Pt - 15 •Bertemu Yang Terkuat•

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

BTW, Gesss, bab sebelumnya ada yang kuperbaharui. Kalian bisa baca ulang biar nggak linglung, ya.

Selamat membaca! ❤🔥

***

Sebentar-sebentar, otakku sedang loading. Ucapan Zilian barusan rasa-rasanya sangat tidak masuk akal jika dikatakan mimpi. Namun, aku juga tidak bisa mencari alasan yang tepat untuk mengapa 'mimpi' Zilian sama persis yang kualami di masa depan.

Aku meletakkan piring nasi goreng yang sudah hampir habis. Selera makanku menguap bersamaan isi pikiran yang terasa sesak. Keningku berkerut dalam sambil mencari kebohongan yang mungkin terlihat di wajah laki-laki itu. Namun, sorot mata khawatir yang diperlihatkannya membuat aku membuang mendesah panjang.

Tunggu sebentar, pertanyaan Zilian tadi ... mulutku menganga lalu terkantup rapat. Otakku kembali diajak berpikir keras. Tadi Zilian bertanya perihal kepercayaanku mengenai dia yang datang dari masa depan. Kupikir hal itu tidak serius. Maksudku, pertanyaan yang dilontarkan Zilian itu hanya sekadar pertanyaan random saja. Namun, jika dihubungkan dengan mimpi yang dia ceritakan barusan, semuanya seperti terhubung.

Begini, mimpi itu adalah bunga tidur. Jarang sekali kita mengalami sesuatu yang sama persis dengan apa yang terjadi di mimpi. Maksudku, jika mimpi itu sungguh terjadi, tidak akan selengkap dan sedetail yang diceritakan Zilian. Terlalu detail jika dikatakan kejadian yang menimpaku adalah mimpi. Namun, jika Zilian memang berasal dari masa depan—seperti aku—maka semuanya mulai masuk akal.

Mulai dari sikap Zilian yang berubah, larangan dia agar aku tidak mendekati apalagi sampai suka dan jatuh cinta oada Mas Juan, sampai cerita tentang mimpi yang baru saja dia ceritakan. Akan masuk akal jika dia mengalami hal sama seperti yang kualami. Namun, aku tidak bisa langsung menudingnya dengan pertanyaan, apakah dia benar berasal dari masa depan.

"Zilian ... kamu kayak peramal. Mimpi yang barusan kamu ceritakan kenapa kayak nyata banget?" Aku hanya bisa memancing agar laki-laki itu mengatakan kebenarannya.

Aku hanya ingin tahu, jika Zilian yang sekarang adalah Zilian yang berasal dari masa depan, maka aku akan sangat bersyukur karena dia pasti akan sangat membantuku untuk melepaskan diri dari Mas Juan. Aku tidak perlu menghadapi sikap kekanak-kanakan dari Zilian di masa lalu.

"Iya, Alea. Mimpi itu ... kayak nyata sampai gur takut jika itu beneran terjadi." Zilian berdiri dari duduknya. Dia lantas berjalan beberapa langkah hingga tiba di depanku, lalu melipat kaki dan berjongkok sambil memegang kedua tanganku. "Jadi, Alea. Lo bisa janji sama gue buat berhenti berhubungan sama Mas Juan? Dia bukan orang sembarangan. Dia—"

"Dia iblis berwujud manusia. Dia bahkan sudah mengancam aku kalau masih berani berhubungan sama kamu. Zilian, aku juga enggak mau berhubungan sama Mas Juan. Aku tau seberapa mengerikannya cara berpikir dia." Tapi aku bisa apa jika takdir yang terus memaksaku untuk selalu bersinggungan dengan laki-laki itu?

"Aku juga pernah bermimpi mengalami hal yang kamu mimpikan, Zilian. Aku takut, takut banget sama kayak kamu. Kadang aku bingung harus gimana biar dia berhenti untuk memaksaku mau jadi istrinya." Aku berkata sambil menggenggam erat tangan Zilian, mencoba untuk menyalurkan emosi yang tersimpan di dada.

Entah benar atau tidak tindakan ini. Namun, kurasa ... jika aku mengatakan kalau aku mengulangi kehidupan sekali lagi setelah mati di tangan Mas Juan, semuanya akan sedikit lebih mudah. Mungkin, setidaknya Zilian akan berusaha dengan maksimal untuk membantuku agar tidak mengulang takdir yang sama.

"Alea ... ayo kita menikah. Dengan kita menikah, gue yakin kalau Mas Juan enggak berani lagi ngusik lo."

Aku menggeleng. Itu ... tidak akan berhasil. Dia sudah memberikan ancamannya padaku. Jika aku masih saja berhubungan dengan Zilian, apalagi berniat menikah dengan laki-laki itu. Aku yakin Mas Juan pasti akan melakukan segala cara untuk menggagalkannya, membuat aku dan keluarga sengsara.

Jika ditanya apa alasannya, aku juga tidak tahu mengapa Mas Juan begitu terobsesi untuk menikah denganku. Namun, kupikir ini hanya perihal ego dan harga diri. Dia yang lebih dulu mengenalku, dia yang lebih dulu ingin menikah denganku. Namun, aku justru menarik Zilian sebagai tamengku hingga membuat harga dirinya tersentil.

"Enggak semudah itu, Zilian. Mas Juan dan egonya itu enggak bisa dipisahkan. Dari awal dia yang mau nikah sama aku. Tapi aku malah nyeret kamu dan buat dia marah. Aku takut kalau Mas Juan—"

Kata-kataku terhenti saat Zilian berdiri dan menarikku ke dalam pelukannya. Tepukan pelan di punggung seolah memberi efek ketenangan pada hatiku.

"Zilian ... apa kamu percaya kalau aku berasal dari masa depan?" Kali ini aku yang menanyakan hal yang pernah ditanyakan Zilian. Sejenak tangan laki-laki berhenti menepuk punggungku, dia lalu melepaskan pelukannya demi melihat wajahku.

"Maksudnya?"

Aku tidak menjawab, hanya kembali memeluk Zilian yang berhasil membuatku merasa tenang. Mataku terpejam untuk sesaat sebelum berkata, "Zilian, meskipun jalanan di depan berpotensi bikin kamu jatuh ke jurang, apa kamu tetap mau melewati jalan itu?"

"Kalau itu jalan satu-satunya yang bisa dipakai untuk mencapai tempat tujuan, maka satu-satunya cara, gue harus berhati-hati. Meski jalan di depan terjal, bahkan berpotensi bikin gue celaka, semua itu enggak akan jadi masalah kalo lo hati-hati."

Zilian benar. Membuat Zilian tetap berada di sisiku adalah jalan satu-satunya. Setidaknya meski aku nyaris mati karena ancaman Mas Juan, masih ada Zilian yang melindungi. Masih ada Zilian yang merangkulku, memegang tanganku.

"Zilian, aku butuh bantuan kamu."

***

Bukan perkara sulit bagi Zilian jika ingin mempertemukan aku dengan kakeknya. Hanya dengan kata-kata manis seperti, ingin makan malam bersama, kakeknya langsung setuju. Hingga di sinilah aku berada, di ruang makan keluarga Abraham yang dulu pernah kudatangi dengan status istri dari Mas Juan.

Tujuanku untuk minta pertemukan dan memperkenalkan diri sebagai pacar Zilian tidak muluk-muluk. Aku hanya ingin meminjam kekuatan beliau untuk mencegah Mas Juan menikahi. Langkah ini terbilang cukup berani dan tentu sangat bertentangan dengan kehendak Mas Juan. Mungkin dia akan murka, tapi aku tidak perlu khawatir lagi karena ada Zilian dan kakeknya di sisi.

"Jadi ini yang namanya Alea?" Kakek memulai pembicaraan usai meletakkan  sendok dan garpu secara terbalik di atas piring setelah menuntaskan makannya.

"Iya. Gimana pacarku? Cantik, 'kan, Kek?" Zilian menjawab sambil memanaik turunkan alisnya, membuat pria yang berumur enam puluh tahun lebih itu terkekeh ringan sembari mengangguk.

"Pilihan cucu kakek memang yang terbaik. Mamanya Zilian juga sering menceritakan tentang kamu. Dan saya rasa semua perkataannya benar semua. Selain cantik, baik, kamu juga ramah. Sopan saat berbicara dengan orang tua. Oh, iya, Zilian juga bilang, katanya dia mau menikah sama kamu. Jadi kapan rencananya?"

Sial! Perkataan kakek membuatku tersedak.

***

Selesai ditulis tanggal 4 Juni 2024.

Fullll Zilian sama Alea. Cieee cieeeeeee. Mulai masuk konflik berat nih. Huhu.

Btw, makasih yaaaaaa buat kalian yang udah setia baca, vote, dan komen. Luvvvv sekebonnn pokokeeeee❤❤❤❤❤

Bonus foto Zilian sama Alea.

Begini modelan kalo dua manusia itu akurrrrrr.

See u gesssss.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro