Eps 9 - SL 3 - How could she

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part ini banyak ilustrasi-nya ya. Nyenengin baca nya.

Apalagi dialog terakhir nih...

Sudut bibir nya terangkat.

Dian tersenyum ketika membaca baris dialog diakhir paragraf pada part sebelumnya.

Seorang escort girl yang bisa baca pikiran?

Bisa aja tuh anak. Dian menggeleng-gelengkan kepala.

Namun kemudian sesuatu dirasakannya sangat aneh. Bahkan sebenarnya hal ini sudah dirasakannya semenjak pertama kali dibacanya cerita ini. Namun ia belum menemukan letak keanehan itu.

Selain perkara penggunaan beberapa tanda baca yang nggak semestinya, dan kaidah aturan kepenulisan yang agak berantakan, kayaknya nggak ada yang krusial sih.

Hmm...

Apa ya?

Dian berusaha memeriksa kembali dua halaman sebelumnya. Secara cepat dibacanya tiap-tiap plot. Dan kemudian suatu pertanyaan muncul dikepalanya.

Tunggu dulu?

Ini...tokoh Izza nggambarin siapa ya?
Liana kah?

Bukan-bukan, ada yang lebih penting dari hal itu. Tapi apa ya?

Dian mencoba untuk berfikir lebih keras. Mencoba mengingat-ingat beberapa hal.

Crystal bilang, cerita ini tulisan Liana mengenai kisah cintanya yang pertama kan?

Liana nulis cerita...

!!!!

Kok bisaa??!!

Dian mengerutkan kening. Ia menjauhkan layar tab dari wajahnya. Berusaha merenungkan keterkejutannya.

Kalau mengingat mengenai kekurangan pada sahabatnya itu dalam hal pengelihatan, sungguh hampir mustahil untuk orang seperti Liana menulis sebuah cerita.

Beberapa saat kemudian, terbesit sebuah gagasan dikepala Dian.

Oh...!!

Mungkin Liana minta tolong ke beberapa temannya buat jadi ghost writer nya dia...

Aah...ya ya....

Mungkin kayak gitu...

Ngerti deh aku sekarang.

Dian mulai memahami satu-persatu mengenai apa yang sedang terjadi.

Mengenai permintaan tolong Nyonya Sarah. Mengenai perkataan Crystal soal permintaan bantuan Liana kepada Dian. Semuanya mulai tersusun menjadi satu.

Dian kembali tersenyum.

Namun, alih-alih ia kembali untuk melakukan tugasnya, Dian masih kukuh pada pilihannya untuk berhenti meng-koreksi sementara waktu. Ia ingin menyelesaikan membaca cerita ini terlebih dahulu.

Sabar ya Na, ntar aku janji koreksi lagi deh.

Kemudian, dengan ujung telunjuknya, Dian memilih untuk membuka laman part selanjutnya.

——————————

" How Could She ?... "


Montreal, 4 April 2018 - 21:13

Terbangun dari tidur yang singkat, perasaan yang sangat ringan memenuhi Dada. Josh duduk sejenak ditepian tempat tidur, menikmati moment ini dengan senyum yang terlukis lebar diwajahnya.

Setelah menyegarkan tubuhnya di kamar mandi, Josh menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Memejamkan mata. Saat ini ia cuma ingin menikmati perasaan yang campur aduk. Sama sekali tak menyesali keputusan yang diambilnya siang tadi. Keputusan yang membawanya ke sebuah pengalaman baru.'kok bisa sih?!',

Josh mengingat-ingat beberapa peristiwa yang dialaminya bersama gadis yang baru saja dikenalnya. 'Izza, gadis gila!',seru nya dalam hati.

Sudut bibir nya naik. Tersenyum kecil mengingat kembali hal-hal yang di alaminya sepanjang sore ini, yang telah berhasil membuat Josh sejenak melupakan tentang perusahaan. Hanya 'sejenak'.

Menghela nafas panjang. Mengurut urut dahinya. Dan kemudian ia dikejutkan dengan suara yang datang dari arah meja kerja nya. Ia membuka matanya sambil bangkit dan duduk ditepian tempat tidurnya.

...drrt...drrt...

Josh berdiri, melangkah mendekat ke arah meja kerja. Diraihnya smarthphone yang sudah beberapa kali bergetar. Mengerutkan dahi nya.

'Michael ?'. Menekan sebuah tombol, lalu mendekatkan perangkat itu ke telinga.

"ya halo... "

"woi Josh... nganggur gak?". Sebuah suara terdengar.

"nggak sih. Napa?", jawab Josh agak malas.

"ya elah... Lu lagi apa? Hang out yuk. Ada yang mau gua kenalin nih ama loe. Ya ya...".

"gua capek mike. Seharian ngurus pelunasan".

"Josh... gw paham posisi loe. Tapi ayolah... 'Let loose' bentaran kan gapapa. Kapan sih gw ngecewain loe? Tenang aja... On me!! Gw yang traktir"

"... ".

Josh tak membalas. Ia meresapi kata-kata sahabat nya. Sambil mengingat ingat kelakuan Mike 6 tahun terakhir, yang selalu berusaha mengenalkan nya kepada banyak sekali wanita. Yang selalu di setiap pertemuan, berakhir dengan penolakan dari nya.

'loe bukan gay kan Josh?', tanya mike. kenang Josh akan suatu kesempatan.

Sebenarnya bukan itu alasan Josh. Hanya saja, Josh masih sulit untuk membuka hati nya. Pengalaman mengatakan padanya agar selalu berhati-hati untuk berurusan dengan lawan jenis.

Dia suka wanita. 'cuman gua belum butuh'. Jawab Josh kepada Mike pada waktu itu.

'ya... Kali aja loe gay. Kalo emang gitu masalah nya, ya gua cariin cowo buat loe...'. Ingat nya lagi soal kata-kata sahabat nya. 'setan tuh anak'. Josh tersenyum.

"Halo!! Loe masih disana kan!?!?". Teriak Mike sedikit mengejutkan Josh. Menyadar kan Josh dari lamunan nya.

"iya gw masih disini".

"lama amat bales nya. Udah gini aja, gw tunggu loe di Sparrow. Gw dah pesen kursi sama Alan. Kebetulan gw ada janji ketemu sama orang disana. And one more thing, ada yang mau gw omongin ke loe Okey!! Chiao!". Secara sepihak sahabat nya memutuskan sambungan telepon.

'belum nge-iya in juga. Dah maen tutup aja tu brengsek'. Batin Josh sambil memandangi smartphone miliknya.

Tetapi memang Mike sungguh tak pernah sekalipun mengecewakan Josh. Satu-satunya sahabat yang selalu ada di samping nya di saat apapun. Mike tersenyum. Lalu teringat salah satu saran yang di ucapkan oleh Izza. Meresapi nya sejenak.

'gak ada salah nya jugak sih', batin nya.

'mungkin hari ini memang waktu istirahat buat gw', pikirnya.

Pertemuannya dengan Izza, gadis ajaib yang misterius. Dan sekarang salah satu dari dua sahabat nya mengundang nya untuk sekedar berasantai di bar langganan mereka.

'ngenalin gw sama seseorang?'. Pikir Josh. Menghembush kan nafas. 'cewe mana lagi yang dibawa?'.

Josh mengambil Mug kopi nya, berjalan ke arah dapur. Lalu di taruh nya benda itu kedalam wastafel. Melangkahkan kaki nya mendekati pintu keluar. Menyambar leather coat warna hitam yang menggantung di sandaran sofa. Lalu ia membuka pitu apartemen, melangkah keluar, lalu menguncinya. Berjalan menuju ke Bar dimana Mike, sahabat nya menunggu.

Bar itu terletak di sebuah tempat di persimpangan antara jalan St. Viature dan Fairmount. Berjarak beberapa blok dari komplek apartemen Josh. Alan, pemilik Bar itu adalah teman Mike sejak kecil. Semenjak pertama kali dibuka, tempat itu menjadi spot favorit mereka untuk berkumpul.

Sparrow, 21:58

Josh melihat ke arah jam tangan. Berharap sahabat nya tak marah karna menunggu nya terlalu lama. Josh memilih berjalan kaki dari pada naik bis untuk menuju tempat ini.

'menghemat kredit kartu langganan', pikirnya.

Josh memasuki Bar itu. Memicing kan mata ke arah deretan Bar stool yang sudah di duduki beberapa individu. Di lepas nya coat, dan menggantung nya di gantungan jaket. Melangkah mendekat ke arah Bar.

'ah!! Itu dia!!'. Josh menemukan sahabatnya.

Terlihat Mike sedang asik mengobrol dengan seorang pria yang duduk bersebelahan.

'cowok? Nih anak edan gak bener-bener nganggep gua homo kan?'.

Josh mendekat. Sekilas wajah lawan bicara Mike terlihat. Wajah itu tampak familiar.

'tapi ketemu di mana ya?'.

Josh berputar, mengambil arah di belakang Mike. Berusaha untuk tak mengganggu obrolan yang terlihat seru. Perlahan menarik Bar stool kosong di sebelah Mike. Lalu menduduki nya.

Seorang bartender menyapa Josh dengan anggukan ke atas. Menyodorkan kepalan tinju ke arah Josh. Dibalas nya dengan benturan ringan tinjunya ke arah kepalan tangan bartender itu. "Alan !", sapa nya ringan.

"How you doin' mate? Gue turut menyesal, Mike udah cerita ke gue. Lu yang tabah, keep on fighting bro". Alan berusaha ber-simpati, sekaligus menyemangati Josh.

Josh tersenyum, "thank's brother".

"Lu mau pesen apa? On the house!", tawar Alan kepada Josh.

"Beneran nih? Ni bocah juga bilang mau nraktir gua!", balas Josh sambil memukul punggung Mike yang sepertinya sedari tadi belum menyadari kehadiran nya. Tampak terkejut, Mike akhirnya menoleh.

"Wooiii !! Anying!! Udah dateng aja loe, gak manggil-manggil gua!!". Teriak Mike, yang sontak membuat Josh reflek menutup telinga dengan ke dua tangan.

"Berisik banget lu setan!!".

Mike berdiri, lalu memeluk Josh. Di balas nya pelukan dari sahabat nya itu. Sedetik kemudian pundak nya di pegang erat oleh Mike.

"loe masih gapapa kan? Gimana urusan pailit loe? Udah kelar?".

Josh mendengus pelan. Ia tersenyum. "ya, hari ini urusan terakhir udah gua kelarin. Lu gimana? Ajumma sehat?".

"gua super sehat. Mama juga sehat, kangen sama loe katanya. Sekali-kali main lah kerumah". Balas Mike dengan senyum lebar yang khas.

"duduk deh loe!". Mike mempersilahkan. Menoleh ke arah Alan,

"Bray, kasih apa aja yang diminta ma ni anak. Gua yang bayar!! Sama nambah MoFi Seporsi ya".

Bartender itu mengangkat sebelah alisnya, "MoFi? Paan tuh?"

"ya elah bray, mozza stick! Kan dah gua bilang, ganti nama aja jadi MoFi. Pasti keren. Tambah laku ntar, percaya gua!!". Balas Mike, yang disusul dengan ekspresi heran Josh dan Alan.

Menyadari ekspresi kedua sahabat nya itu, Mike meneruskan kata kata nya.

"MoFi... Mozza Fingger!! Udah ah... Kalo nggak mau ya gapapa sih...". Disambut dengan ekspresi datar Alan yang lalu melirik ke arah Josh. Josh hanya menaik kan bahu.

Mike menghela nafas, kecewa ide briliant nya di tolak, kemudian kembali duduk. Tak lama kemudian, kedua sahabat nya menggelak tawa.

Josh kembali duduk, menyandarkan siku pada tepian bar. Melihat ke arah Alan, "Beer satu bro".

"rite away!!", balas Alan sambil berjalan ke arah rak yang berisi tumpukan gelas-gelas besar.

"oh iya Josh, gua mau kenalin loe ke seseorang", tukas Mike. Sambil memperkenalkan seorang pria yang tadi sedang mengobrol dengan Mike.

"Josh... Ini Karel, Kar... ini sahabat gua Joshua... yang gua ceritain ke loe".

Josh berdiri dari duduk, menyambut uluran tangan pria yang dipanggil Karel itu. Lalu menjabat tangan pria itu.

"Joshua Lim".

"Karel Chladek", balas pria itu.

Sembari membalas jabat tangan pria ini, Josh sedikit terkejut. Menyadari sesuatu. Setelah mendengar namanya, akhirnya ia mengingat sesuatu yang berhubungan dengan pria yang sedang bersalaman dengan nya ini.

"Karel ini fotografer handal Josh. Salah seorang yang bantuin Alan gedein bar ini nih", seru Mike.

"iya... Gua tau kok. Gua beberapa kali liat karya-karya nya di majalah Vogue", Josh membalas.

"wah... Iya ya, loe kan juga fotografer ya. Yaudah deh... gua mulai aja". Mike meneguk sekali minuman dari gelas nya.

"Jadi gini Josh... ", Mike memulai pembicaraan,

"... Karel ini temen gua, kemarin dia dapet klien, yang perusaahaan nya butuh tenaga desain. Nah... Untuk gimana detailnya... Biar Kar sendiri yang ngomong ke loe. Ya nggak Kar?". Ujar Mike seraya menoleh ke arah Karel, yang disusul dengan anggukan. Karel mulai mengutarakan maksud.

"Tuan Josh, ehm.. Boleh kupanggil dengan itu?"

'kok rasanya dejavu ya?'. Kata Josh dalam hati. Namun segera di tampis nya, kembali fokus ke pembicaraan mereka.

"Josh aja... gak usah pake Tuan. Aku dan Mike seumuran kok".

"So... Minggu kemarin, saya dapet klien. Dan mereka lagi butuh seorang Lead Designer di bagian e-commerce untuk peluncuran produk mereka yang baru. Saya sudah melihat beberapa portofolio anda dari Mike. Saya rasa anda akan sangat cocok untuk posisi itu. Kalau anda berminat... ", Karel merogoh saku belakang celana nya, menarik keluar sebuah dompet. Membuka nya dan mengambil sesuatu.

"... Ini kartu nama saya. Hubungi saya saat anda sudah bisa memutuskan. Kuharap secepatnya. Karna jujur, selain saya juga tertarik dengan karya-karya foto anda. Skill anda dalam bidang programming juga lebih dari cukup".

Mendengar proposal Karel, ingatan Josh sejenak melayang kembali ke waktu beberapa jam yang lalu. Saat ia masih bersama dengan Izza.

Sekali lagi gadis itu membuat dirinya kagum. Meresapi kembali kata-kata gadis itu sebelum mereka berpisah.
Sebuah perasaan aneh menyeruak dari dalam dada nya.

Logika Josh masih belum bisa meng-identifikasi perasaan macam apa ini. Tapi tak diperdulikan nya. Yang jelas ini membuat nya merasa semacam, 'hangat'. Ya... Seluruh dada nya diliputi kehangatan.

Dengan senyum yang lebar, Josh menerima kartu nama itu.

"terima kasih Kar. Akan ku pikirkan tawaran anda. Saya butuh waktu untuk mempersiapkan beberapa hal".

Karel tersenyum. "ah... Baiklah. Michael seperti nya akan membantu anda dalam masalah itu... ", ia menoleh ke arah Mike, yang disusul dengan sebuah anggukan mantab oleh sahabat Josh itu.

Josh melirik aneh ke arah sahabatnya. Mike cuma memberikan isyarat kepada Josh untuk sabar sedikit lagi.

Sejenak kemudian, Karel meneruskan.

"... dan... sebenarnya saya masih ingin mengobrol banyak dengan anda dan Michael tapi... ", Karel melihat ke arah jam tangan nya.

"...saya harus segera kembali ke studio". Karel berdiri dari duduk nya, lalu bersalaman dengan Mike, Josh, kemudian menoleh ke bartender yang sedari tadi mengamati pembicaraan mereka dari balik meja bar sambil mengelap gelas-gelas.

"Alan, seperti biasa. Bar mu menakjub kan".

Alan membalas dengan mengacungkan jempol.

"Josh, Michael aku duluan ya. Ku tunggu kabar baik nya".

"tenang aja Kar, serahin ke gua... ". Seru Mike ke pada Karel.

Josh, Mike dan Alan melihat pria itu berjalan menuju ke pintu keluar. Tak perlu menunggu lama, Josh langsung menanyakan maksud Kar kepada Mike.

"membantu? Kayaknya ada yang harus lu ceritain ke gua". Josh meminum beberapa teguk dari gelasnya.

"oke... Perusahaan yang lagi jadi klien nya si Karel kan perusahaan multi nasional. Project mereka yang baru butuh tenaga outsource cuman sampai paling nggak acara launching selesai". Mike berusaha menjelaskan.

"tapi Mike... Perusahaan itu cuman nerima outsource yang punya "bendera" dengan reputasi positif. Lha lu tau kan nasib perusahaan gua". Tukas Josh.

"Nah disitu gua masuk Josh... ", mike tersenyum lebar,

"...perusahaan tempat gua kerja juga butuh orang di bagian Multimedia. Gua udah ngomong ke bos gua soal loe. Dan dia seneng banged. Loe mau kan join ke kantor gua?".

Josh terdiam. Mengurut-urut kening nya. Lalu menghela nafas. "gua gak tau mau ngomong apa. Makasih banged Mike".

"santai aja kali Josh. Gua juga tau loe butuh pemasukan buat biaya S2 loe. Jadi... Loe mau kan bro ?".

"oke lah... gua mau". Seketika Mike berdiri dan memeluk sahabat nya setelah mendengar jawaban itu.

"gua tau loe pasti mau bro. Loe udah banyak nolongin keluarga gua. Buat sekarang... gua kepengen ngelakuin yang gua bisa ke loe bro...". Mike sedikit meneteskan air mata.

Josh membalas erat pelukan Mike.

"woi... udah lah... risih gua. Laki dua peluk-pelukan... ". Ia melepaskan pelukan nya. Mike menyeka mata nya yang sudah ber-air. "walah... napa juga lu nangis?".

"gua seneng banged sumpah... ", sekali lagi menyeka air mata nya.

Mike mendongak keatas, berharap air matanya berhenti mengalir. Mengusap wajah nya beberapa kali. Lalu dengan senyum yang masih merekah lebar, Mike kembali menatap Josh.

"loe gimana kabar? dari tadi gua liat loe kayak udah move on. Nggak kaya minggu lalu. Muka ketekuk semua kaya londrian mak gua"

Berfikir sejenak. Menimbang nimbang sebentar. Lalu Josh memutuskan untuk membagikan kebahagiannya yang lain ke sahabat nya itu. Perihal izza, gadis ajaib yang misterius.

"gua habis ketemu cewe Mike".

Mata Mike terbelalak lebar. Berkedip kedip beberapa kali. Seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya ini.

Tak sedikit teman wanita yang ditawarkan Mike kepada Josh untuk hanya sekedar berkenalan. Dan mereka semua adalah wanita-wanita dengan karir cemerlang dan penampilan mereka pun jauh dari kata jelek. Dan semuanya gagal untuk menembus hati seorang Joshua.

Lalu, gadis macam apa yang sudah membuat hati sahabat nya yang se-kokoh batu karang ini luluh.

"oke... Loe harus... "

Brak !!!

Suara keras tiba-tiba membuat Josh dan Mike menoleh kearah Alan.

Setelah Alan memukul permukaan meja bar dengan kedua tangan nya, ia menatap lekat ke arah mata Josh.

"semua pesenan kalian malam ini gua yang bayar. Tapi elo harus cerita semua ke gua. Malam ini adalah momen bersejarah yang akan ngasi gua kepastian kalo elo bukan homo!!!". Alan mengatakan itu semua dengan wajah serius.

"hah!!", Josh mengerjap.

"gua setuju!!", susul Mike. "loe harus cerita ke kita semua bro"

"Ya elah. Lu pada... Kapan juga gua ngomong gua homo. Anying lu semua". Josh menenggak sekali minuman nya.

Masih dengan segelas bir tergenggam di tangan kanan nya, Josh melihat ke arah dua sahabat nya ini bergantian dengan bingung.

"lu semua pada nungguin gua ?" Seru Josh.

Josh dan Alan mendengus lelah. "oh come on mate!! Jangan bikin kita penasaran",

bartender itu meletak kan sebuah piring kotak berisi beberapa batang Mozzarela Stick yang baru saja diantar keluar dari arah dapur ke atas meja bar.

"oke oke. Gua cerita". Josh meletak kan gelasnya.

"gua pernah cerita ke lu kan Mike, kalo gua pernah main game keren 8 tahun yang lalu".

"okay... game aneh yang bisa bikin kita ngelakuin apa aja. Terus?", jawab Mike.

"tadi siang gua balik lagi Log in Ke sana. Terus gua ketemua ama "dia", gadis yang ajaib. "dia" berhasil ngeruntuhin logika gua berkali-kali. Bahkan kejadian malam ini pun udah di prediksi ama dia". Josh tersenyum mengingat semua yang dialami nya siang tadi.

Alan dan Mike mengerut kan dahi masing masing lalu saling melihat satu sama lain.

"HAH !!!??? ". Mereka berdua berteriak hampir bersamaan.

Josh memandang ke dua sahabatnya dengan senyum melebar.

"aneh kan?".

Alan mengangkat kedua telapak tangan nya ke depan menengadah. Raut wajahnya terlihat sangat terheran-heran, kedua alisnya menyatu.

"what happened with you mate!?!?, ini kayak gua denger elo ngomong, kalo elo lagi suka sama tukang ramal".

Josh mengangkat alis nya, "maybe...". Lalu ia melirik Mike.

Mike terlihat mengusap-usap wajah. Lalu menyapu rambut dengan buku buku jari ke arah belakang kepala.

"sumpah gua udah seneng loe mau nerima ide gua. Gua seneng liat loe udah ga begitu galau. Tapi... Aduuh...".

Mike mendengus lemah.

"...gini... ", ia mengurut urut kening,

"... loe cerita ke kita pelan pelan... okay?".

Josh tersenyum.

"gua memang berencana mau cerita ke lu semua. But please listen closely what i'm about to tell you. Karena... Serius, gw butuh pendapat lu semua".

Kedua sahabat nya saling melirik satu sama lain, lalu mengangguk kompak.

"jadi...".

Josh lalu mulai menceritakan awal bagaimana yang pada akhirnya memutuskan untuk kembali Log in. Bagai mana dia mulai terkagum kagum dengan perkembangan yang terjadi disana.

Lalu cerita mengenai semua yang terjadi di awal awal pertemuan nya dengan Tuan Berlucci, sang serigala raksasa. Dan seorang gadis dengan semua kompleksitas yang bisa dilakukan oleh sebuah avatar, Izzara yang begitu memukau.

"bentar bentar...".

Mike tiba tiba memotong cerita.

"...loe tau kan, itu semua bisa loe lakuin kalo loe punya waktu dan uang yang cukup?".

Josh sangat faham dengan apa yang berusaha Mike sampaikan. Dan Josh menjawab dengan anggukan.

"tapi itu baru permulaan Mike... ".

Josh terdiam sejenak. Berusaha mengenang runtut bagaimana semua peristiwa yang dialami nya, kejadian kejadian yang memberinya perasaan hangat yang sedang memenuhi dada nya sedari tadi.

"Jadi gini..."

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro