09 || Confuse to Confess

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tresna masih termenung di kafe tempatnya bertemu dengan Manda—dan Ayu yang datang secara tak terduga. Sebelum magrib tadi, Manda pamit lebih dulu karena ia ada janji dengan tim public relations dari universitas rekanan yang akan melangsungkan studi banding dengan Universitas Nusantara, kampus Tresna. Tujuannya bertemu dengan Manda masih belum terwujud. Rasa ingin tahunya terhadap kehidupan Manda selama perempuan itu menghilang bak di telan bumi masih tetap menjadi bongkahan misteri yang hanya bisa diduga-duga. Beragam tanya muncul di benak Tresna dan membuatnya mengerutkan dahi hingga memajukan bibir beberapa senti.

Sembari menatap ke luar kafe melalui jendela kaca di seberangnya, Tresna menyeruput sisa-sisa minuman yang tak kunjung habis. Ia lalu membuka buku catatan yang biasa digunakan untuk mencatat hal-hal berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab kampus. Kali ini, saat tugasnya sudah selesai, ia melompati satu halaman untuk dikosongkan dan mulai mencoret-coret isi pikirannya.

---

Apa yang bikin Manda nggak mau cerita tentang hidupnya setelah tragedi itu?

Kenapa Manda selalu mengalihkan pembicaraannya?

Kenapa dia ngilang tanpa jejak dan nggak mau ngabarin gue?

Apa Manda masih nganggep gue sebagai sahabat?

Apa gue masih ada harapan buat ngungkapin perasaan ini?

Apa perasaan gue masih sama atau sebenernya ini cuma sisa-sisa kepedulian ke Manda?

---

"Boleh aku duduk di sini?"

Bahu Tresna tersentak saat suara halus itu kembali terdengar di telinganya. Ia buru-buru menutup buku catatannya dan menatap si pemilik suara. "Oh. Ya, boleh," jawabnya sedikit gelagapan.

"Ternyata bener, ya, kamu itu Tresna yang aku tau."

Alis laki-laki berbaju biru dongker itu terangkat sebelah.

"Waktu kumpul keluarga kemarin, kukira kamu Tresna yang lain. Ternyata memang Tresna alumni dari SMA Kesatuan yang juga anak OSIS. Bener, kan?"

"Lo ... Eh, kamu juga alumni Kesatuan?" Tresna agak ragu menggunakan panggilan gue-lo untuk perempuan anggun di depannya ini.

Ayu tersenyum. "Kita sama-sama OSIS, loh. Masa kamu nggak inget?"

Tresna memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan dahi. Ia tidak merasa mengenal perempuan di hadapannya ini sebelumnya—selain saat kenalan di makan malam keluarga beberapa hari lalu. "Sorry, bukannya bermaksud nggak sopan. Tapi, gue nggak ada ingatan kalo kita saling kenal. Di OSIS? Ehm, nggak yakin."

"Nggak apa-apa, mungkin karena udah lama dan kamu juga lebih banyak fokus ke divisimu," Ayu menjeda sejenak, "dan Manda."

"Oh, ya, tadi kalo nggak salah, Manda manggil kamu 'Asma'?"

Ayu mengangguk. "Dulu waktu SMA, panggilanku Asma. Tapi, karena kejadian pas kampanye akbar itu, aku sekarang lebih seneng ngenalin diri sebagai Ayu. Lagian, nggak salah juga. Toh, namaku Asma Ayu Arunika. Jadi, sama aja."

Otak Tresna berputar cepat. Kalau yang namanya Asma, sepertinya ada kejadian yang berhubungan dengan nama itu. Tapi, apa?

"Sebentar, kayaknya gue melewatkan sesuatu," ucap Tresna menampakkan telapak tangan kanannya ke Ayu untuk meminta waktu berpikir.

Asma...
Asma...
Oh! Asma yang kena asma!

"Kayaknya kamu udah inget." Ayu melihat mata Tresna yang membulat dan menatapnya dengan keterkejutan.

"Oh, kamu kakak kelas saya." Nada bicara Tresna langsung berubah lebih santun dan halus. "Maaf, saya nggak ingat. Dulu kalo nggak salah, ehm, belum berhijab?"

"Bingo!"

"Ah, pantes."

"Manda sama kamu masih lengket aja, ya, dari dulu," goda Ayu pada Tresna yang masih mengangguk-angguk sendiri. Sepertinya, sih, lelaki berwajah oval itu sedang menyusun potongan informasi dari masa lalunya.

Tresna tersenyum malu-malu. "Nggak juga. Kami baru ketemu lagi, kok."

"Oh, ya? Dulu waktu sekolah bukannya kalian terkenal banget setelah tragedi hujan pas ngebelain aku?"

Keduanya tertawa mengingat kejadian itu.

"Iya, sih. Tapi, pas field trip kelas 12 sebelum ujian sekolah dan seleksi PTN, ada kejadian yang bikin kami lost contact."

"Kejadian apa?"

Raut wajah Tresna berubah sedih. Ia tidak tahu apakah perlu menceritakan kejadian itu kepada Ayu atau cukup beralasan tanpa menceritakan detailnya. Keraguan ini muncul karena tampaknya, Manda juga tidak ingin membahas tragedi itu. Sedikit banyak, kejadian yang dialami bertahun-tahun lalu menyangkut privasi Manda. Setidaknya, Tresna perlu mengonfirmasi semuanya dulu ke Manda, tetapi sayangnya hal tersebut masih sulit untuk dilakukan.

"Kalo nggak bisa diceritain, nggak apa-apa. Nggak usah dipaksa."

"Sorry," lirih Tresna.

"No problem. Kayaknya, kejadian itu menyangkut Manda juga, ya. Kalo cuma kamu, sih, kayaknya nggak bakal sampai bikin kamu sesedih itu."

Tresna menatap perempuan berjilbab hijau muda di depannya. Meski keduanya alumni dari sekolah yang sama pun dari organisasi siswa yang sama, Tresna tidak merasa pernah mengenal perempuan ini. Ia hanya ingat kalau perempuan ini memiliki suara yang lantang karena kejadian di kampanye akbar itu sangat terpatri jelas dalam ingatannya. Agak aneh ketika Tresna mendapatkan pengertian dari perempuan bersuara lembut ini.

"Kamu emang suka sama Manda? Dari dulu?"

Refleks, Tresna menatap perempuan di depannya. Energi untuk terkejut tampaknya sudah habis dari dalam diri Tresna sehingga ia hanya bisa bereaksi seadanya. Terlebih lagi, pikiran-pikiran membingungkan tentang Manda masih menguasai. "Kenapa emangnya?"

"Hm, aku merasa butuh tau?"

"Karena?"

"Pertemuan keluarga beberapa waktu lalu. Inget, kan, tujuannya apa?"

Embusan napas yang berat dan panjang keluar dari mulut Tresna. Ia sempat lupa bahwa perempuan yang duduk di hadapannya ini berencana dijodohkan dengan dirinya oleh dua keluarga yang saling berkawan dekat. Pantas saja dari tadi kepo masalah pribadinya dengan Manda. Perlahan, rasa kesal muncul dari sudut hati Tresna.

Dan salah satu kelemahan Tresna adalah ia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya karena wajahnya dengan jelas mengekspresikan itu semua. Mata yang berputar, tatapan kesal di arah lain dan enggan menatap lawan bicara, hidung yang kembang kempis dengan cepat, serta mulut yang cemberut.

Sepertinya, Ayu menangkap kekesalan di wajah lelaki itu. Dengan tetap tersenyum dan menjaga kesantunannya dalam bicara, ia berpamitan pada Tresna. "See you next time, ya. Maaf kalo aku ganggu waktumu yang sepertinya lagi pengen sendirian."

Tresna tidak bereaksi apa-apa dan hanya menatap perempuan itu berdiri serta berlalu dengan tatapan kecut.

Tidak.

Tresna bukan kesal pada Ayu. Bukan juga kesal dengan keluarganya yang berniat baik untuk menjodohkannya. Toh, ia juga sudah mendeklarasikan diri untuk melepas Manda, perempuan pertama yang membuatnya jatuh hati selama ini. Ketidakpastian akan perasaannya karena Manda yang menghilang tanpa kabar itulah yang membuat Tresna yakin untuk melepaskan diri dari masa lalu.

Tresna juga bukan kesal pada Manda yang baru muncul tepat saat ia akan dijodohkan oleh keluarganya. Justru, ia senang bisa melihat tawa dan bernostalgia lagi dengan perempuan bermata cokelat kehitaman itu.

Lalu, pada siapa kekesalan ini ditujukan?

Ah.

Kepala Tresna pusing memikirkan semua ini. Lebih baik ia segera pulang, tidur, dan menyambut esok hari dengan pikiran dan perasaan yang lebih segar. Tidur adalah obat dari kepusingan dunia bukan?

Tepat saat Tresna akan beranjak dari kursinya, sebuah lagu terputar di pengeras suara kafe. Kali ini lagu yang tak dikenalnya, tetapi lagu itu dimulai dengan satu kalimat yang sepertinya mampu menggambarkan perasaannya, mampu membuat hatinya nyeri tak karuan.

And I hate to say I love you
When it's so hard for me

Tresna kembali terduduk dalam bangkunya. Lagu itu berhasil mengikat kakinya untuk tetap diam dan mendengar bait demi bait yang terucap melalui pengeras suara.

I'd never ask you cause deep down
I'm certain I know what you'd say

Tidak tahan mendengar lagu itu, Tresna membuka ponselnya dan mencari siapa penyanyi dari lagu yang terputar.

Laman pencarian menunjukkan cover album dari penyanyi bernama Sam Smith dan judul lagu Not in That Way.

Tampaknya, lagu ini akan menjadi lagu kebangsaan selama beberapa hari. Menemani kegalauan hatinya. Menemani proses pengambilan keputusan terpenting dalam hidupnya.

Ya, Tresna tahu pada siapa kekesalan yang ia rasa ditujukan.

Tak lain, pada dirinya sendiri yang terus bimbang untuk menyatakan perasaan dan menghadapi kepastian dari hati yang terus terombang-ambing antara persahabatan atau cinta.

***

~1232 words~

Lagi galau aja ganteng.
Dasar, Tresna.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro