Bab 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 2 : Rahasia

"Sudah ke dokter, Nduk?" wanita yang sudah berada di penghujung enam puluhan itu bertanya sinis. Tangan keriputnya mengambil secangkir teh melati yang sudah tersedia di atas meja, lalu menyeruputnya pelan. "Makin lama, makin susah lho, dapat anak."

"Nggih, Buk. Anna sudah ke dokter. Sudah daftar promil juga." Sienna tersenyum kaku. "Nanti Anna bilang Mas Mario, ya, supaya bisa tinggal bareng dan sama-sama menjalani program."

"Bojomu kuwi sibuk, Nduk. Mario mesti ngurus banyak pekerjaan di Surabaya. Kamu mau suruh dia bolak-balik, opo ora melas tho, Nduk?" sinisnya lagi, kemudian menghela napas. "Memangnya kamu yakin kalau program kali ini akan berhasil? Berapa persen tingkat kesuksesannya?"

"Kalau memang Mas Mario sibuk, Anna bisa menyusul ke sana, Buk." Sienna mengulas senyum tipis, ikut duduk di sofa berhadapan dengan mertuanya. "Kalau soal berhasil atau nggak, kita cuma bisa berusaha, kan, Buk? Ya, semoga usaha Anna dan Mas Mario kali ini membuahkan hasil."

"Masalahnya, kamu mau gagal berapa kali lagi, An? Apa belum cukup Ibuk nunggu kamu ngasih cucu sampai sekarang? Sudah belasan tahun, lho." Wanita tua itu melotot, "Mau berapa lama lagi kamu bikin Ibuk menunggu? Sampai Ibuk mertuamu ini meninggal?"

"Nggih, yo ora, Buk, Anna kan juga lagi berusaha. Nanti Anna bilang ke Mas Mario, ya? Biar bisa nyusul ke sana supaya promilnya berhasil. Soal yang lain, mbok ya kita serahkan sama yang di atas saja, tho, Buk." Sienna menghela napas.

"Kamu ini, dinasehati kok ngeyel, An!" tatapan sinis wanita itu berubah menjadi lirikan tajam. "Pokoknya, kalau sampai tahun ini kamu ndak hamil juga ... ya berarti memang kamu mandul, An!"

"Kok cuma Anna, sih, Buk? Mas Mario kan juga harus—"

"Nah, nah, lihat kan kamu ini ngelawan lagi!" Mertuanya menunjuk Sienna tepat di depan wajahnya. "Mario itu ndak mungkin mandul. Wong lanang kuwi asal nyoblos kalau perempuannya bener ... masa ndak hamil-hamil? Kamu mandul ini An, ndak salah lagi! "

Satu tarikan napas Sienna lolos dari bibirnya, bersamaan dengan matanya yang terbuka tiba-tiba. Ingatan yang datang tiba-tiba itu seolah menyerang kalbu. Membuat wanita yang masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit merasa hatinya mencelus. Cahaya redup dari sinar bulan yang menerobos lewat jendela, membuat Sienna menebak-nebak. Di mana ia sekarang? Apa yang sudah terjadi padanya? Berapa lama waktu yang ia lewatkan?

Kesunyian itu sama sekali tak menjawab pertanyaan di batin Sienna. Namun, infus yang terpasang di lengan, perban yang melilit hampir lima puluh persen bagian tubuh, dan rasa ngilu yang datang tiba-tiba, membuat wanita itu sadar di mana ia berada. Pikirannya kembali melayang. Tepat saat sepasang netra coklatnya menatap pada langit-langit. Kondisi kamar tenang sama sekali tak membuatnya damai. Sebaliknya, Sienna merasa diseret masuk dalam bingkai kejadian yang memupuskan semua harapannya.

Selama belasan tahun usia pernikahannya, Sienna tak pernah menuntut apa-apa, kecuali berharap kalau Mario akan terus mencintainya sampai akhir hayat. Sesuai janji pria itu bertahun-tahun silam, saat ia mengumandangkan kalimat cinta yang tak bisa Sienna tolak. Meskipun intensitas pertemuan mereka semakin jarang sejak Mario menduduki kursi jabatan anggota DPRD Jawa Timur, tapi Sienna tetap memaklumi.

Mungkin ia terlalu naif, katakanlah begitu. Sosok mario yang masih melekat di benak Sienna adalah suami yang baik dan perhatian, juga setia. Sienna membalik tubuhnya dengan susah payah, meringkuk di ranjang rumah sakit sendirian. Semua itu memang sudah berlalu, tapi rasa sakit hati dan dendamnya malah semakin meradang saja. Semakin diingat, Sienna semakin murka. Akan tetapi ia sama sekali tidak bisa melupakan kejadian yang seperti baru terjadi kemarin itu.

"Siapa kamu?"

Waktu itu ia baru saja sampai ke Surabaya. Namun, begitu sampai di apartemen suaminya, seseorang yang tak diharapkan muncul. Sienna mengerjap beberapa kali, mengerutkan kening sambil bersedekap. Sorot mata penasaran sekaligus curiga mengarah pada seorang wanita yang muncul saat membukakan pintu.

Sebelah alis wanita itu terangkat. "Lho, seharusnya saya yang tanya, Mbak siapa?"

"Ini benar unitnya Mas Mario, kan?" tanya Sienna lagi, kerutan di keningnya semakin dalam.

"Iya, benar. Mbak siapa, dan ada perlu apa mencari suami saya?" Wanita itu ikut bersedekap.

Detik itu juga mata Sienna membola. "Apa kamu bilang? Mario siapanya kamu? Suami?"

Wanita itu mengangguk mantap. "Iya, suami. Mbak ada urusan apa cari suami saya?"

Gemuruh emosi di dada Sienna memuncak. Wanita itu menarik napas, mencoba menahan amarah yang melesak memenuhi dada. "Di mana Mas Mario sekarang?"

"Jawab dulu, ada perlu apa Mbak mencari suami saya?" Wanita itu maju selangkah, dengan gerakan menggertak.

Siena menarik napas, kemudian mendengkus. Ia tak peduli lagi. Perempuan sinting ini sepertinya tidak bisa diajak bicara. Maka Sienna langsung menerobos masuk, menabrak bahu wanita di depan pintu dan mencoba menginvasi ruangan tengah apartemen Mario. Namun, gerakan perempuan itu tak kalah cepat. Tangannya terbentang dan menghalangi Sienna masuk.

"Mbak, jangan nggak sopan begitu! Saya belum mengizinkan Mbak masuk!" serunya keras.

"Dik, kamu mending pulang sekarang. Jangan jadi perempuan murahan, karena Mario itu suami saya." Sienna mencoba menjelaskan dengan tegas, tanpa memicu pertikaian. Perasaan campur aduk di dadanya sudah cukup membuat sesak.

"Mbak jangan ngadi-ngadi! Saya ini istrinya Mas Mario!" bentaknya lagi.

Sienna menarik napas lagi. "Oke, sekarang kita selesaikan langsung saja. Di mana Mas Mario?"

"Mbak nggak ada hak tanya-tanya soal suami saya!" Suara perempuan itu meninggi.

Sienna tersenyum miring, menatap pada sesosok wanita muda yang dia taksir usianya belum sampai tiga puluh. Ia hanya mengenakan kemeja longgar yang Sienna tahu milik suaminya. Ah, mungkin tanpa bra dan celana dalam.

"Mario itu suami saya, apa kurang jelas, Dik?" Sienna mendengkus lagi. "Kita buktikan saja. Panggil Mas Mario ke sini."

"Keterlaluan, jadi Mbak menuduh saya berbohong?! Mbak sudah menerobos masuk ke rumah orang dengan semena-mena, saya bisa melaporkan Mbak ke security supaya diamankan!" perempuan itu bersungut-sungut marah.

"Saya cuma—"

"Riana, ada apa ini? Masih pagi, lho, kok wes ribut-ribut?"

Sienna menarik senyum sinis, suara Mario terdengar dari salah satu kamar yang ada di sana. Tanpa berlama-lama lagi, wanita itu bergegas menuju ke tempat asal suara. Perempuan yang dipanggil Riana itu mengekori dengan tergesa-gesa dan wajah panik.

"Wah, hebat ya kamu, Mas ...." Sienna bertepuk tangan dengan keras saat memasuki kamar tempat Mario berada. "Ternyata begini kelakuanmu saat aku nggak ada."

Saat melihat istri pertamanya masuk, Mario tergelak dan menegang seketika. "Anna?"

* * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro