Pt - 16 •Ancaman Serius•

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku tersedak air liur sendiri saat kakek berkata Zilian ingin menikah denganku. Astaga! Kapan laki-laki itu bercerita pada kakeknya? Padahal aku hanya ingin memperkenalkan diri sebagai pacar saja, bukan sebagai calon menantu. Kalau begini ceritanya, Mas Juan akan merasa harga dirinya terluka parah.

"Malam semua."

Bujuk dicinta, pulang dibenci. Sial sekali malamku hari ini. Baru saja dalam hati mengungkit namanya, orangnya langsung muncul bahkan duduk di hadapanku, karena aku dan Zilian duduk bersebelahan.

"Baru pulang kamu?" Kakek bertanya setelah Mas Juan duduk.

"Iya. Habis tanda tangan kontrak sama investor dari China." Mas Juan menjawab sebelum mengisi nasi serta lauk pauk di piringnya. Dia sempat melirikku, lalu kembali fokus pada makanannya.

Jantungku tidak aman! Benar-benar tidak aman! Lirikan Mas Juan terasa sangat menakutkan, seolah mengisyaratkan dia akan membunuhku setelah ini. Tanpa sadar aku meremas-meremas dress hitam yang kukenakan malam ini, dress yang khusus dibelikan Zilian untuk bertemu kakek.

Aku menoleh sesaat kala merasakan genggaman hangat dari orang yang duduk di sampingku. Zilian menarik dua sudut bibirnya membentuk lengkungan sabit saat tatapan kami beradu.

"Oh, iya, Juan. Kenalin ini Alea. Pacar sekaligus calon istri Zilian." Kakek berkata yang nyaris membuat jantungku melompat saking kagetnya. Demi apa pun! Semua ini di luar rencanaku. Aku hanya ingin kakek Zilian tahu kalau aku adalah orang yang dicintai cucunya. Bukan untuk membuat beliau memperkenalkanku sebagai calon menantu di hadapan orang yang juga ingin menikahiku.

Namun, reaksi yang diberikan Mas Juan justru di luat dugaan. Laki-laki itu lantas menampilkan kekehan kecil sebelum berujar, "Alea juga calon istri saya, Kek."

Genggaman di tanganku mengerat. Zilian nampak marah pada Mas Juan yang bicara seolah tanpa beban. Iris kelamnya menyorot tajam ke arah laki-laki yang berstatus sebagai kakak sepupunya, seolah ingin mengajak adu fisik.

"Apa maksud kamu, Juan?" Kakek bertanya dengan kening yang berkerut dalam. Tangan beliau yang memegang gelas berisi air putih terhenti di udara, melempar tatap penuh selidik pada laki-laki yang tengah mengumbar senyum miring.

Dengan gerakan pelan, Mas Juan meletakkan sendok dan garpu yang dipakainya di atas piring yang masih belum dia habiskan makanannya. Lantas laki-laki itu menyapu mulut dengan sapu tangan yang ada di samping piring sebelum berujar, "Saya pernah melamar Alea, tapi ditolak karena dia sudah pacaran sama Zilian."

Kakek meletakkan gelas air putih di meja sambil mengangguk. "Ternyata begitu. Ya sudah, kalian bisa mengobrol santai. Saya mau ke kamar dulu. Zilian, kamu ikut kakek sebentar."

Mendengar titah yang diberikan kakek membuat pandanganku terangkat, menatap Zilian sambil mengencangkan pegangan tangan, seolah memberi isyarat kalau aku tidak ingin ditinggal berdua dengan Mas Juan.

"Iya, Kek. Nanti aku nyusul." Zilian berkata, kakek hanya mengangguk saja sambil bangkit dari duduknya. Lalu berjalan meninggalkan ruang makan. Sementara Zilian mengangkat tangannya yang bebas, mengusap lembut puncak kepalaku tanpa menghiraukan keberadaan Mas Juan. Dia bahkan tidak segan menjatuhkan kecupan di keningku.

"Aku antar ke kamar, ya." Zilian berkata lembut, dia mengubah gaya bicaranya sambil melirik ke arah Mas Juan yang tidak mengucap apa pun setelah kakek pergi.

"Iya."

***

Zilian pergi mendatangi kakeknya usai. Mengunciku di kamarnya dari luar. Katanya, aku tidak perlu khawatir karena Mas Juan tidak akan berani pergi ke kamarnya. Aku hanya perlu menunggu dengan sabar sampai laki-laki itu kembali. Namun, belum ada lima menit sejak kepergian Zilian, suara kunci yang diputar membuatku berdiri dari bibir ranjang, mendekat ke arah pintu. Mungkin Zilian meninggalkan sesuatu yang membuat laki-laki itu kembali.

Aku memasang senyum saat pintu terayun ke belakang sembari berkata, "Kenapa balik-Mas Juan?"

Aku terbelalak kaget kala mendapati bukan Zilian yang kembali melainkan Mas Juan yang datang ke kamar ini. Debaran di dadaku terasa begitu kencang sampai aku merasa jantungku ingin melompat keluar. Kakiku perlahan mundur seiring dengan langkah laki-laki itu yang maju.

Dengan terbata aku berujar, "Ke-kenapa kamu bisa masuk?" Zilian sudah mengunci pintu kamarnya. Dia bilang Mas Juan tidak akan berani masuk. Namun, nyatanya laki-laki ini bisa berada di sini, tepat di hadapanku sembari memasang senyum miring.

"Kamu takut, Alea?" Tawa Mas Juan terdengar puas. Seolah ketakutanku adalah hal yang paling menghiburnya. "Kamu berani mengabaikan peringatan saya, tapi kamu takut sama saya?" sarkasnya sembari menggeleng sebelum dia kembali berujar, "kamu lucu, Alea."

Aku segera mengontrol air muka, menenggelamkan rasa takut digantikan dengan tatapan datar, bersikap seolah Mas Juan bukanlah orang yang harus ditakuti. Aku melempar tatap remeh ke arah laki-laki itu, lalu berujar, "Takut?" Aku menggeleng sambil terkekeh ringan, "saya nggak pernah takut sama kamu, Mas. Nggak pernah sama sekali. Saya cuma terlalu malas berurusan sama orang sejenis kamu ini."

Ya, selama ini aku memang tidak takut pada Mas Juan. Yang kutakutkan hanya kematian, mati di tangan orang tidak waras seperti Mas Juan. Mati dengan cara mengenaskan padahal umurku masih muda. Aku masih ingin menikmati hidup dengan bahagia, bukan mati tragis di tangan dia.

"Kamu beneran nantangin saya, Alea?" Rahang Mas Juan mengetat, tatapan laki-laki itu berubah menjadi setajam silet, siap melukai siapa pun yang memandangnya. Tangan Mas Juan yang sejak tadi berada dalam saku celana dia keluarkan besertaan dengan pisau lipat yang kini ditodongkannya ke arahku.

Namun, bukannya menghindar aku justru berjalan mendekat. Cara ampuh melawan orang jahat; jadilah kuat, jangan tampakkan ketakutan di wajah, dan bersikap berani agar mereka berpikir dua kali untuk menyerang.

"Kalau saya mati, Zilian enggak akan tinggal diam. Dia akan kejar kamu bahkan sampai ke neraka sekalipun," ucapku dengan berani menatap iris hitamnya.

Mas Juan menjauhkan pisau lipatnya. Dia terkekeh ringan lalu berujar, "Kalau gitu, saya kirim kamu ke neraka duluan, Alea. Lagi pula ... kamu pikir siapa yang akan dicurigai di sini, Alea? Saya atau orang yang berstatus sebagai pacar sekaligus calon suami kamu? Apalagi ini bukan kamar saya. Saya yakin kamu tidak bodoh untuk menebak apa yang akan terjadi. Tanpa bukti kalau pelaku itu adalah saya, saya bisa membuat Zilian masuk penjara."

Aku pernah bilang, bukan? Mas Juan otu manusia paling berbahaya. Dia punya seribu satu cara untuk mencapai keinginannya. Dia bisa menghalalkan segalanya agar bisa tiba di tujuannya.

"Begitu, ya? Tapi kalau polisi dengar ini ... kira-kira siapa yang menjebloskan siapa ke penjara?" Aku mengangkat ponsel yang sejak tadi diam-diam merekam ucapan Mas Juan. Aku ingin tahu bagaimana dia akan bertindak kali ini.

"Cuma rekaman yang kalau hilang hanya akan jadi bukti yang nggak berguna. Alea, jangan pikir saya takut untuk mengirim kamu ke neraka."

***

Selesai ditulis 05 Juni 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro