Cewek Gila dan Cowok Setres

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author Pov.

Gio datang ke rumah Leo malam-malam tanpa Bryan dan Rio, berkali-kali Gio mengetuk pintu rumah Leo, akan tetapi sama sekali tak ada jawaban. Gio memutuskan menghubungi Leo. Tidak lama kemudian dibukalah pintunya dengan Leo.

Gio masuk ke dalam rumahnya Leo, "Lo, buka pintu lama banget."

Leo menutup pintu, dan mendengus kesal. "Salah lo sendiri bertamu ke rumah orang malam gini, ganggu orang istirahat aja." protes Leo mengikuti Gio berjalan ke ruang tamu.

Gio duduk di sofa yang tersedia di ruang tamu, "Ada yang mau gue tanyain sama lo."

Leo bersedekap dan menaikan sebelah alisnya, "Apa yang mau lo tanyain sampe mengganggu waktu istirahat gue?" tanya Leo.

"Oke, maaf, gue ganggu waktu istirahat lo. Apa lo menyembunyikan sesuatu dari kita?" tanya Gio memincingkan matanya.

"Kenapa lo bertanya kayak gitu?"

"Gue bertanya seperti itu karena akhir-akhir ini lo mencurigakan." jawab Gio dengan tatapan tajamnya.

Buat siapa pun yang berada disekitar gue, bisa tolong bantu gue bawa manusia ini keluar dari rumah, manusia misterius ini. Batin Leo

"Kenapa lo diam aja?" tanya Gio membuat Leo kembali tersadar dari lamunannya.

Leo mengusap tengkuk lehernya, "A-apa maksud da-dan tujuan lo bertanya seperti itu? Gue gak ngerti."

Gio menggelengkan kepalanya dan berdecak, "Ckck. Masih aja lo berpura-pura bodoh."

"Gue gak lagi berpura-pura, gue benar nggak tau."

Gio menyenderkan tubuhnya di sofa dan bersedekap, "Jangan lo bersikap seperti itu, karena akan terlihat jelas lo lagi berbohong, Leo." ucap Gio dengan seringaian yang mengerikan, membuat Leo bergedik ngeri.

"Apa yang lo senyembunyikan dari gue? Lebih tepatnya dari The king?" tanya Gio to the point.

"Gue gak menyembunyikan apa-apa dari kalian."

"Bohong."

"Enggak."

"Lo lagi membohongi kita, Leo."

"Enggak."

"Kalau iya?"

"Nggak Gio."

"Lalu ada apa sama lo dan Angel, Hah?"

Nyes.

Pertanyaan yang membuat Leo terdiam, entah apa yang harus dijawabnya.

Leo beranjak dari sofa, "Gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia! Lebih baik lo pulang karna gue mau tidur." ujarnya dan berjalan meninggalkan Gio yang masih duduk.

"Lalu, bagaimana dengan anak perempuannya si pemilik yayasan atau bisa dibilang pemilik sekolah -StarLight- kita? Apa lo tau sesuatu tentangnya? Gue rasa lo tau." ucap Gio membuat langkah Leo terhenti, hening sejenak. Kemudian, Leo membalikan tubuhnya menatap Gio.

"Apa maksud lo ngomong begitu?" tanya Leo dengan emosi.

"Gue tau lo sembunyikan tentang itu dari kita dan gue rasa lo juga tau siapa dia -anak pemilik yayasan atau bisa dibilang pemilik sekolah StarLight- " Jawabnya dengan tenang.

Leo menghampirinya, "Gue nggak tau tentang itu semua!" tandasnya.

"Kalau nggak, kenapa lo ngomong tentang itu yang selalu melirik ke Angel? Apa ada sangkut pautnya dengan Angel?"

Leo duduk dan mengontrol emosinya, "Terus apalagi yang lo tau?"

"Lo nggak biasanya berurusan dengan Angel, dan bahkan belum pernah sama sekali. Tapi sekarang, sikap kalian berdua sangat mencurigakan. Kalian selalu bertemu secara diam-diam. Dan satu lagi kalian kalau berbicara pun memilih tempat yang sepi seakan-akan hanya kalian berdua aja yang boleh tau." tuturnya, Leo terdiam menyimak apa yang dikatakan Gio. "Apa dari semua yang udah gue jelaskan, lo masih mau menyangkalnya?"

Leo-Angel memang sering sekali berbicara di tempat yang sepi, dan beberapa kali ketemuan secara diam-diam. Patut dicurigakan memang dengan perilaku mereka berdua yang seperti itu.

"Oke, gue akan menceritakannya. Ya. Ini ada sangkutpautnya dengan Angel, karena Angel adalah anak perempuan dari Mr. Rider -Daddynya Angel di sekolah dipanggil dengan Mr.Rider- Dan Angel sengaja menyembunyikan nama keluarganya. Entah maksud dan tujuannya apa." Jawab Leo dengan menatap kosong ke televisi yang mati.

"Angel adalah anak perempuannya Mr.Rider?"

Leo mengangguk, "Ya. Angelica Victoria Rider. Anak kedua dari tuan Marcell Elio Rider dan Nyonya Selenz Cherl setelah Rider Mardion Valen."

Gio tersenyum meremehkan, "Wow! Hebat sekali lo bisa tau semuanya, gue yakin lo mendapatkan informasi ini dari pesuruh lo."

"Tentu." Jawabnya singkat.

"Lalu ada apa lo tiba-tiba mencari tau tentang keluarga Mr.Rider? Pasti lo melakukan ini karena ada alasan. Apa alasan lo?" Tanya Gio

Leo memejamkan matanya dan menarik nafasnya, "Gue dijodohkan dengan Angel."

Gio terkejut dengan ucapan Leo. Namun, dia masih tetap bersikap tenang.

"Tadinya gue nggak tau siapa anak perempuan Mr Rider. Setelah gue memerintahkan anak buah gue untuk mencari tau informasi tentang keluarga Rider sedetail mungkin, disitulah gue baru tau ternyata Angel lah yang ingin dijodohkan sama gue."

"Lo setuju dengan perjodohan ini?"

"Nggak lah! Ngaco banget lo."

"Terus apa yang akan lo lakukan?"

Leo menceritakan semua tentang perjanjian dengan Angel, sesekali Gio mengangguk mengerti. Dan Leo menceritakan rencana jahatnya juga.

"Dasar picik!" celetuk Gio. Leo hanya tertawa puas melihat ekspresi sahabatnya saat mendengarkan rencananya.

***

Angel Pov.

Aku berjalan menuju kelas dengan bersenandung kecil, senang dan bahagia. Ya, itu yang kurasakan.

Sesampainya di kelas aku langsung menuju tempat duduk, ternyata Katy dan Agnes sudah sampai di sekolah, memang rajin sekali mereka berdua.

"Selamat pagi My Angel." sapa Nathan dengan senyuman ketika lewat di hadapanku.

Aku membalas senyumnya, "Hai, pagi juga, Vian."

"Lo lagi senang ya, Ngel?" tanya Katy dengan memiringkan kepalanya dan menatapku heran.

Aku mengangguk mantap, "Ya, gue lagi seneng pake B.G.T." jawabku antusias.

Nathan terkekeh geli, "Senang kenapa sih emangnya lo?" tanya Nathan.

"Seneng karena disapa Nathan? Eh, tapi itu 'kan udah biasa. Lagi pula dari tadi gue perhatikan sebelum ada Nathan lo udah terlihat bahagia, berarti bukan karena Nathan." tutur Agnes.

Aku menyeringai, "Memang Bukan." jawabku santai, membuat mereka semakin penasaran.

"Karena apa kalo gitu?" tanya Katy.

"Karena gue berhasil membuat rencana bodoh itu batal. Yes!"

"Wait! rencana bodoh? Maksudnya?" tanya Agnes.

Seketika aku terdiam menutup mulutku dengan tangan, aku kelepasan! Damn! aku merutuki diri sendiri bisa-bisanya aku kelepasan. Mereka nggak tau sama sekali tentang rencana bodoh ini.

"Heh! Apa maksud lo rencana bodoh?" tanya Katy lebih tepatnya seperti orang ngajakin ribut.

"Nggak ada maksud apa-apa, nanti gue belajarnya cuma setengah hari dong. Abis istirahat gue nggak masuk kelas lagi karena mau siapin sesuatu buat lomba besok." elakku.

"Halah, ngelak terus lo." celetuk Agnes.

Katy menjetikan jarinya di depan muka Nathan, "Heh. Lo melamunkan apa?" tanya Katy.

"Engga." Jawabnya singkat.

Aku merasakan Vian menatapku tanpa berkedip sama sekali, aku balik menatapnya. Tatapan kesedihan itu yang terpancarkan dikedua matanya, ada apa dengannya?

"Vian? Lo kenapa menatap gue kayak gitu? Ada apa? Apa ada yang salah sama ucapan gue? Sampe lo sedih gitu?" tanyaku hati-hati.

Dia tersenyum terkesan memaksakan, "Gue gak apa-apa kok. Engga ada kok, My Angel. Lonya saja kali yang lebay." Jawabnya sedikit mengejek.

"Hih. Gue serius. Kalau ada kata-kata gue yang menyinggung, Maaf. Gue gak bermaksud sumpah." ucapku sambil mengacungkan dua jari berbentuk peace V.

Nathan mengacak rambutku, "Nggak ada yang perlu dimaafin. Toh lo gak berbuat salah kok."

"Ada orang woy!" protes Katy.

Nathan menjauhkan tangannya dari kepalaku, "Oke. Sorry."

Bel masuk pun berbunyi seperti biasa siswa-siswi duduk di tempatnya masing-masing.

"Hari ini Bu Tetty nggak masuk." teriak Gio, membuat semuanya bersorak kegirangan. "Nggak ada tugas. Tapi jangan membuat gaduh di kelas!" lanjutnya dengan tegas.

Mungkin ini saatnya kasih kabar gembira ke Leo, aku mengirimkan Chat Whatsapp ke Leo.

Gue udah kasih jawabannya ke Daddy. Kalau lo mau tau tanggapan Daddy temui gue di kantin. Sekarang!

Send.

Aku beranjak pergi meninggalkan kelas, setelah mengirim chat ke Leo.

"Angel, mau ke mana lo?" teriak Gio yang melihatku hendak keluar kelas.

"Mau ke toilet, kenapa emangnya? Mau ikut?" tantangku, aku hanya berani menantang atau lebih tepatnya menggoda Gio dibandingakan teman-temanya. Karena apa? Karena Gio itu terlalu cuek dan paling anti yang namanya digoda.

"Cih. Ogah. Cepat nggak lama."

Tuh 'kan betul apa kata gue dia gak gampang digoda, hahaha.

"Ribet banget jadi ketua kelas, cih." desisku, kemudian melenggang bebas keluar kelas.

Aku pergi menuju kantin melewati koridor yang sepi, hanya beberapa orang saja yang berlalu-lalang di koridor. Maklumin aja ini 'kan jam pelajaran.

Sesampainya di kantin aku membeli minuman dan duduk menunggu Leo, tidak lama kemudian Leo datang sendiri menghampiriku.

"Gimana hasilnya?" tanyanya to the point.

"Gimana apanya?" tanyaku balik.

"Gimana tanggapan Daddy lo? Apa dia kekeh ingin melanjutkan rencana bodoh ini?" tanyanya dengan raut wajah serius.

Aku menyeruput minuman kaleng yang barusan kuambil dari salah satu warung, "Menurut lo?"

"Lo dari tadi ditanya malah balik tanya, dasar cewek gila."

Aku terkekeh geli melihat dia yang sudah emosi, aku sengaja membuatnya emosi karena dulu pertama kali dia mengajak ketemuan di restaurant dia yang membuatku emosi. Sekarang gantian.

"Lo cowok setres." balasku tak mau kalah. Dia diam menahan emosinya, hening beberapa menit. Aku jengah dengan keadaan seperti.

"Daddy setuju dengan keputusan gue." ucapku membuat dia terkejut.

"Apa lo bilang tadi? Daddy lo setuju?"

"Lo nggak budek atau tuli 'kan?"

"Oke, santai. Berarti kita nggak jadi dijodohkan? Bener 'kan?"

"Ya, nggak ada korban juga. Karena Daddy nggak mau mencampur urusan pribadi dengan urusan kantor."

"Good job, girl." pujinya, dan aku baru pertama kali mendengar ia memujiku.

"Iya lah, emangnya lo gagalin rencana bodoh aja nggak bisa." ucapku, kemudian beranjak dari tempat duduk.

"Oh ya satu lagi," Dia memiringkan kepalanya dan menaikan satu alisnya.

"Apa?" Tanyanya

"Jangan lupa bayar minuman gue. Anggap aja ini balasan lo untuk gue, karena gue udah berhasil menggagalkannya." jawabku seraya mengacungkan minuman kaleng yang kugenggam.

"RIIIIDEEERRR!" teriaknya.

Tuuk.

Tepat sasaran. kaleng yang tadi dipegang, kulemparkan tepat di mukanya. Dia mengusap dahinya yang kena cipokan kaleng.

Leo mengaduh kesakitan, "Aw. sakit gila!"

"Lo itu bisa jaga rahasia gak sih sebenernya?" geramku menatapnya horor.

"Salah lo sendiri."

Aku melenggang pergi meninggalkannya, dari pada aku tetap di sana yang ada malah bertengkar.

Aku mendengar dia ngedumel tidak jelas, bodo amat yang penting aku sudah puas mengerjainya.

Aku masuk ke kelas dan duduk di tempatku sambil memainkan ponsel. Tidak lama kemudian, Leo datang dengan muka yang ditekuk, seketika aku tertawa melihatnya yang malah dapat tatapan sinisnya.

Bel istirahat berbunyi aku beranjak dari tempat duduk dan mengambil tas.

"Mau ke mana, Ngel? Kok bawa tas?" tanya Agnes yang mengernyitkan dahinya.

Aku memutar kedua bola mataku jengah, "Gue harus mempersiapkan buat lomba besok. Dan latihan buat Upacara Kemerdekaan."

"Lo jadi petugas?" Tanya Katy.

"Tentu." Jawabku, sombong.

"Oh iya, lo 'kan Osis, makanya menjadi petugas upacara." ucap Katy dengan sedikit nada tidak suka.

Aku menaikan sebelah alis, dan menahan amarah."Apa maksud lo? Gak semua Osis jadi petugas. Dan gak semua petugas itu anggota Osis. Contohnya Vocal Grup? Mereka dari kesenian, bukan Osis. Pengibar bendera? Hanya beberapa Osis aja yang dipilih. Jadi, jangan sok tau lo, Katy!" Geramku.

Katy hanya mengangguk, "Kenapa lo jadi marah? Kan gue cuma bercanda. Ada apa sih sama lo? Akhir-akhir ini lo selalu gak bisa diajak bercanda, nggak seperti biasanya. Apa gue punya salah sama lo?" tanya Katy dengan tatapan sendu.

Aku mengibaskan tangan, "Ah udahlah. Jangan dibahas. Gue masih banyak urusan. Bye!" ucapku yang meninggalkan kelas.

Semua perlengkapan sudah siap untuk lomba besok. Dan sudah disusun secara apik kegiatan lomba besok. Aku dan beberapa Osis yang dipilih menjadi petugas upacara bergegas pergi ke lapangan Outdoor. Leo dan Rio. Ya, dia dipilih juga. Aku dipilih untuk menjadi pengibar bendera. Rio menjadi Danton Paling Kanan. Leo? Sungguh keajaiban! Dia dipilih menjadi Pemimpin Upacara.

W.O.W B.G.T seorang Leo yang terkenal Bandel, dipilih menjadi Pemimpin!!!

Selama 4 jam sudah kami latihan tanpa istirahat. Capek. Ya itu yang kami rasakan.

Aku memilih duduk di pinggir lapangan, tubuhku terasa lemas, bernafas pun aku rada sulit. Aku mengambil nafas dan menghembuskannya berkali-kali, berulang kali mengatur nafas.

"Lo kenapa?" tanya Rio seraya duduk di sampingku, sesekali mengisap rokoknya.

"Kalau lo masih masih mau ngomong sama gue, buang rokok itu. Lo tau gue sangat benci asap rokok."

Rio membuangnya ke sembarang arah. "Oke Maaf. Lo kenapa? Apa Asma lo kumat lagi?" Tanyanya dan menatapku dengan tatapan sendu.

Aku tersenyum kecut, "Gue gak apa-apa kok. Santai aja kali."

Leo tiba-tiba datang dan menggenggam sebotol air mineral, "Lo dicariin ternyata di sini, ngapain di sini?" tanya Leo kepada Rio.

Rio mengedikan dagunya ke arahku. "Temenin dia." Rio mengambil air mineral yang dibawa Leo. "Bagi dong. Bawa cuma satu doang." ujarnya kemudian meneguk air mineralnya.

Leo memiringkan kepalanya dan menaikan satu alisnya. saat melihatku yang memegang dada karena sesak dan sulit untuk bernafas. "Kenapa lo?" tanyanya.

Aku menatapnya dan mengernyitkan dahi, "Lo nanya ke siapa?"

"Roh lo!" jawabnya dengan nada jengkel, "Ya elo lah, Crazy Girl." ralatnya.

Rio menoleh ke arahku, menggenggam tanganku. "Gue rasa asma lo kumat. Apa lo bawa obatnya?"

Aku menggelengkan kepala dan dia mengusap wajahnya dengan gusar. "Oh tuhan! Angel lo kenapa gak bawa? udah tau penyakit lo bisa datang kapan aja!"

Aku menunduk menyembunyikan mataku yang berkaca-kaca. "Ya, maaf. mana gue tau kalau bakalan kumat lagi."

"Terus kalau udah kayak gini gimana lagi? Lo aja gak bawa obatnya." bentaknya, membuat dadaku semakin sesak. Aku merasakan ada tangan seseorang yang menarik tanganku, Leo.

Aku menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, "Lebih baik lo ikut gue ke UKS." ucapnya yang mendapat penolakan dariku.

"Apa perlu lo gue gendong?!" ucapnya dengan wajah datar.

Aku beranjak dari tempat duduk, "Ngga usah."

Aku pergi menuju ke UKS dengan Leo di sisiku, sama sekali tak ada yang membuka suara diantara kita, hening.

Kakiku terasa lemas, semakin sulit untuk bernafas. Aku menghentikan langkahku.

"Lo kenapa lagi?" tanya Leo yang sedang berkacak pinggang.

"Sesak, Le."

Dia berlutut membelakangiku, " Cepat naik, gue tau lo udah gak kuat berjalan."

"Lo gendong gue?"

Dia menengok ke arahku, "Cepet naik!"

Akhirnya, aku sampai di UKS. Leo membawaku ke blangkar UKS, dia langsung menemui Dokter Jaga. Kemudian, dokter jaga datang dengan segala peralatannya. Saat aku udah selesai diperiksa dan diberikan obat. Aku melihat Leo hendak keluar dari UKS.

"Leo..." panggilku, dia menengok dan memutarkan bola matanya malas.

"Apa lagi?" ketusnya yang masih setia berdiri dipintu.

"Makasih." ucapku singkat tanpa senyuman, dia hanya mengangguk dan pergi meninggalkanku.

Disaat seperti ini kenapa gak ada Vian? Padahal, aku berharap akan ada Vian di sini. Tadi saat aku menanyakan keberadaan Vian kepada Rio. Dia mengatakan Vian lagi bersama dengan Katy di Perpustakaan. Lebih nyesek sih sebenernya pas dengar itu tapi aku gak boleh negative Thinking dulu bagaimanapun mereka berdua tetap sahabatku.

- TO BE CONTINUE -

Maap yaa kalo ceritanya gajelas. Typo bertebaran dimana - mana.

Makasih udah mau baca dan udah nyempetin buat Vote + Comment({{}})

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro