epilogue

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng






— KYOTO, 2020.

sejujurnya, lee minho merasa cukup skeptis dengan apa yang mungkin terjadi. apakah han jisung benar-benar akan menepati janjinya, menemui lelaki yang lebih tua dua tahun darinya itu, atau justru terlanjur bahagia dengan kehidupannya yang sekarang dan melupakan janji yang telah mereka berdua sepakati bersama.

tetapi, ia tetap datang. minho bukanlah orang yang suka mengingkari janjinya sendiri.

dan dibawah lampu-lampu kuil fushimi inari-taisha, selepas matahari terbenam dan tepat 233 meter di atas permukaan laut — minho menunggu.

ditemani alunan lagu yang terputar pada ponselnya, lost in japan dari shawn mendes, minho berdiri pada salah satu anak tangga di depan kuil, menatap indah skyline kyoto dari kejauhan.

hatinya terasa hangat.

awalnya, minho pikir jepang akan menjadi destinasi wisata yang paling ia benci setelah segala kenangan buruk yang chris tinggalkan untuknya.

tetapi pada kenyataannya, di negara ini pula, minho menemukan kebahagiaan baru yang ia sangka tidak akan pernah ia raih kedua kali.













terhitung tiga puluh menit sejak ia sampai, namun jisung belum juga terlihat batang hidungnya.

apakah minho sedang dicampakkan?

"harusnya gue nggak berekspektasi lebih," kekehnya sarkastik, sebelum menendang kerikil yang berada di hadapannya. "naif banget gue, bela-belain pergi ke jepang cuma buat orang yang bahkan nggak sengaja gue kenal. dikira kisah cinta gue kayak drama korea, kali ya?"

mengambil ponselnya di dalam saku, minho mencari nomor telfon felix dan memencet tombol panggilan; meminta diuruskan tiket baru secepat mungkin.

persetan dengan semuanya.

"halo, kak minho—"

baru saja ingin menjawab, mata minho tidak sengaja menangkap figur seorang dewasa awal yang terlihat familiar, berlari sekencang mungkin menuju tempat ia berada.

"maaf, lix. nggak jadi."

"—heh, gila!"

sambungan tersebut ia matikan.

karena pada saat ini, detik ini, ada sosok yang lebih penting dari siapapun. "han jisung, lo benar-benar datang."











"kalau menurut lo gue nggak datang, ngapain amat gue nanjak gunung sambil lari-lari kayak orang lagi kesetanan?" gerutu jisung sambil memegang perut kelelahan, membuat minho tertawa geli.

astaga, ia rindu.

"maaf telat. pesawat gue delay, baru banget nyampe jepang," lanjut jisung setelah nafasnya teratur. "gue nggak bikin lo nunggu lama, kan?"

minho menggeleng cepat. "kalau orangnya lo, sih . . sampai kapanpun bakalan gue tunggu."

"cih, gombal."

"tapi, kalau soal perasaan . . ." minho mendekatkan tubuhnya kepada yang lebih muda, membuat jisung membulatkan kedua matanya sempurna. "apa masih sama?"

pipi jisung merona delima. "dari dulu nggak pernah berubah."

"kalau gitu, gue bahagia dengarnya."

"kenapa, emangnya lo mau nembak gue?" tantang jisung jahil, membuat dirinya sendiri kelabakan dan minho semakin tertawa kencang.

"iya, kenapa?" minho mengunci pergerakan jisung dengan menempelkan kedua tangannya pada tiang yang mengapit lelaki itu, sebelum menggeleng dan berjalan mundur. "nggak, lah! kayak anak sma baru puber aja."











"instead of that, gue mau mengatakan apa yang gue belum sadari dan belum sempat katakan waktu kita keliling jepang satu tahun lalu."

jisung terdiam.

"gue sayang sama lo. gue menghargai eksistensi lo, dan gue mau terus sama-sama lo. lo membuat gue nyaman, lo memberikan banyak warna dalam palet gue yang serba hitam putih dan abu-abu. lo berhasil membantu gue menemukan diri gue sendiri — dan untuk itu, gue sangat bersyukur . . ."

minho mengambil sebuah kotak yang ia simpan di saku jaketnya, kemudian mengeluarkan gelang rose gold beraksen matahari dan bulan di setiap sisinya sebelum berkata,

"han jisung," tatap minho penuh arti. "this has been my 'truth'. apapun label yang menentukan kita, jadi matahari dari bulan gue, mau?"

rasanya, ia ingin menangis.

mengangguk pelan, jisung menjawab, "gue akan jadi manusia paling bodoh di muka bumi ini kalau nolak lo. so yes, absolutely yes. in every lifetime, yes."

keduanya tersenyum lebar. mengikis jarak di antara mereka, minho segera mencondongkan tubuhnya untuk mencumbu seseorang yang telah membuatnya begitu bahagia,

bersyukur karena semesta telah meleburkan segala takdir dan kebetulan mereka.











"gue sayang banget sama lo, han jisung . . . banget, banget — nggak bohong deh, serius!"

"iya, lee minho baweeel!"

dan ini, adalah truth yang sesungguhnya.






FIN.










author's note:
sedih banget udah waktunya berpisah sama
buku ini... terima kasih untuk semua pembaca
yang setia nunggu lost in japan. aku pribadi
minta maaf atas segala salah-salah kata, semoga
bisa dipahami & please! drop your comment
tentang buku ini — baik buruknya, kesan pesan,
apapun itu. that would mean a lot 💜 until my
next work, thank you & see you soon!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro