Make a Deal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika tak bisa diselesaikan baik-baik, masih ada dua tangan untuk saling membelai punggung dengan pisau. Bukan begitu?
- Louisa

.
.
.

Kami akan menunggu, jadi pulanglah dengan selamat ....

Keadaan masih sejuk, matahari belum tampak saat waktu masih dini hari. Total ada empat manusia yang berjongkok di sekitar bangunan tiga lantai yang tampak sepi, tujuh boneka yang bersiap dengan senjata masing-masing. Detektif Jason memasangkan radio komunikasi kecil di telinga Louisa, semua orang yang bertaruh pada dadu tak pasti hari ini mengenakan benda itu. Fire mengecek dua tiga kali pistol, belati, dan senapan runduk salah satu yang paling penting dalam penyerangan jarak jauh. Water yang berada di mobil van yang terbuka pintu belakangnya, mengawasi dari balik layar dan angkasa lewat drone-drone berbentuk burung. Rompi anti peluru terpasang kuat di badan. Louisa kini tak terlalu khawatir tangan kembali terluka, sarung tangan kulit cukup tebal kini melindungi dari panasnya benda-benda dari perak.

Sempat kebingungan lantaran entah darimana Detektif Jason mendapatkan semua peralatan yang bagus itu. Jawaban yang diberikan malah makin membuat Louisa memutar otak. Katanya, keluarga Detektif Jason mewariskan setiap anak-anak mereka sebuah senjata dari perak---senjata yang diberikan mengikuti perkembangan zaman---dulu-dulu sekali saat leluhurnya masih hidup, mereka adalah salah satu yang berhasil kabur dari kota kecil yang kacau oleh segelintir orang yang bertingkah macam hewan buas. Tidak jelas karena apa, pria itu menyampaikan inti bahwa keluarganya selamat dari pembantaian yang dilakukan makhluk haus darah. Louisa tidak berniat bertanya lagi karena ekspresi Detektif berubah begitu membahasnya. Barangkali ia tak nyaman dan Louisa tak punya hak untuk mengorek lebih dalam lagi.

"Seperti rencana kemarin. Aku dan Fire akan mengambil bagian sisi, Louisa akan menunggu sampai target berhasil dilumpuhkan, setelah itu terserah kau ingin melakukan apa pada musuh utama yang mustahil kami taklukan." Detektif Jason meletakkan jari pada tanah, menggambarkan persegi dan menaruh satu batu di sisi kanan lalu kiri, dan setumpuk kerikil di tengah luar gambar. Ia lalu mengangkat jari membentuk tanda peace. "Ada dua jenis. Target yang mengenakan tudung dan berpakaian seperti pelayan, bisa dilumpuhkan dengan peluru perak, sementara mereka yang berganti wujud hanya mengalami kelumpuhan sebelum beregenerasi.

Louisa yang akan menyelesaikan dengan satu serangan efektif untuk menghemat tenaga sebelum melawan bos. Water akan mengawasi kita lewat udara, saling berkomunikasi lewat radio memastikan tidak ada yang mati atau sekarat. Terakhir yang paling penting, kalian berdua---Fire dan Water sudah siap menghadapi risiko dipecat? Kita melakukan hal yang berada di luar perintah kepolisian, tanpa surat perintah. Tentu ancaman nyawa melayang menjadi salah satunya."

"Kau bertanya kepadaku?" Fire menyelipkan belati di paha, seringainya melebar seiring pacuan aliran darah yang menyenangkan. "Aku siap untuk memanen!"

"Aku akan mengikuti ke mana pun kalian pergi, tidak ada alasan apa pun," jawab Water santai menyeruput kopi hangat dengan headphone di kepala. Meski ia hanya bisa menggunakan satu tangan lantaran cidera.

"Water bagaimana?" Pria besar yang mengenakan pelindung kepala dan masker bertanya. Detektif Jason sudah mengangkat senapan dengan peredam suara.

"Bagus, jelas terdengar." Ia mengacung-ngacungkan jempol.

"Baik." Sekarang giliran mengecek pasukan boneka. Louisa memodifikasi beberapa bagian tubuh mereka agar memudahkan dalam hal mobilitas.

Deux dengan dua belati di tangan dan sebuah pisau panjang di punggung. Si kembar membawa peralatan kecil yang berguna untuk perlawanan cepat, Mia membawa-bawa tongkat sebagai pendukung di udara jika ada sesuatu yang berbahaya ia bisa segera memukulnya jauh-jauh. Joseph sama halnya dengan Deux, sepasang yang berdiri sebagai ujung tombak. Lalu Ludwig bertugas sebagai pembawa tameng dan tombak, melindungi bagian belakang. Terakhir si bulat Sno yang menggendong ransel berisi persediaan cokelat dan makanan untuk menjaga agar energi Louisa stabil.

"Semua siap. Louisa kau akan menyerang setelah target sulit setelah aba-aba, kami akan mengurus sisa serangganya. Ingat! Jangan mati!"

Kepalan tangan Detektif Jason bergerak turun naik dan berlari tanpa suara ke tujuan, diikuti Fire bergegas menuju jalur miliknya yang sudah ditentukan. Water mengendalikan kamera pengintai sebagai mata di langit, dan memberi informasi lewat radio di masing-masing telinga. Tinggal Louisa yang mengendap-endap ke depan gerbang besar yang mengelilingi bangunan Margaret. Menunggu sembari menjejalkan beberapa keping benda cokelat manis ke mulut yang diberikan secara berkala oleh Sno.

Kontur tanah yang rendah ke tengah, memudahkan para penembak yang mengambil tempat di tanah yang lebih tinggi dari kejauhan.

Siulan dari tempat Detektif Jason menjadi pembuka letupan senjata yang memuntahkan timah panas, menuju kepala-kepala yang tengah berjaga di sekitar. Pelayan Margaret atau Nyonya Ma berjatuhan menjadi bubur daging busuk tanpa menimbulkan kebisingan. Fire sudah lebih dulu masuk menaiki pagar tembok tinggi dengan bantuan alat semacam kail bertali. Mengeksekusi salah satu pelayan yang hendak berlari masuk dengan pistol yang juga dipasangi peredam. Disusul Detektif Jason, keduanya kembali bergeming merangkak pada sudut-sudut tak terjangkau pandangan. Mengarahkan moncong senapan pada pintu masuk sembari mengisi ulang peluru.

Seseorang dari dalam mendecih kesal mendapati gunung-gunung jasad busuk. Rupanya Jim, senior paling terhormat berpengaruh di kepolisian, pria yang menyembunyikan sifat asli di balik topeng keramahan. Sebelum berhasil berteriak memanggil bala bantuan, kepalanya sudah lebih dulu terkena peluru dari Detektif Jason.

Louisa yang melihat kesempatan, melirik Deux yang sudah bersiap melompat. Menggunakan gerakan jari sederhana salah satu boneka kebanggaannya melesat memotong leher, tak membiarkan pria yang sering muncul di televisi untuk menyembuhkan diri, kemudian Deux menyingkir ke balik pot-pot bunga sebesar manusia.

Begitu seterusnya sampai tersisa satu orang yang bersembunyi di balik pintu besar. Ratta memang seperti tikus, ia bertahan sampai akhir dengan cara bersembunyi di mayat rekannya. Mau tak mau membuat tim Louisa harus memangkas jarak beberapa meter. Namun, hati bocah itu tidak merasa apa yang mereka lakukan berjalan dengan baik. Ini terlalu mudah. Seolah Margaret dengan sengaja mengumpan anak-anak buahnya untuk memancing.

Sentakan kencang membuat Louisa tersadar, ia berlari lurus menerjang sembari mengutus boneka ke tempat Fire dan Detektif Jason. "Berlindung!" Tepat setelahnya, tanah bergetar diikuti suara gemuruh. Dari bawah bermunculan tangan-tangan pucat berusaha menarik mereka yang ada di atas. Sebutir peluru perak sukses menggores pipi Louisa yang berada di udara tanpa penjagaan selain dari Mia dan Sno yang berpegangan pada kaki. Mike masih bersama, awan-awan dari busana pemberiannya memulihkan luka.

"Aku tidak bermaksud!" Fire tiba-tiba melangkah cepat ke tengah-tengah halaman, membidik Louisa di mana seharusnya ia mengarahkan moncong senjata ke musuh-musuh yang berbondong-bondong keluar.

"Menjauh dariku!" Tak berbeda. Detektif Jason mati-matian menusuk tanah, pun melawan setengah dari tubuhnya yang mendadak tidak mau merespon perintah otak. Dibantu Joseph, ia bergulat dengan diri sendiri sampai berguling-guling di tanah, Ludwig melakukan hal serupa untuk Fire yang terlibat aksi kucing-kucingan.

Mia berhasil menghindari rentetan perak. Gelombang tangan di bawah sana sudah berhenti, berganti dengan sosok yang tertawa di teras, bersebalahan dengan seseorang yang tersisa sendirian dari ketiga belas nama daftar kematian.

"Jangan!" Louisa menahan Ludwig sebelum leher Fire putus. Bunyi dengungan dan lengkingan nyaring berasal dari alat komunikasi, ia spontan melepasnya kalau tidak ingin mendadak tuli, terdengar pula dari seberang suara laki-laki panik dan suara rubuh. Terjadi sesuatu kepada Water.

"Mudah sekali tertebak!" Margaret terbahak-bahak, kali ini tak mengenakan tudung besar biasa. Membiarkan paras cantik juga menakutkan itu dilihat manusia-manusia yang berusaha ikut campur dalam permasalahan keluarga.

"Lumpuhkan kami, Louisa!" raung Detektif Jason yang mulai kehilangan dirinya sendiri di bawah kendali kekuatan Margaret. Sama hal dengan Fire yang telah betul-betul kehilangan status kepemilikan tubuhnya.

Dari belakang Water datang dengan mata menghitam, memuntahkan isi senjata ke arah Louisa. Deux mempercepat langkah, kakinya berhasil menendang peluru perak saat tinggal beberapa sentimeter dari tengkuk Louisa.

"Nyonya akan menyelamatkanku, jangan lupakan pengabdian yang sudah aku lakukan sepanjang hidup." Ratta mundur, menatap punggung Margaret yang melirik sedih ke arahnya. Belum sempat berteleportasi, pria pengecut itu sudah berada dalam cengkeraman Margaret yang tersenyum simpul.

Mata hitam itu mengerling manja, pura-pura polos menggoda Ratta yang merasa makin terancam. "Dari awal aku tidak berniat menyelamatkan kalian semua. Asal kau tahu, aku benci manusia. "Margaret mendekatkan wajah yang memunculkan taring panjang dari balik bibir merah gelap. "Sebesar benci kalian pada keluargaku!" Satu suapan besar, Ratta berakhir di perut Margaret. Dimakan oleh ia yang memberi penawaran kehidupan abadi dengan maksud tertentu.

"Lulu, Lily, dan Mia, tolong urus tuan-tuan itu. Jangan melukai mereka," titah Louisa. Setelah mendapatkan anggukan, ia bersama boneka yang tersisa menerjang Margaret yang berlumuran cairan hitam.

Sno yang berlari kecil membesarkan badan dan mengambil tempat sebagai benteng di belakang Louisa, menggunakan badan empuknya sebagai penghalang pelayan-pelayan mayat hidup. Ransel yang ia bawa-bawa berganti pemilik, ia menyerahkan perbekalan kepada Louisa. Posisi mereka mengerucut dengan Deux menempatkan diri sebagai ujung, di mana Joseph dan Ludwig sampingnya.

"Sama sekali tidak berubah."

Tendangan Deux mendarat di lengan Margaret yang menyilang di depan dada. Keduanya merubuhkan dinding hingga sampai di aula besar. Pelayan-pelayan menyebalkan bermunculan seperti jerawat. Mengerubungi Sno yang bergulat ala beruang, membanting mereka sampai hancur. Joseph ikut serta menebaskan pedang, matanya setengah terpejam dengan senyuman yang tak pernah luntur. Ludwid menggunakan tameng juga tombak, menyeruduk juga menusuk.

"Sudahi ini!" Louisa melempar pisau yang menyembul dari permukaan Sno. Ikut menargetkan serangan bersama Deux yang begitu lincah meski tengah melayang-layang.

"Tidak akan! Kau sendiri tidak ingin berhenti, bermodal janji bodoh untuk mengejar mereka yang membunuhmu dan anak-anak itu!" Margaret melepaskan duri-duri yang serupa Rose, kemudian menghempas barang-barang di sekitar ke Louisa. "Sekarang bagaimana perasaanmu mengetahui bahwa saudari sedarah yang sudah melakukan itu semua!"

"Ayah dan ibu tak menginginkan ini!" Kepala Louisa selamat dari sofa besar yang hendak jatuh menimpanya, ia berlari memutari bersama Sno lantas berseluncur di permukaan licin marmer hitam, mengincar kaki Margaret saat wanita itu tengah menahan serangan Deux dan Joseph bersamaan.

"Apa yang kau tahu, hah! Louisa yang berhati lembut ini bahkan melupakan saudari kembar dan orang tuanya!" Melempar Joseph ke dinding, berharap boneka itu hancur. Namun, itu tidak mudah, tungkai tangguhnya berhasil meredam tekanan yang berasal dari dinding yang ia pijak.

"Aaa!" pekik Louisa terkena pukulan kuat milik Bob, mungkin lebih kuat dari terakhir mereka bertemu. Perut Sno menjadi pendaratan kurang mulus lantaran boneka itu ikut menciut seiring Louisa yang melemah.

Laki-laki itu berhasil meloloskan diri dari penahanan polisi, bergabung kembali dengan nyonyanya setelah terpisah cukup lama. Tampak di air muka mengeras penuh kemarahan. Ia teringat kematian Rea yang disebabkan Louisa. Bulu-bulu memenuhi sekujur tubuhnya, bersama geraman primata yang menggetarkan pilar-pilar megah.

Sayang, kedatangan Bob yang keren itu harus dipermalukan oleh sebutir benda berbentuk tabung dengan ujung runcing. Detektif Jason dengan kening mengucurkan darah, berhasil terbebas dari kendali Margaret, tawa khasnya mengalun sembari menantang Bob berduel seperti hari lalu.

Kesampingkan dua sosok besar yang tengah beradu kepalan. Kembali ke Deux yang terus-menerus memberi perlawanan, pun tak ketinggalan Joseph yang menyabetkan pedang. Selagi dua boneka mengurus Margaret, Ludwig sibuk dengan pelayan-pelayan yang tidak ada habisnya. Sno yang sudah pada bentuk semula, menyodorkan sebatang cokelat untuk Louisa makan.

Margaret terkepung, sayatan demi sayatan berhasil menghiasi tubuh pucatnya. Dengkusan murka terdengar, wanita itu merapatkan diri seraya membisikkan sesuatu. Tubuhnya bak roket, menabrak Joseph dan Deux bagai balok kayu kecil. Menggunakan tangan berkuku setajam pisau, merobek dada Louisa. "Aku tetap akan melakukannya meski kalian masih hidup sekali pun. Manusia hanya iblis bercangkang yang menunggu waktu untuk saling menggigit!" hardiknya menghujam berulang-ulang nyaris membuat lubang besar di badan kecil yang tercekik.

Benda berdenyut di dada kirinya tampak hampir meledak, tulang-tulang rusuk rusak daging yang melingkupi tubuh bagian atas Louisa berjatuhan sebagai serpihan. Darah menyembur ke wajah Margaret, melihat lidah yang menjilati cairan amis miliknya. Louisa dengan perjuangan balas mencengkeram lengan sosok menyeramkan yang kini bersayap kelelawar. "Apa bedanya denganmu saat ini?"

Sinar keemasan yang terang, menyebabkan Margaret kesakitan di mata. Deux yang perlahan-lahan membuka sayap putih di punggung, membuka lebar matanya yang tertutup. Manik itu bersinar terang bersamaan dengan genggaman pedang pisau panjangnya memutuskan tangan yang mencekik Louisa, dengan cepat. Lima boneka itu berhenti bergerak, hancur menjadi bubuk-bubuk bercahaya yang terisap sepasang sayap angsa besar di punggung Deux. Kepakannya menimbulkan arus panas yang membakar sekaligus pelayan-pelayan Margaret, juga melemahkan Bob yang tengah bersiap memecahkan kepala Detektif Jason.

Louisa merangkak menuju Sno yang ikut menendang-nendang udara, berusaha mendekati gadis setengah terkoyak. Luka di dada Louisa makin banyak mengalirkan darah sampai-sampai wajah yang bersemu merah, kini memucat keabu-abuan. Meninggalkan jejak merah menjijikkan. Ketika Sno sudah berada dekat, boneka itu bergerak menekan luka. Efek penyembuhan pakaian itu tidak sebanding dengan kerusakan yang diterima.

Di tempat Margaret, Deux siap memenggal. Sosoknya yang kecil dengan sayap tiga kali lipat lebih besar, betul-betul memberi lonjakan di ulu hati Margaret. Jeritan tertahan akibat tangannya yang tersisa terpotong bak mentega oleh pisau panas. Deux tidak menunjukkan keraguan sama sekali, hanya saja kekuatan besar itu seperti tak tertampung---terlihat lewat cahaya yang meluap-luap darinya.

Ia terpejam. Hatinya bergemuruh menetapkan untuk mengakhiri semuanya dengan cara sulit. Walau Louisa sempat berharap Margaret akan berhenti, berharap agar saudarinya itu mau melepaskan dendam. Namun, kedua perempuan dengan takdir mengenaskan itu, sama-sama pendendam luar biasa. Tidak satu pun ada yang mau mengalah. Entah itu Margaret atau Louisa.

"Kuberikan seluruh jiwa dan hidupku. Deux, selesaikan sumpah darah untukku!" Teriakan Louisa didengar jiwa-jiwa kecil yang tertawa, mereka turun dari angkasa membawa lilin dan setangkai bunga putih. Merasuk ke dalam tubuh Louisa, kemudian terlempar pada Deux dalam bentuk bola putih padat.

Tak ada kekuatan yang gratis. Ada bayaran yang harus dipenuhi meski itu dengan nyawa. Louisa perlahan-lahan menutup mata, raganya melemah seiring detak nadi yang kian tertelan maut. Ucapan itu menjadi satu-satunya hal yang terlontar, memberi semua kekuatan yang tersisa untuk Deux. Napas Louisa memelan, kemudian berhenti untuk selamanya dalam pelukan Sno yang ikut bergeming.

Wujud Deux yang bersinar kian membutakan, sayap-sayap mengepak kencang diikuti angin yang menyapu segala hal. Manik ungu itu menatap dalam Margaret yang juga ikut melepaskan mantra terbaiknya.

"Kenapa Louisa? Apa yang kau lihat dari makhluk-makhluk kejam itu!" Margaret mengadu cakar yang baru saja tumbuh dengan pedang bersinar Deux.

Detik-detik benda hitam legam membentur bulah cahaya. Langit terbelah oleh tongkat keemasan yang bersinar, diikuti dentuman yang menghancurkan bangunan tempat Louisa bertaruh nyawa. Meluluhlantakan hutan hingga pohon-pohon tercabut dengan akarnya. Cakrawala yang masih berwarna biru gelap, mendadak terang sejauh mata memandang.

Bukan hanya lingkungan yang menerima dampak. Deux dan Margaret, juga sisa-sisa tubuh yang terbaring dingin---siapa saja yang berada dalam jangkauan cahaya sepanas api itu.

Hancur lebur.

.
.
.

To be continue

#salamwritingmarathon #challengemenulisbersama_tim3
redaksisalam_ped

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro