02 || Somebody

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

November 2014

Mungkin seharusnya Tresna menuruti kata Bunda untuk tidak mendaftar OSIS. Kata Bunda, OSIS itu sangat sibuk. Bisa-bisa, Tresna kewalahan menyeimbangkan antara kesibukan OSIS dengan sekolahnya.

Lagi pula, siapa yang menyangka jika untuk menjadi pengurus OSIS harus melewati masa-masa paling menegangkan dan menghabiskan waktu dari pagi sampai malam? Kalau mendengar testimoni teman-temannya di sekolah lain, mereka masuk OSIS cukup dengan memasukkan formulir pendaftaran, orientasi pengurus baru yang isinya makan-makan, dan langsung dibagi berdasarkan divisi sesuai harapan.

Lah, ini?

Tresna harus rela menghabiskan waktu dua bulan penuh dengan berangkat sehabis subuh, karena harus kumpul jam 05.30 di halaman sekolah, dan pulang menjelang dini hari. Untuk apa? Untuk mengerjakan berbagai tugas orientasi pengurus OSIS baru. Sebenarnya tidak hanya angkatan kelas 10 yang mengikuti orientasi. Namun, kakak kelas Tresna, yaitu pengurus lama yang naik ke kelas 11, juga harus mengikuti orientasi untuk mempersiapkan calon-calon ketua OSIS.

Sejak dua bulan yang lalu, Tresna lebih sibuk mengerjakan tugas esai harian dari OSIS dibandingkan tugas sekolah yang belum seberapa. Mungkin kalau dihitung, setiap hari lelaki yang memiliki tahi lalat di bawah mata kirinya ini bisa menulis esai hingga 8 halaman penuh buku tulis ukuran A5. Belum lagi mengerjakan tugas angkatan bersama teman-teman angkatan yang baru dikenalnya—dan Tresna masih belum hafal siapa saja teman-teman seangkatan OSIS-nya.

Tresna pikir, semua akan berakhir dengan esai harian dan tugas angkatan yang beragam—membuat mading, logo angkatan, dan nama angkatan. Namun, ia salah. Akhir dari seluruh proses orientasi pengurus baru OSIS adalah kampanye akbar calon ketua OSIS. Gosip-gosipnya, kampanye akbar ini menjadi ajang seluruh warga sekolah untuk menguji, mendebat, bahkan mungkin menurunkan moral dan kepercayaan diri calon ketua OSIS dengan beragam ejekan atau prank. Alasannya, sih, adu mental karena nantinya ketua OSIS yang akan dipandang sebagai wajah dari sekolah. Kalau bermental lembek, bagaimana bisa menjadi garda terdepan perwakilan sekolah bersama guru-guru?

"Oke, untuk acara kampanye akbar, tolong kelas 10 buat panitia yang bakal mengonsep dan menjalankan tekniknya, ya. Kami yang bakal bantu ngurusin persiapan substansi kampanye tiap calon ketua OSIS," ujar salah seorang pengurus kelas 11 sebelum kumpul hari itu ditutup."

"Panitianya apa aja, Kak?" Seorang perempuan berkucir kuda mengangkat tangan dan menyampaikan pertanyaannya. Tresna berada sedikit jauh di belakang perempuan itu sehingga ia tidak bisa melihat wajah si sumber suara.

"Paling enggak ada divisi acara yang ngurusin persiapan inti acara kampanye, perkap yang ngurusin tempat-tempat, sama keamanan buat nanti jagain barisan kita-kita."

"Emang barisan kita kenapa harus dijaga?"

Tresna hanya bisa menangkap tatapan sinis dari kakak kelas 11-nya yang berdiri di depan itu setelah mendengar pertanyaan balasan dari si perempuan berkucir kuda. Tanpa jawaban, kakak kelas 11 itu langsung menutup pertemuan mereka.

"Kelas 10 kumpul dulu, ya," ujar si perempuan berkucir kuda.

Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Tresna, tetapi ia belum berani tampil di depan orang-orang yang baru dikenalnya. Lebih baik, ia diam dan menyimak dulu saja. Pun kalau bisa, mengikuti arus tanpa banyak terlibat.

"Oke, jadi biar cepet, kita langsung bagi aja, ya. Urusan nanti kerjanya apa, bisa dibahas besok atau kalian mau kumpul per divisi habis ini juga boleh."

Tampaknya, perempuan berkucir kuda itu memang dominan di antara sekian belas pengurus baru kelas 10. "Dia siapa, sih?" tanya Tresna pada laki-laki di sebelahnya.

"Yang banyak omong itu?"

"Iya."

"Kalo nggak salah dia dipanggil Manda."

"Vokal banget, ya, jadi cewek."

Laki-laki di sebelah Tresna tertawa kecil. "Katanya dia dikenal banyak kakak kelas sejak orientasi sekolah gara-gara berisik."

"Berisik dalam arti positif?"

"Ya, berisik karena banyak tanya. Kayak tadi."

Tresna membulatkan bibirnya. Baginya, berisiknya Manda memang perlu untuk mewakili orang-orang yang ingin diam seperti dirinya. Lagi pula, berisiknya Manda masuk akal karena mengetahui alasan dan kejelasan dari suatu perintah sangat diperlukan supaya tidak salah langkah.

"Gue Hanan. Lo?"

Tresna melirik tangan kanan laki-laki di sebelahnya yang terulur di depan lututnya. Sambil menjabat tangan itu, ia memperkenalkan diri. "Tresna."

"Bentar, kalo nama lo dipenggal, lo dipanggil apa? Na? Tres?"

Tresna tertawa. "Senyaman lo aja."

"Oke, Res. Ribet kalo pakai 'T'"

"Itu, dua cowok di belakang siapa namanya?" Suara melengking Manda membuat Tresna dan Hanan mendongak. "Kalian masuk tim acara, ya."

"Hah?"

"Jangan hah-heh-hoh. Udah fix."

"Siapa yang nge-fix-in?" tanya Hanan.

"Saya." Manda menjawab tegas.

"Kok bisa?"

"Karena nggak ada yang mau jadi koordinator, saya yang jadi koor-nya. Jelas, ya?"

Tresna hanya bisa diam di tempat. Sejujurnya, ia sudah lelah dengan dunia per-orientasi-an yang lebih melelahkan daripada tujuan aslinya sekolah. Kalau bisa tidak masuk divisi apa pun, ia tidak ingin masuk mana-mana. Pun kalau harus, lebih baik dirinya masuk ke divisi perlengkapan yang, dalam bayangannya, hanya angkat-angkat barang tanpa memikirkan berbagai hal rumit terkait acara.

"Ayo, kita kumpul bentar sebelum pulang."

Bisa-bisanya Manda sudah ada di hadapan Tresna dan Hanan. Tentu saja hal itu membuat Tresna bertanya-tanya dan tanpa sadar melisankan pertanyaan dalam benaknya. "Kok lo semangat banget, sih? Emang kampanye akbar bisa ngasih lo apaan?"

Seolah pertanyaan Tresna mewakili isi hati para manusia yang diam-diam saja, semua mata yang tadinya fokus pada kumpul divisi masing-masing mulai berbalik dan memasang telinga untuk mendengar jawaban Manda.

Manda justru tersenyum lebar dan tidak sedikit pun terlihat terintimidasi dengan atensi dari seluruh pengurus seangkatannya. Sebelum menjawab, ia justru melihat sekeliling terlebih dulu, seolah ingin memastikan bahwa hanya pengurus angkatannya yang mendengar jawabannya setelah ini. Lalu, setelah merasa aman, perempuan berkucir kuda itu memberi kode dengan tangannya supaya teman-temannya mendekat.

Dengan suara yang sedikit berbisik, ia menjawab, "Kalian belum pernah liat kampanye akbar calon ketua OSIS di sekolah ini, kan? Sumpah, seru banget. Kalo kalian suka keributan atau tontonan yang bikin greget, kampanye akbar ini tempatnya!"

"Kok gitu? Bukannya kita cuma dimanfaatin buat keuntungan kakak kelas aja?" ujar salah seorang yang berdiri di belakang.

Manda menggeleng. "Walaupun dimanfaatin, kenapa nggak kita manfaatin balik? Dengan jadi panitia, kita jadi tau apa yang terjadi di balik kampanye akbar dan kita bisa siap-siap tahun depan. Tahun depan giliran angkatan kita, kan?"

"Bener, sih." Beberapa orang mulai mengangguk-angguk.

"Dan ini ajang kita pedekate sama guru-guru juga. Siapa tau kalo kita ngasih image yang bagus, kita bisa dapet banyak keuntungan kalo butuh dana acara, rekomendasi buat lomba-lomba, atau sekadar nilai bagus di kelas. Who knows?"

Mendengar jawaban tak terduga itu, Tresna menunduk menyembunyikan senyum dan tawa kecilnya. Dalam hati, ia agak heran menemukan siswa kelas 10 bisa se-visioner itu dan sedikit banyak ia pun sepakat dengan alasan Manda. Aneh, tapi menarik juga, batin Tresna.

"Gue Manda. Lo?"

Selalu tiba-tiba, tangan kanan Manda terulur di bawah wajah Tresna yang sedang menunduk. Ia pun mengangkat kepalanya, menatap dua bola mata hitam yang binarnya terlihat sangat jelas di bawah remangnya lampu teras sekolah, dan menyambut uluran tangan itu.

"Tresna."

"Makasih buat pertanyaannya. Semoga kita bisa kolaborasi bareng di OSIS."

Tresna tersenyum. Entah aliran apa yang disampaikan pada dirinya melalui jabat tangan singkat itu, mata cokelat Tresna terus mengikuti pergerakan Manda yang menjabat tangan rekan satu divisi acara lainnya.

Manda. Menarik. Mari kita lihat seseru apa kampanye akbar yang dibilangnya tadi.

***

~1191 words~

Hanan Althaf Firdaus, 27, (masih) Mahasiswa S2 Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Nusantara Jaya


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro