"Sini, biar aku aja." Dengan cepat ia merampas lipatan kertas di genggamanku.

"Nggak usah!"

"Balikin gak!" Aku menarik bajunya.

Aku hendak memukulinya, tapi baru ingat kalau ibunya sedang ikut perjalanan kami dan duduk tak jauh dari sini. Maka dari itu aku melepaskannya.

Dengan bekal sebungkus kacangku ia berkeliling ke seluruh orang di bis sambil menawarkan, "Mau kacang gak?"

Selama itu aku hanya bisa menghempaskan wajahku ke sandaran kursi depan. Lalu aku mendengar suara anak-anak perempuan yang heboh menyebut namaku. Ah, Nanda sialan!

***

Dua menit setelahnya gadis itu datang di depan toko oleh-oleh tempatku berdiri dengan napas tersenggal-senggal. Senyumku otomatis mengembang kala melihat sosoknya yang terbalut gaun warna biru selutut, riasan wajah tipis-tipis, serta rambut yang digerai.

"Eh, kok sama-sama biru sih?" Aku pun menunduk, menyadari bahwa aku mengenakan baju polo garis-garis putih-biru.

"Eh, iya. Kok bisa yah?" Aku mengusap rambutku.

"Udah rapih, jangan diacak-acak." Ia menahan gerakan tanganku. Tatapan mata bulatnya serta senyuman lebar dari bibir mungilnya yang kini dipoleskan gincu warna merah muda ikut memantik senyumanku. Setelah itu kami tertawa kecil.

"Ayo, jalan." Ia meraih jemariku. Kami berjalan melewati deretan toko oleh-oleh. Banyak siswa-siswi sekolah kami yang berlalu-lalang. Namun, kami sudah terlalu abai untuk waswas digosipkan berpacaran. Kami memang jarang berkencan, tetapi ketika kami sudah merencanakan hal itu, dunia rasanya hanya milik berdua sehingga kami tak sempat memikirkan kehadiran orang lain.

Sesampainya di mal kami melakukan hal-hal yang sudah kami rencanakan sejak jauh hari. Mulai dari photobox, main di Timezone, mampir ke toko barang-barang lucu yang terus ia bicarakan, hingga agenda terakhir untuk makan bersama.

Aku masih sibuk menatap foto kami dan sesekali tertawa melihat ekspresi tak siap kami. Namun, bagaimanapun, dia tetap terlihat cantik. Akhirnya kami bisa foto berdua!

"Azka, maaf ya," lirihnya tiba-tiba.

Aku mengernyit. "Maaf kenapa?"

"Aku udah bilang sama temen-temen."

"Kita emang mau bilang sekarang 'kan?"

"Kan niatnya post foto kita dulu, terus biar semua orang tau dari situ." Ia terus menunduk sambil mengaduk-aduk milkshake-nya selama berbicara.

"Nggak apa-apa, Nanda juga udah tau kok."

"Mau minta maaf lagi ...." Ekspresi memelasnya masih belum berubah.

Aku pun mendekatkan wajahku sambil meraih tangannya yang ada di meja. "Kenapa, Kania?"

"Itu tadi kacang kamu ya?"

Dengan sedikit tersentak, aku menjawab, "Iya." Aku bingung arah pembicaraan ini.

"Maaf ya, aku yang abisin. Yang lain nggak kebagian."

Astaga!

Aku mendengkus, lalu tertawa geli.

"Azka, aku serius minta maaf."

"Nggak apa-apa, kamu mau lagi?" tawarku pada gadis di depanku ini.

Ia langsung mendongak. Wajahnya berubah cerah. "Kamu bawa lagi?"

"Nggak lah, beli."

"Ih, kalo gitu aku aja yang beliin!"

"Ih, ngapain?"

"Gantiin yang tadi lah!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro