(29)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aci langsung menoleh ke belakang ketika mendengar seruan dari Flo barusan. Ternyata, Tuan Dabula belum mati. Singa licik itu hanya berpura-pura mati dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang Aci.

Ia langsung mengunci gerakan Aci dan menyentuhkan ujung tajam pisaunya ke leher Aci. "Jangan ada yang berani menyerangku atau dia akan mati!" ancam Tuan Dabula. Aci merasa semua bulu kuduk di badannya berdiri saat pedang itu menempel di lehernya. Tergesek sedikit saja maka nyawa Aci akan langsung terbang ke surga.

Bibi dan Flo tidak bisa berbuat apa-apa. Meminta bantuan pada Yori akan sia-sia saja karena ia tidak akan terbangun sampai dua belas jam ke depan. Tuan Dabula makin menekan pedangnya di leher Aci. Flo berteriak untuk menyuruh Tuan Dabula berhenti namun tidak digubris oleh singa tua tanpa surai itu sama sekali. "Jadi, kau masih tidak ingin memberikan liontin itu, hah?!"

"Tidak akan!"

Tuan Dabula merasa kesal lalu makin mendorong pedangnya. "Aku tidak mau berlama-lama lagi. Berikan liontin itu atau aku tidak akan segan-segan membunuhmu."

"Lebih baik aku mati daripada memberikan liontin itu kepadamu!"

Tuan Dabula semakin marah. Ia mulai menggesek-gesekkan pedangnya untuk menggorok leher anjing Shiba Inu itu. Aci menutup matanya pasrah begitu juga dengan Bibi.

Hampir saja pedang itu bisa melukai Aci sebelum sebuah suara teriakan mengagetkan Tuan Dabula. "Mati kau, keparaaaaaat!"

Flo berlari ke arah Tuan Dabula dan singa itu tampak lengah. Ia melepaskan Aci dari kekangannya lalu kewaspadaannya berkurang drastis. Flo menerjang ke arah Tuan Dabula yang lengah lalu menjatuhkan dirinya ke bawah jurang bersama dengan Tuan Dabula.

Aci terkejut karena tidak menyangka kalau Flo akan melakukan aksi senekat itu. Ia langsung berlari dan melihat ke bawah jurang. Dengan putus asa, ia menyodorkan kedua tangannya ke arah Flo yang sudah berada di udara namun tidak sampai. Jarak mereka sudah terlalu jauh untuk bisa saling menggapai.

Waktu berubah menjadi lambat bagi Aci dan Flo. Air mata mulai menetes dari netranya. Dalam sepersekian detik, Flo mulai tersenyum sangat tulus kepada Aci. Senyuman yang menjadi senyuman perpisahan mereka. Senyuman yang akan Aci lihat untuk terakhir kalinya. "Arrgghh!!" Aci berteriak sambil tetap berusaha untuk menggapai Flo. Nihil, usahanya tadi sia-sia saja. Tak lama, sebelum Flo terjatuh dan menghantam batu di bawah jurang tersebut, anjing betina itu berteriak, "Aci, aku mencintaimu!"

Flo merasa lega karena akhirnya berhasil mengatakan hal itu kepada Aci, sang pujaan hatinya. Dari kecil, ia sudah ingin mengutarakan hal itu kepada Aci namun keberaniannya masih kecil sekali. Perlahan, sebelum menghantam batu yang akan membunuhnya, Flo mulai melihat kenangan-kenangan indah antara dirinya dan Aci. Ia yang bermain masak-masakan dengan Aci saat masih kecil, ia yang malu-malu saat mengetahui bahwa Aci bekerja sebagai penambang tulang di tempat yang sama dengannya, kejadian saat ia datang ke rumah Aci untuk mengingatkannya tentang Tuan Dabula, dan kejadian-kejadian lainnya bersama Aci.

Ia juga langsung mengingat kembali semua kenangan saat ia dan Aci berada di gua yang dipenuhi oleh glow worm, saat ia bertemu Yori untuk yang pertama kalinya, kejadian-kejadian menyenangkan bersama Bibi, dan Kraken yang malu-malu saat ia puji. Semua memori itu terputar begitu saja di otaknya. Ia kemudian tersenyum lagi untuk yang terakhir kalinya sambil berbisik, "terima kasih."

Dua detik kemudian, tubuhnya menghantam sebuah batu besar dan ia tewas seketika. Aci terdiam. Matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Bibi langsung terduduk lalu menangis sejadinya.

Suara tangisan yang begitu memilukan terdengar. Aci, anjing Shiba Inu yang tidak pernah menangis seumur hidupnya itu untuk yang pertama kalinya menangis saat ini. Rasa sedihnya tidak bisa dibendung lagi. Ia menunduk lalu mulai menangis kencang. Masa bodoh dengan perkataan hewan lain jika melihatnya. Namun, kali ini ia benar-benar merasa kehilangan. Flo, anjing ras Puddle yang menjadi temannya sejak kecil harus mati hari ini. Sebelum ia sempat mengungkapkan rasa cintanya kepada Flo, anjing itu sudah meninggalkannya terlebih dahulu.

Bibi juga merasa kehilangan yang amat sangat. Walaupun baru kenal beberapa hari, namun Flo adalah hewan yang berarti baginya. Anjing itu selalu menghiburnya saat dirinya merasa sedih. Anjing itu selalu menguatkannya ketika ia merasa lemah dan tak berdaya. Kenangan-kenangan bersama Flo mulai terputar di otaknya. Tangisan mereka sangat kencang hingga mampu membelah gelapnya langit malam.

Tiba-tiba, hujan meteor terjadi saat mereka masih menangisi kepergian Flo. Liontin yang Aci simpan di dalam kantungnya kembali bercahaya walaupun tak ada yang menyentuhnya. Sebuah bintang jatuh turun lalu seorang wanita berpakaian seperti dewi terbang ke arah Aci yang menangis putus asa.

"Aci, apa yang ingin kau minta sekarang?" tanya dewi tersebut langsung. Aci kebingungan lalu menyeka air matanya. Dengan suara yang bergetar karena masih dirundung duka, Aci bertanya, "siapa kau?"

"Aku adalah dewi yang akan mengabulkan permintaanmu. Sebenarnya, dari dulu liontin itu sudah menimbulkan banyak masalah bagi manusia. Sejak dulu, manusia menjalin kerja sama dengan makhluk-makhluk fantasi dan salah seorang ilmuwan membuat penemuan ini. Liontin ini bisa memanggilku dan karenanya, hal ini membuat banyak pertikaian di dunia manusia. Mereka saling menbunuh hanya untuk mendapatkan liontin ini. Ilmuwan yang membuat liontin ini akhirnya membuat sebuah formula yang bisa membunuh semua manusia di dunia ini. Dan lagi, liontin ini adalah yang terakhir."

Aci merasa bingung dan tidak bisa mencerna dengan baik perkataan dewi itu. Emosinya masih belum stabil saat ini karena kematian Flo yang terjadi secara tiba-tiba sekali barusan. "Ba-bagaimana bisa aku memiliki liontin ini?"

"Kakekmu adalah peliharaan dari ilmuwan itu. Setelah ilmuwan itu mati, kakekmu yang telah bertransformasi mengambil liontin itu dan menyimpannya. Akhirnya, liontin itu diwariskan kepadamu, Aci."

Aci berhasil menenangkan diri dan pikirannya. Ia akhirnya mengerti dengan apa yang diucapkan oleh dewi itu. "Jadi, Aci. Apa yang ingin kau minta?"

"Apa saja?"

"Ya, apa saja. Tapi, hanya satu permintaan yang akan aku kabulkan."

"Termasuk menghidupkan seseorang yang telah mati?"

Dewi itu mengangguk lalu berkata, "tentu saja."

Aci terbelalak mendengar jawaban dewi itu. Ia menimang-nimang apa yang akan ia pinta kepada dewi itu. Pilihan kali ini sangat sulit. Aci terlihat berpikir dengan serius dan setelah lama berpikir, akhirnya ia sudah memutuskan perihal apa yang akan ia pinta.

"Baiklah, aku sudah memutuskan tentang hal apa yang akan aku minta kepadamu," ucap Aci sambil berdiri dan menyeka air matanya yang tersisa menggunakan lengannya. "Aku meminta--"

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro