Sumo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Angel POV

Bel pulang sekolah berbunyi lebih cepat dari sebelumnya, dikarenakan ada rapat guru. Aku, Nathan, Katy dan Agnes memilih untuk mampir di kedai Ice cream.

kami pun memesan Ice cream dan bercengkrama. Entah mengapa semenjak Leo tidak mengangguku lagi, aku merasakan kedamaian. Dan ditambah lagi sekarang hubunganku, Katy dan Nathan membaik.

"Coba aja setiap hari kita pulang jam segini, enak kali, ya?" gumam Agnes yang pasti masih terdengar oleh kami.

"Pulang cepat mulu yang lo pikirin, Nes. Pikirin tuh nilai lo yang sekarang menurun." tegur Katy. Aku dan Nathan pun kompak menganggukan kepala.

Ya, memang akhir-akhir ini nilai Katy menurun. Bahkan, dia sekarang lebih banyak melakukan remedial karena nilai ulangannya yang di bawah KKM.

Agnes meringis kemudian meyantap Ice cream nya yang rasa Chocolate Strawberry. "Itu 'kan karena ada something yang buat gue jadi nggak fokus belajar." kata Agnes mencoba santai.

"Kan lo bisa cerita ke kita, Nes. kalau lo ada masalah atau apapun yang ganggu pikiran lo." ucapku seraya menatapnya.

"Apa sih yang lagi lo pikirin, Hm?" selidik Nathan seraya bersedekap dan menatap Agnes penuh selidik.

Agnes menghela nafas dan mengibaskan tangannya ke udara, "Abaikan. Kita bicarakan yang lain saja." elaknya.

"O, ya gimana hubungan lo sama Rio, Ngel?" tanya Agnes lebih tepatnya mengalihkan pembicaraan. Aku mengerutkan kening, sedangkan Nathan menaikan sebelah alisnya.

"Maksud lo, Nes?" tanyaku yang tak mengerti. Bukan karena aku berpura-pura bodoh, tapi karena aku memang tidak mengerti maksud dari pertanyaan Agnes.

"Baik-baik aja, bukan?" sahut Katy dengan hati-hati. Aku mengangguk mantap, meng-iya-kan.

Agnes berdecak dan menatapku yang tidak ngerti arti tatapannya, "Ck. Bukan itu yang gue maksud. Maksud gue, lo hanya sekedar berteman sama dia?" tanya Agnes.

Aku menggeleng sambil menikmati Ice cream Vanila ku, membuat mereka menatapku dengan mukanya yang sangat plongo. Aku menahan tawaku.

Nathan memincingkan matanya ke arahku, "Lo sama dia berpacaran?" tanya Nathan.

Sedetik kemudian aku tertawa. "HAHAHA ASLI MUKA KALIAN HAHAHA...." Aku memegangi perut yang keram karena tertawa.

Namun, mereka melihatku dengan muka yang serius. Aku berdehem mencoba menghentikan tawaku, "Oke, oke. Gue dan Rio itu memang lebih dari sekedar teman- "

"Kalo begitu kalian pacaran?" tukas Katy, aku menggeleng mantap.

"Lalu?" tanya Agnes.

Aku mendengus kesal, "Makanya jangan potong omongan gue. Gue belum selesai ngomong!" gerutuku.

"Ayolah, My Angel. Lo buat kita penasaran." sunggut Nathan.

"Kepo banget sih kalian." cibirku. "Gue sama dia memang lebih dari sekedar teman. Walaupun, gue bilang begitu bukan berarti gue berpacaran sama dia. Memangnya kalau lebih dari teman itu tandanya dia pacaran?" lanjutku. Hening. tak ada jawaban.

"Gue dan Rio bersahabat. Sahabat lebih dari teman, bukan?" tanyaku.

1 Detik . . .

2 Detik . . .

3 Detik . . .

Mereka mengangguk bersamaan dan bibir mereka melengkung ke atas. Terukir jelas senyuman di wajah mereka.

***

LEO POV

Kami----The King---lagi berkumpul di rumah Bryan. Lihatlah sekarang Bryan dan Rio asik bermain PS. Sedangkan, aku hanya melihat mereka berdua yang heboh. Karena Bryan selalu bermain curang. Gio? Dia asik berkutat dengan ponselnya yang gambar apel digigit.

Bungkus bekas makanan ringan pun berserakan di mana-mana. Aku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka.

"GOOOOLLLLL!!" Bryan teriak dengan heboh.

Pletak!

Rio menjitak kepalanya Bryan membuat ia mengaduh kesakitan.

"Lo curang lagi, Sumo!" sunggut Rio.

"Ngga, sih. Lo aja yang nggak bisa mainnya." cibir Bryan.

Aku pun melempar kacang ke arah Bryan sambil tertawa. "Lo emang curang daritadi, Sumo!" Aku ikut menimpali.

"Don't call me Sumo! My name is Bryan Kusumo Wijaya! And you just call me Bryan!" geram Bryan yang masih fokus dengan gamesnya.

"Tapi ada kata Sumo-nya, di nama lo itu, Sumo! Hahaha." ledek Rio sembari tertawa.

"Sumo kalo mainnya nggak curang, nggak enak ya, Mo." celetuk Gio yang disusul tawa olehku dan Rio.

"Awas aja kalian, kalau semua orang jadi panggil gue 'Sumo' akan gue patahin leher kalian satu persatu." ancam Bryan yang masih setia dengan aktivitasnya.

Aku, Gio dan Rio pun terbahak mendengar ancamannya, "Woi, gantian dong mainnya." protesku.

"Nanti aja, ah. Lagi seru, nih. ya, nggak?" cetus Rio sambil menyikut Bryan yang berada di sampingnya.

"Yaap! betul." sahut Bryan sambil manggut-manggut.

Aku beranjak dari tempat. Gio menatapku. "Ke halaman belakang daripada di sini cuma nonton mereka berdua aja." tuturku yang mengerti arti tatapannya.

Gio pun ikut beranjak. Sekarang malahan aku menatapnya balik, "Gue ikut." sahutnya.

Kami---aku dan Gio---berada di halaman belakang rumah Bryan. Aku memilih bermain basket. Sedangkan, Gio duduk di kursi.

"Lo udah minta maaf sama Angel?" tanya Gio, aku menghampirinya sambil memantul-mantulkan bola basket.

"Udah." jawabku santai dan duduk di sebelahnya.

Dia memajukan badannya dengan memiringkan kepalanya, "Apa dia mau maafin lo?"

Aku meletakan bola basket di kaki, "Iya. Dia maafin gue."

Jangan heran kenapa Gio menanyakan ini. Karena sebelumnya aku belum kasih tau ke dia masalah kejadian waktu di taman.

"Dan syaratnya lo harus menjauh dari dia?" Selalu tepat sasaran.

"Ya, gitu deh. Dia juga bilang anggap aja kita gak saling mengenal. Jadi, Ya... seperti sekarang ini." tuturku.

"Udah gue duga."

"Siapa yang gak saling mengenal?" tanya Bryan yang tiba-tiba datang dari belakangku dan Gio.

Oh, dia datang bersama Rio dengan beberapa makanan dan minuman di tangannya.

"Hei! Bantuin gue, banyak banget makanan dan minuman yang gue bawa!" celetuk Rio membuat kami terkekeh, dengan baik hati Gio menghampiri dan membantunya.

"Heh, kalian belum menjawab pertanyaan gue. Siapa yang nggak saling mengenal?" tanya Bryan yang ternyata masih mengingatnya.

Aku terdiam dan menatap Gio. Apa gue harus bilang? Tapi di sini ada Rio, dia kan deket dengan Angel.

"Kenapa lo lihatin gue kayak gitu?" tanya Rio yang berada di hadapanku.

"Apa ada hubungannya sama Rio?" tanya Bryan.

Refleks aku menggelengkan kepala, "Nggak ada."

Mataku beralih menatap Gio, aku menatapnya dengan tatapan memohon pertolongan.

Gio berdehem kecil, "Ehm. Bryan, tadi kenapa yang bawa semua makanan dan minuman Rio? kenapa nggak kalian berdua?" tanya Gio mengalihkan topik pembicaraan.

Bryan terbahak, ja mengedikan dagunya. "Hahahaha... tadi dia kalah main sama gue. Dan hukumannya dia seharian ini harus jadi babu gue." jawab Bryan yang mulai lupa dengan topik awal.

"Tega banget lo sama teman sendiri." ucapku seraya terkekeh.

"Udahlah. Jangan terus mengejek gue." geram Rio.

"Nggak apalah, Ri. Sekali-kali lo jadi bahan ejekan." ujar Bryan terbahak.

"Sumooooo... awas lo!" Geram tertahan Rio.

***

Author P.O.V

Seorang lelaki tampak gelisah dengan tidurnya. Dia merubah posisinya menjadi duduk.

"Oh, God! Sampai kapan gue harus menyembunyikan rahasia ini?" geramnya sambil menjambak rambutnya sendiri.

"Dia harus tau ini semua. Ya, dia harus tau." ucapnya pada diri sendiri.

"Tapi kalo dia tau semuanya, dia akan marah sama gue karena nggak dari awal kasih taunya. Sepertinya gue harus cari waktu yang tepat untuk kasih tau ini semua. Ya! Gue gak boleh gegabah! "

Dia menidurkan badannya lagi di kasurnya. Dan memejamkan matanya sambil menenangkan pikirannya.

- TO BE CONTINUE -

Taaarraaaaaaa . . .

Gue kembali ngepost nih;))

Ditunggu Vomment nya yaaaap Hug{}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro