LAFS | 01

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah pukul dua belas tengah malam. Seoul masih padat kendaraan, ramai orang di trotoar, entah sekadar jalan-jalan, atau mengunjungi kedai kaki lima akibat rasa lapar yang mengganggu.

Bukan hanya jalanan, dalam bangunan klub malam juga tidak kalah ramai. Sang DJ menaikkan volume salah satu alunan musik favorit pengunjung klub. Dipengaruhi sedikit aliran ballad bersama musik house pop dan urban dance, orang-orang itu menari bebas di atas lantai dansa.

Lampu disko bersama tata lampu ciamik menambah kesan berkelas, terlebih sentuhan serba putih di setiap interior ruangan. Namun, jika seseorang baru pertama kali menginjakkan kaki di sini, siap-siap terkena gejala pening. Sudah pasti. Seperti dia, gadis yang menjadikan bar panjang tumpuan kepalanya.

Dia merasa pening, bahkan mungkin kepalanya hampir meledak. Selain baru pertama kali mengunjungi dan berdiam diri di tempat hiburan malam, dia juga telah meneguk habis empat gelas vodka berkadar alkohol tinggi. Demikian, Jun Ji Hyun-nama gadis itu, bagai melayang-layang di udara.

Ji Hyun mengangkat kepala yang berat, matanya mengarah pada bartander. Meski pandangan sudah berkunang-kunang, Ji Hyun belum puas meminum cairan yang membuatnya merasa candu.

"Hei, beri aku satu gelas lagi!"

Bartender yang sempat melayani orang lain berhenti sejenak, kemudian mengangguk untuk menyetujui.

Tidak perlu ditanya lagi, pelayan bar menuangkan vodka ke dalam highball glass yang langsung Ji Hyun teguk, padahal baru saja selesai dituangkan.

Jika dilihat dari pakaian, bisa disimpulkan Ji Hyun adalah gadis sopan, dirinya hanya menggunakan dress coat tertutup, berbeda dari wanita-wanita yang sedang menari bebas di bawah lampu disko.

Ah ya, Ji Hyun tidak akan mengunjungi tempat ini kalau hatinya tidak patah. Dia tengah mencari hiburan untuk melupakan masalah yang menimpa bagai bom maut tadi sore.

"Wahh...." Ji Hyun bergumam. Pikirnya, bagaimana bisa kepercayaan berubah menjadi kebencian dalam sesaat?

Kepala Ji Hyun kembali bertumpu pada bar keras, hampir kehilangan kesadaran. Laki-laki tinggi yang sedikit kekar mendekati Ji Hyun tergesa, ia menyakukan ponsel pintarnya yang berhasil melacak keberadaan Ji Hyun.

"Haiss, benar kau di sini. Ya, Ji Hyun!"

Nada tinggi laki-laki itu tidak mampu untuk membuat kepala Ji Hyun terangkat.

"JUN JI HYUN!" Ia mesti bernada lebih keras, karena suara bising yang mampu merusak telinga terus terputar dalam ruangan.

Tetap tidak dapat respons, ia mengguncang tubuh Ji Hyun sehingga kepala gadis itu berhasil terangkat. Mencari siapa dalang pengusik ketenangan yang baru didapat, Ji Hyun berdecap kala menemukan pelakunya.

Orang itu, orang yang telah membuat hari Ji Hyun hancur berantakan.

"Kau mabuk? Astaga Ji Hyun, sebelumnya kau tidak pernah mabuk. Ayo kuantar pulang!" Masih sama, ia harus meninggikan oktaf suara agar terdengar oleh Ji Hyun.

"Sedang apa kau di sini?" Ji Hyun bertanya, lalu detik berikutnya dia tertawa kencang, seolah habis menonton acara komedi spektakuler.

"Seharusnya aku yang bertanya begitu. Sudahlah, aku antar kau pulang." Tanpa izin pemilik tubuh, pria yang memiliki rambut kecokelatan merangkul Ji Hyun-membuat tubuh kecilnya berdiri.

"Aku membencimu Young, ahh... hahaha, aku ingin kau menjadi milikku saja, tapi kau... hahaha...." Ji Hyun terus meracau.

Saat sampai di lorong menuju basemen, pria yang merangkul tubuh Ji Hyun berhenti melangkah. Melepas sebelah lengan Ji Hyun yang tadi ia taruh melingkar di lehernya, kemudian memegang kedua pundak gadis itu dengan hati-hati.

Ji Hyun memang nyaris kehilangan kesadaran akibat pengaruh vodka, tapi masih bisa menyadari bahwa laki-laki ini adalah Young Hwa, kekasihnya.

Kekasihnya? Tunggu. Apa masih bisa disebut sebagai kekasih? Bahkan setelah Young Hwa menyakitinya dengan bercumbu bersama wanita lain, itu... pemandangan yang membuat Ji Hyun sangat terkejut.

Young Hwa sudah memberi kejutan yang bagus tadi sore, tepat dimana hubungan mereka menginjak dua tahun.

"Maafkan aku Ji Hyun." Terdengar lirih suara Young Hwa terdengar, membuat hati Ji Hyun menghangat.

Ya ampun, Ji Hyun mudah hancur, juga mudah menghangat.

"Kenapa kau melakukannya? Kenapa, Young?" Dengan kesadaran yang masih tersisa, Ji Hyun bertanya. Matanya sendu menuntut jawaban.

Jika maaf saja bisa memperbaiki apa yang telah rusak, maka mungkin tidak akan ada keadilan yang tersisa bagi kebaikan. Hubungan mereka sudah lebur. Dua tahun bukan waktu yang singkat, tapi Young Hwa meruntuhkannya hanya dalam dua menit.

Ji Hyun cukup sakit hati, tetapi rasa cintanya yang besar bahkan masih membutakan. Contohnya barusan, gadis itu tetap saja bertanya demikian, berharap kejadian tadi sore adalah kekhilafan sesaat.

Wajah Young Hwa mendekat pada Ji Hyun. Desaran napas mengenai permukaan wajah gadisnya-terasa hangat. Tanpa memikirkan pertanyaan yang belum Young Hwa jawab, Ji Hyun memejamkan mata ketika bibir pria itu menyatu bersama bibirnya.

Waktu terasa berhenti. Ji Hyun telah membuang rasa sakit hati, harga diri, dan kebenciannya pada Young Hwa saat ini. Itu hanya karena suara lirih Young Hwa, juga ciumannya yang memabukkan.

Tidak bisa dipungkiri, meski hatinya telah patah, dia tetap mencintai laki-laki ini. Amat besar, sehingga mengalahkan rasa bencinya.

Perlahan ciuman sepihak itu dapat balasan dari Ji Hyun. Semakin lama semakin panas mendalam, ada suatu perasaan emosional yang menginginkan satu sama lain.

Saat paru-paru Ji Hyun kehilangan banyak oksigen, barulah gadis itu melepas tautan bibirnya pada Young Hwa, dan mendorong sedikit tubuh laki-laki yang baru saja memberikan sensasi aneh; hanya untuk mengembalikan pasokan udara dalam parunya.

Young Hwa mulai mendekati Ji Hyun lagi, walau sebenarnya Ji Hyun masih belum puas menghirup banyak oksigen untuk repirasi tubuhnya. Sebelah tangan pria itu mulai nakal, memegang salah satu bagian dada Ji Hyun, sehingga sang empunya melenguh halus dalam pejaman mata yang singkat.

"Katamu, kau ingin aku menjadi milikmu saja bukan?" Pertanyaan itu langsung dapat anggukkan dari Ji Hyun. Anggukan lemah dan sarat akan ketidakberdayaan.

Young Hwa tersenyum manis dalam penglihatan Ji Hyun. "Kalau begitu, jadilah milikku juga. Seutuhnya. Aku ingin memilikimu seutuhnya, Ji Hyun."

Bukan hanya memegang, kini sebelah tangan itu meremas lembut gumpalan yang membusung.

"Kau mau memberikannya untukku?"

Lagi, pertanyaan dari Young Hwa dapat anggukan cepat dari Ji Hyun. Kendati pertanyaan tersebut sedikit ambigu, tapi Ji Hyun mampu memahaminya. Anggaplah Jun Ji Hyun sudah tergila-gila pada Young Hwa sehingga apa pun akan diberikan, demi laki-laki berwajah pucat itu tetap bersamanya.

Bagai bulan bersambut hangat mentari, Young Hwa segera merangkul Ji Hyun kembali, mengarah mobil.

Dengan kecepatan tidak terlalu sempurna, Young Hwa mengendarai mobil silver itu, membelah kota Seoul menuju bangunan motel-bukan ke rumah Ji Hyun, seperti niat awal yang akan mengantar gadisnya pulang.

Demikian, ini adalah pilihan Ji Hyun. Gadis lugu yang mudah terpengaruh itu sudah menyetujui untuk memberikan miliknya yang berharga dan hanya satu untuk Young Hwa. Pria yang amat dia cinta, melebihi dirinya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro