Eps 6 - Cerita pertama - SL

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ting!

"Okay Ladies. This is Captain Nathan speaking. Silahkan melepas sabuk pengaman masing-masing. Semoga kalian semua menikmati perjalanan panjang kali ini"

Ting!

Kini pesawat sudah berada kondisi aman untuk melepas pengaman. Astri menjadi yang pertama kali berdiri.

"Mbak Dian, Crystal...ku tinggal dulu ya. Kalau butuh sesuatu, aku standby di cabin CA. Dan kalau kalian ingin beristirahat, cabin peristirahatan sudah bisa dipakai" Astri mengakhirinya dengan senyuman.

Dian tersenyum, lalu mengangguk.

Setelah Astri selesai mengemasi nampan berisi teko, cangkir-cangkir dan berjalan menjauh, kini Crystal menoleh kearah Dian dan menunjukkan senyuman lucu-nya. "Mbak Di..."

Dian hanya membalas dengan lirikan.

"Aih...mbok jangan ngambek toh mbak. Aku minta maaf deh" Crystal menawarkan jabat tangan.

Dian terdiam sejenak, membiar kan tangan gadis itu menggantung beberapa detik. Lalu ia menyambut tangan itu.

"Okay, but you have to promise me one thing..." Tukas Dian. "...Kamu harus ceritain semua! Then we have a deal"

"Siap!" Seru Crystal sambil menjabat tangan Dian dengan mantab.

Crystal mulai mengeluarkan tab dari belakang tubuhnya. "Okay. Mbak Di mau mulai dari mana?"

"Kita mulai dari kamu. Ceritakan apapun yang aku harus tau mengenai diri kamu. Pertanyaan yang lain menyusul"

Crystal meletakkan tab-nya diatas meja. Kemudian memposisikan duduknya menjadi agak menghadap kearah Dian.

"Namaku Crystal Liana. Kak Liana...maksudku... Kak Zahra Berliana memintaku secara pribadi kepada atasan-ku secara langsung, untuk menjadi penanggung jawab keamanan mbak Dian untuk perjalanan kali ini. Aku minta maaf kalau persoalan ini gak ku kasi tau ke mbak Di tadi"

Dian terdiam sejenak. "Okay. Profesi kamu sebenernya apa? Dan tolong jelasin mengenai maksud tante Sarah tadi soal permintaan tolong"

Crystal tersenyum. "Soal itu, jawabnya agak panjang gapapa ya? Ku coba jelasin satu persatu"

Dian menjawab dengan sekali anggukan.

"Ibuk adalah pemilik panti asuhan dimana kami tumbuh. Aku, kak Liana, kak Nathan, juga kak Astri, kami semua besar di panti asuhan yang sama. Soal profesi, um...gimana ya..." Crystal menggaruk kepala. Tampah jelas raut kebingungan di wajahnya.

"Bodyguard? Private sector mercenary?" Dian berusaha membantu Crystal. Sekaligus mengutarakan dugaan yang telah disimpannya dalam hati semenjak tadi.

Mata Crystal membulat, lalu berkedip beberapa kali. Sedikit terkejut dengan statement yang dilontarkan oleh Dian. "Aku...terkejut lho mbak Di bisa nebak kesitu!"

"Eh? Jadi beneran?!" Kali ini Dian ikut terkejut mendapati tebakannya tepat sasaran.

Crystal mengangguk.

"Umur kamu berapa sih Cryst?" Dian melanjutkan.

"Kalau menurut mbak Di, umurku berapa?"

Dian mengangkat alisnya. "Kalau liat penampilan kamu nih, mungkin sekitar 20an awal. Tapi...kalau aku nggak salah dengar, pangkat kamu Kopral ya? Emangnya bisa umur segitu?"

"Umurku 18 mbak. Hehe..." Jawab Crystal penuh percaya diri. "...soal pangkat, di agensi tempat ku kerja, pangkat diberikan untuk menandai tingkatan kemampuan kak. Agak beda sama aturan militer konvensional sih. Tapi, di beberapa tempat, kami juga masih mengadopsi beberapa fungsinya"

"No way...!" Pekik Dian. "...kamu...masih 18 tahun!?"

"Hu'um..." Crystal mengangguk.

Dian mengurut-urut keningnya. Sekilas mengingat kejadian saat terakhirkali dirinya bertemu dengan Liana 10 tahun yang lalu. Mereka ini sekumpulan orang macam apa sih? Rutuk Dian dalam hati.

"Boleh ku terusin mbak?" Gadis itu bertanya.

Dian hanya membalasnya dengan satu anggukan lesu.

"Nah, soal permintaan kak Liana...gini mbak..." Crystal mengambil tab, lalu mengaktifkan layarnya. Jemarinya terlihat beberapa kali melakukan ketukan dan geser, kemudian memberikan tab tersebut kepada Dian.

Dian melirik keaeah layar tab, lalu megerutkan kening, "Ini kan folder yang isinya cerita tulisan-tulisan kamu yang tadi pagi Cryst?"

"Sebenernya nggak semua sih mbak. Mayoritas tulisan-tulisan itu punya kak Liana. Sisanya, baru tulisan kami," Crystal mulai menunjuk beberapa file.

Dian menoleh ke Crystal, "kami?"

"Nah, sekarang mulai kuceritakan soal kak Liana," Crystal menatap kearah Dian.

"Sebenernya tuh, kak Liana udah Setahun ini punya hobi baru, yaitu digital painting sama nulis cerita. Dia niat banget lho mbak, sampai gabung di beberapa milis dan forum kepenulisan juga," Crystal mulai mengetuk pada layar tepat pada salah satu file. Sebuah tampilan aplikasi tampak melebar, menampakkan beberapa lembar draft dan ilustrasi.

"Ini beberapa karya digital painting Dan ilustrasi punya kak Liana mbak," Crystal mulai menunjukkan beberapa file image yang terdapat pada sebuah akun dalam aplikasi itu.

Kemudian Crystal mulai menunjuk sebuah image yang menyerupai sebuah Cover buku.

"Ini adalah salah satu tulisan kak Liana mbak," Crystal mengetuk dengan jarinya beberapa kali layar Tab itu.

"Yang ini nih sudah sempet di publish juga lho di salah satu platform baca-tulis di android. Udah dapet beberapa reader. Dibaca lebih dari seribu kali lho!" Gadis itu tampak antusias.

Dian memperhatikan jemari Crystal yang menunjukkan data-data parameter.

"Aku paling suka yang ini sih. Yang udah di publish. Yang ini tuh nyeritain tentang first love-nya kak Liana. Duh, sampe baper aku tuh bacanya"

"Kak Liana juga menjalin korespondensi dengan beberapa penulis juga disini. Dialog mereka lucu-lucu sih," kali ini Crystal menunjukkan beberapa percakapan pada kolom komentar.

"Tapi, 5 bulan yang lalu, tiba-tiba kesehatan kak Liana menurun. Sampai akhirnya 3 bulan yang lalu, kak Liana mulai ndak bisa ngetik. Tapi sering kali kami lihat dia ngotot banget ngetik. Sampai-sampai terkadang kami lihat dia tuh bela-belain nggak tidur malam," mulai tampak kias kesedihan pada wajah Crystal.

Mulai timbul beberapa pertanyaan dalam benak Dian. Namun ia memutuskan untuk tetap mendengarkan Crystal.

"Kami, teman-temannya kan ngerasa gimana gitu. Sampai salah satu dari kami memberanikan diri buat nanya ke kak Liana, sebenernya dia tuh ngejar apa sih. Dan setelah kami dapet jawaban, kami memutuskan buat bantu mewujudkan impian kak Liana"

Crystal mengetuk satu buah file pada tampilan layar.

"Cuman ya gitu, kami semua minim pengetahuan soal tulis-menulis. Nah...akhirnya kak Liana mutusin buat mintak tolong ke mbak Dian, untuk jadi guide buat kami," Crystal mengakhiri cerita. Sudut matanya terlihat mulai basah.

"Kamu...nangis Cryst?"

Crystal tersenyum, "Hampir mbak"

"Liana sakit apa? Mengenai impian Liana juga. Kok sampai ngotot gitu?" Dian mulai penasaran.

"Soal sakit, kak Liana berpesan kalau dia sendiri aja yang nyampaiin langsung ke mbak Dian...," Crystal mengangkat sedikit kacamatanya untuk menyeka air mata yang sedikit terkumpul disudut matanya. "...soal impiannya, nanti bi..."

Ting!

"Captain Nathan speaking. Panggilan untuk saudari Crystal yang manis, diharapkan kehadirannya di kokpit. Captainmu ini butuh asisten. Terimakasih"

Ting!

"Uurghh..." Crystal sedikit menggeram, merasa jengkel lantaran pembicaraannya terpotong.

"Kayaknya mbak Di bakal kutinggal bentar deh. Coba mbak Di baca-baca dulu aja tulisan-tulisan kak Liana, sekalian minta tolong koreksiin yah," Crystal mulai berdiri dari duduknya.

"Mbak Dian bisa pake sofa yang disana tuh, kali aja mau baca sambil duduk santai," ujar Crystal sambil menunjuk sebuah sofa yang terletak tak jauh dari posisi mereka. " Kutinggal dulu ya Mbak. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi"

Setelah Dian menyaksikan Crystal berjalan menjauh, is berdiri dan memutuskan untuk melakukan saran Crystal. Sambil membawa tab yang diberikan Crystal kepadanya, Dian melangkah kearah sofa dan mengambil tempat disudut sofa tersebut untuk duduk.

Mulai melihat kearah aplikasi yang dibuka oleh Crystal. Mengetuk dengan jari sebuah icon Cover disana. Membaca judul pada cover itu.

Love for the AVA? Dian mengerutkan kening.

"First love nya Liana ya" Dian bergumam.

Dian masih tak habis pikir, kalau ternyata sahabatnya itu mempunyai keinginan untuk menjadi penulis. Walau saat ini Dian juga sedikit merasa senang, tapi ia juga masih menyimpan banyak pertanyaan. Dian masih belum sebegitu dekat dengan Liana. Masih banyak hal mengenainya yang ternyata belum diketauhi oleh dirinya.

Dan sebenarnya masih banyak hal lain yang ingin ditanyakannya kepada Crystal soal Liana. Namun Dian hanya bisa menyimpan pertanyaan pertanyaan itu untuk dirinya sendiri saat ini. Mungkin dengan membaca tulisan Liana, Dian berharap, sedikit demi sedikit nantinya ia akan bisa memahami lebih jauh mngenai sosok yang selama ia anggap ebagai ahabat tersebut.

Dian kembali melirik kearah layar tab dan pandangannya terpaku untuk sejenak pada gambar sebuah cover. Kalau menurut Crystal, ini adalah kisah tenang  "Cinta pertama" dari sahabatnya itu.

Sebuah senyuman mulai terbit di wajah Dian.

Dian mulai membuka laman pertama dari buku itu. Lalu munculah beberapa bait tulisan.

Π

" What is reality? What is not?
Just keep the fantasy

Never mix... What happened in here
With real life
Me here and there aren't the same
Trust me !!

And If you ever got "something"
From me...
Use it as a thing to push your life
Further... to the better

If you not, please keep the memory
They are meant alot to me
And please... Let me go"

- Angelique Escort -
DiGi ID, Izzara Liana

Π

Dian lagi-lagi tanpa sadar, Dian mengeryit.

"Maksudnya apa ya?" Gumamnya.

"Ntar dulu aja deh. Let's just read the book. Kayak apa sih Na, cinta pertamamu"

Diana membuka laman berikutnya. Dian mulai membacanya.

—————————

Prologue

Montreal, 18 Mei 2018 - 22:38

Seorang pria sedang menatap layar PC sambil mengurut urut kening nya. Usaha nya untuk tetap fokus pada pekerjaannya selama setengah jam ini belum membuahkan hasil.

Kamarnya gelap. Hanya ada cahaya dari layar PC dan beberapa lampu indikator kecil pada unit CPU yang beberapa kali berkedip.

Menghela nafas sesekali, menoleh pada ujung kiri meja kerja nya.

Pria itu tersenyum pahit menatap sebuah pigura digital kecil yang berdiri disana. Pikiran nya melayang kepada masa-masa yang terikat erat dengan image yang sedang ditampilkan, meresapi kenangan yang hinggap di hatinya bersama dengan perasaan dan emosi yang menyertai pada waktu itu.

Ya...
Waktu itu...

Untuk pertama kali setelah 11 tahun, sisi hati yang telah lama ia tinggalkan tiba-tiba kembali terbuka. Saat ia berjumpa dengan "dia".

Perjumpaan yang 'ajaib'. Menurutnya...
Perjumpaan yang merubah...
Perjumpaan yang terjadi di titik terendah dalam hidupnya...
Yang telah berhasil mengangkat nya kembali...
Perjumpaan yang...
Melelahkan...

Ia memejamkan mata sejenak...

Meregangkan kedua tangannya ke atas, menurun kan nya sembari mengambil nafas panjang.
'sebaiknya aku berhenti sejenak', pikirnya.

Meraih tetikus di tangan kirinya. Menggerakkan kursor untuk menemukan button close,
berhenti sejenak.

Dengan tangan kanannya, jemarinya lincah menekan tombol-tombol kombinasi short cut pada keyboard, memberi perintah pada aplikasi yang sedang dipakainya bekerja untuk menyimpan progress pekerjaan nya.

Dengan satu klik Dari ujung telunjuk tangan kirinya, aplikasi itupun akhirnya tertutup.

Memandangi tampilan home desktop pada layar, melirik sisi kanan yang penuh icon, pandangannya fokus pada salah satunya...

'apakah "dia" akan online hari ini..'

Menghela nafas,
Tiba-tiba rasa perih hinggap tanpa permisih di hatinya.

"... SERIUS !! Loe ... loe yakin sama perasaan loe Josh !!?... ", kenangan akan sebuah percakapan terlintas, menggema di kepalanya.

Kata-kata dari salah seorang sahabat secara lucu terbayang sekaligus hadir dengan ingatan akan wajah terheran-heran sahabatnya pada waktu itu.

Menelangkup wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangan, mengusap sekali, dua kali, kemudian meraih kembali tetikusnya dan menggerakkan kursor ke arah icon yang beberapa detik ini ia pandangi.

Sedikit keraguan hinggap di hatinya.

"...unbelieveble..!! Joshua yang terlampau logis telah mengalami cyber crush... Haha!! ", sebuah dialog kembali menggema di kepalanya...

"...one hell of a crush..right through tha' fuckin fortress of your heart ..."

Ia tersenyum...

...drrrrt drrrt...

Smartphone miliknya bergetar.

Melirik ke arah sisi kiri meja kerja, sejenak pendangannya hinggap ke arah sebuah pigura digital kecil.

"heuft...", ia mendesah lesu.

Lalu menggapai smartphone yang tergeletak tepat didepan pigura itu.

Notifikasi pesan singkat muncul. Membukanya dan membaca isinya.


——

>Michael Han
" how's the project?"

——

...Dengan lincah ia mengetik balasan...


——

Joshua Lim<
" around 89%"
" i guess"

>Michael Han
" you guess ?"

Joshua Lim<
" yeah"
" and i'm stuck"

——

...Menunggu balasan, ia menyesap kopi dari sebuah mug porcelain hitam...


——

>Michael Han
" loe butuh istirahat bro... Deadline nya juga masih sebulan lagi"

——

...Meletakkan mug nya di meja, kemudian membalas pesan...


——

Joshua Lim<
" tapi bagian produksi butuh untuk setting mock up design"
" Mungkin 2 hari lagi kelar"

>Michael Han
" jangan maksain diri loe bro..."
" istirahat bentar lah... Bikin otak loe fresh dulu, trus lanjut deh..."

Joshua Lim<
" set dah"
" Merinding gua bacanya"
" Gak biasanya lu perhatian ma gua"
" ada maksud apa lu?"

>Michael Han
" ...hehe... Anak2 bagian research butuh tambahan buat squad... Mau push rank nih..."
" ikut yak..."

——


..Berpikir sejenak. Memantap kan hati nya. Lalu membalas pesan...


——

Joshua Lim<
" gua nggak ikut deh"
" Sorry"

>Michael Han
" ya elah bro... Loe kan tanker paling ajib kita... Masak loe kagak ikutan? "
" ikut lah... Istirahat bentar..."
" masak kerja mulu.."
"ato jangan-jangan loe mau log in "ke sana" lagi...!?!"

——

...Joshua tak membalas pesan. Ia ragu.

Tapi sungguh hal ini adalah perkara penting untuknya.

Log in kembali "ke sana " memberinya harapan. Harapan untuk kembali bertemu dengan "dia". Walaupun sebenarnya Joshua tau kalau kemungkinan nya untuk bertemu sangatlah kecil.

"dia"

Sosok yang telah membuka kembali perasaan nya yang telah beku. Sosok yang telah memberinya semangat untuk kembali menatap hidup. Sosok yang telah memberinya keyakinan untuk kembali memaafkan dan mempersatukan orang tuanya.

"dia"

Ialah sosok "maya" yang jauh dari nyata.
Sosok yang terlalu jauh untuk direngkuh.
Sosok yang...

'semu'

Tapi karena "dia" lah, Joshua pada akhirnya memberanikan diri untuk merengkuh dan berdamai dengan kenyataan.

...drrtt drrtt...

Notifikasi pesan singkat muncul pada layar smartphone.


——

>Michael Han
" lama amat balesnya bro... "
" ya wes lah... Serah loe... "
" gw paham "dia" penting buat loe.."
" pesen gw, Jangan terlalu berharap"
" pertemuan kalian terlampau singkat, dan dari cerita yg gw denger dari loe... "dia" udah kasi semangat ke loe... Cuman... Tetep... Jangan terlalu berharap"

Joshua Lim<
" mau gimana lagi Mike"

>Michael Han
"oke...gw paham... Biar gw yg ngomong ke anak2. Loe berangkat dah ke "love quest" loe... Gih sana!!"

Joshua Lim<
" kebanyakan ngetik titik"
" set dah, Love quest katanya"
" makasih Mike, lu emang sahabat gua yg paling ajib"

>Michael Han
" bah!! Sempet-sempetnya kritik chat style Gua..."
" ...dah sana log in.."

Joshua Lim<
" nah tu, titik titik lu banyak"
" wkwkwk"
" okay"
" thanks bro. Ketemu hari senin di kantor"

>Michael Han
" chills... Bye..."

——

...Menutup halaman pesan singkat pada smartphone. Menaruhnya di sisi kanan meja. Kemudian memantapkan hatinya.

Josh melakukan double klik pada icon yang sedari tadi terus berkutat di kepalanya.

Muncul halaman depan sebuah 3D social world. Atau at least, itulah definisi yang Joshua anggap paling cocok untuk menggambarkan game online ini.

Sebuah game yang bahkan tak punya aturan main standard, kecuali peraturan-peraturan dasar yang dimaksudkan untuk kepatuhan para pemain akan peraturan-peraturan moral internasional dan anti cyber crime.

Membulatkan tekad nya.
Akhirnya ia mengetik dengan mantab.

ID Avatar : Josh Lim
Password : ********

LOG IN . KLIK!!

—————————

"Hmm...soal game online ya? Menarik" Dian mulai penasaran.

Demi menolong seorang sahabat, Dian kali ini memutuskan untuk tenggelam dalam cerita. Berusaha untuk menangkap jiwa yang ditiupkan oleh sang penulis kedalam cerita tersebut, demi untuk memahami lebih jauh. Siapakah sosok Zahra Berliana.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro