{ 01 } Mascot

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bunga yang mekar di waktu malam, berbaur dengan bau air langit yang menyengat. Memang terlihat indah, tetapi hampir tidak ada yang mau memberinya perhatian."
- Lost in the Sea

🚢

Atrium megah yang memiliki warna dominan putih mengkilap dengan logam emas yang melapisi beberapa sisinya terlihat begitu senggang kala ini. Lampu gantung yang menjadi jantung ruangan besar tersebut mampu terlihat dari semua lantai. Meski begitu, tak seorang pun yang kerap memandang langit-langit tempat kristal bening itu mengambang.

Bukan. Lebih tepatnya, hingga saat ini belum ada orang yang membuka matanya untuk dapat melihat betapa indahnya desain interior dari atrium yang ada di dalam kapal pesiar itu.

Dua anak tangga untuk mencapai satu per satu tingkat, berdiri kokoh di sisi kanan dan kiri atrium. Desain kedua tangga yang melingkar dan simetris, serta dilapisi dengan warna kuning keemasan pada bagian konstruksi dan sandaran, menambah kesan elegan pada ruangan berkelas.

Tepat di belakang konstruksi kedua tangga, terdapat sebuah piano tak bertuan. Beberapa kursi kulit yang dilapisi dengan kain hitam pun terlihat sama sekali belum tersentuh. Semuanya begitu bersih dan tertata rapi. Seolah menyiratkan jika tempat ini benar-benar tak berpenghuni.

Tiba-tiba di dalam tempat indah yang bermandikan gemerlap cahaya lampu, terdengar sebuah suara ketukan ganjil. Derap langkah yang menggema dengan berat, memiliki titik getaran yang berasal dari lantai tertinggi geladak antara.

Bunyi dari jejak ganjil tidak hanya sampai di situ. Bukannya sirna, tetapi malah bertambah. Mulanya hanya terdengar satu suara dari sepasang langkah kaki. Akan tetapi, saat ini menjadi dua, kemudian tiga, empat, lima, hingga jumlah yang kurang dapat diprediksi dengan tepat.

Suara yang semula berasal dari lantai paling atas, kini beralih menapaki anak tangga. Kemudian terus menuruni satu demi satu tingkat yang ada di geladak tersebut. Hingga mencapai bagian paling dasar, sekaligus area atrium paling luas yang ada di kapal itu.

Beberapa orang muncul di atas anak tangga, mengenakan penutup kepala yang berbentuk menyerupai sirah binatang. Mereka berjalan tanpa suara, hingga berada di tengah-tengah kekosongan yang mencekam.

Tidak diketahui siapa mereka, dari mana asalnya, ataupun alasan bagaimana mereka dapat berdiri di tempat ini. Hanya ada satu hal yang dapat tersimpulkan di dalam benak ketika menatap mereka semua dalam sekali pandangan.

Yakni, kesimpulan bahwa mereka semua terlihat mengerikan.

🚢

Alunan melodi berhembus runyam, terbentuk dari tuts-tuts yang ditekan oleh sosok aneh tak dikenal. Bunyi denting yang seharusnya terdengar indah dan menenangkan, saat ini malah lebih memberikan kesan yang menyeramkan.

Sosok aneh yang mengenakan maskot kelinci putih bersimbah darah, tengah terduduk tenang di hadapan sang instrumen musik. Jemarinya yang dibalut dengan kain berbulu tebal, menari dengan lincah di atas tuts dari papan piano.

Ritme permainannya mulai melambat. Suara denting yang dihasilkan menjadi sedikit pudar. Sebelum akhirnya, sosok aneh itu benar-benar menghentikan tarian jemarinya di atas tuts tangga nada terakhir.

Ia menyelesaikan permainan musiknya dengan baik, serta memberikan kesan yang mendalam bagi siapa pun yang mendengarkan alunan melodinya.

Akan tetapi, suasana seketika menjadi hening. Tidak ada seorang pun yang bertepuk tangan atas pertunjukannya. Tidak ada pula yang memberikan suatu apresiasi dari apa yang baru saja dilakukannya.

Semua tetap bergeming di tempat duduknya masing-masing. Diam, hanya gerak dari otot jantung merekalah yang menimbulkan adanya pergerakan samar. Senyap tengah mendekap kawasan itu dengan erat. Seolah tidak mengijinkan siapa pun membuka mulut untuk bersuara.

Sosok bermaskot kelinci itu menatap langit-langit. Tidak ada yang tahu ekspresi seperti apa yang sedang ditunjukkan oleh parasnya. Kain berbulu itu telah membalut tubuhnya dengan sempurna.

"Ini adalah lagu yang dibawakan oleh adikku sebelum dia pergi meregang nyawa." Suatu getaran yang diperantarai udara membentuk sebuah bunyi, pusat suara tersebut berasal dari balik topeng kelinci putih yang bersimbah darah.

"Selama hidupnya, dia selalu tak mendapatkan pengakuan dari orang lain. Terkucilkan dari dunia yang tak adil ini. Dia berdiam di dalam bilik, berjuang melawan penyakit yang kian menggerogoti tubuhnya. Tidak ada yang mau peduli pada apa yang dideritanya."

Sosok itu mulai melepas sarung tangan berbulu yang semula menutupi jari-jarinya. "Keluarga kecil kami tidak memiliki biaya yang cukup untuk dapat membawanya berobat. Kami hanya mampu memberinya air rebusan yang hangat, serta beberapa tumbuhan rambat yang tumbuh di sekitar pekarangan."

Apakah sosok itu sedang berbicara pada penontonnya? Ataukah subjek yang ada di dalam maskot itu sudah gila hingga terus berbicara sendiri? Entahlah, tidak ada yang tahu.

"Tidak ada orang lain yang peduli padanya. Tidak terkecuali Tuan Tanah, yang mana seharusnya dia lebih memperhatikan keadaan rakyatnya. Kami sendiri tidak mampu berbuat banyak."

Sosok itu bergerak untuk turun dari tempat duduknya, kemudian mulai melepaskan kostum kelinci yang semula membalut tubuhnya. Kini, ia hanya menyisakan topeng putih yang bersimbah darah di iras mukanya. "Di malam yang senyap, dia duduk di depan piano cacat dengan segala keterbatasannya. Kemudian, dia mulai mengalunkan melodi yang begitu menyayat hati."

"Akan tetapi, melodi itu justru terdengar bagai siulan kedamaian di telinga kami. Dia bagaikan sekuntum bunga yang mekar di waktu malam, berbaur dengan bau air langit yang menyengat. Memang terlihat indah, tetapi tidak ada yang mau memberinya perhatian."

Terakhir, sosok itu mengangkat kedua tangannya, menyentuh topeng kelinci yang dipenuhi oleh bercak merah. Kemudian melepaskan topeng putih berbulu tersebut, memperlihatkan kulit pucat yang melapisi seluruh parasnya.

Ia menjatuhkan kostum anehnya itu ke atas lantai. Kemudian mulai berjalan ke arah pusat area yang cukup terbuka. Ia berpijak tegap di antara kedua belah pilar yang menjulang tinggi ke atas, berdiri kokoh menopang langit-langit agar tetap pada pondasinya.

Tatapannya menyapu bersih ke arah seluruh orang yang menonton acaranya. Akan tetapi, di sisi lain, pandangannya itu menyorotkan rasa mengiba yang begitu besar.

"Dia membutuhkan perhatian. Apakah tidak ada seorang pun di antara kalian yang mau memperhatikannya?"

🚢

|| 911 kata ||

Dipublikasikan pada :
28 Agustus 2021
© Daiyasashi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro