---14. Ngilu(2)---

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Rengkuhan lengan dan embusan napas Irham membuat Ina terbangun. Saat menoleh dan menemukan wajah suaminya, ia girang. Dikecupnya Irham dengan sayang.

"Mas, jam berapa ini?"

Irham menggeleng. "Yang jelas udah lewat tengah malam."

Ina membalikkan tubuh, lalu meringkuk di dada Irham. Ndusel-ndusel, begitu istilah dalam bahasa Jawa. "Lama banget lemburnya. Nggak capek?"

Irham terkekeh. "Udah biasa. Malah aneh kalau tidur kesorean."

Ina mengelus pipi suaminya. "Jangan keseringan lembur. Kata orang bikin cepet tua."

Irham terkekeh lirih. "Aku emang udah tua, In. Kamu nyesel punya suami tua?"

Ina manyun. "Udah tahu tua, kenapa nggak dijaga biar awet?"

"Dikasih garam pasti awet kayak ikan asin." Irham tersenyum lebar sembari mempererat pelukan. Kening mungil dan bibir bulat Ina membuatnya mendaratkan bibir berkali-kali. Kakinya bergerak menindih kaki Ina.

Seperti mendapat isyarat, Ina menggerakkan kaki hingga pahanya menggesek sisi dalam paha Irham yang hanya mengenakan celana pendek. Irham menahan napas. Kalau diusik seperti ini, jagoan kecilnya bisa bangkit. "Kamu nggak ngantuk?" bisiknya.

Ina menggeleng. "Udah telanjur bangun."

"Hm? Masih mau? Tadi kan udah," goda Irham.

Wajah Ina kontan memanas. "Emang aku minta apa, sih?" Ia langsung membalikkan badan. Sudah pasti kakinya terlepas dari jepitan Irham.

Ditinggalkan kaki Ina, Irham semakin geregetan. Ia merangsek dari belakang, menjepit tungkai Ina dengan kakinya. Tangannya langsung menyusup ke balik kaus Ina, lalu merambah dua gundukan dan meremas dengan gemas.

"Mas Ir, ih! Usil banget!" Mulut Ina protes, tapi seluruh badannya bereaksi.

"Hmm ...." Irham tidak menanggapi protes manja itu. "Begini suka?' bisiknya seraya melanjutkan rabaan.

Ina mengangguk. Ia memejamkan mata, merasakan sentuhan Irham di dadanya.

"Begini?" tangan Irham memuntir ujung gundukan. Tarikan napas Ina menjadi jawabannya.

Tubuh Ina seperti alat musik yang dimainkan, gitar yang mulai dipetik. Setiap jentikan jari Irham di lekuk-lekuk rahasia menghasilkan getaran di semua nadi, membentuk lantunan gairah yang membuat Ina melayang.

"Enak?" bisik Irham lagi.

Ina tidak sanggup menjawab. Ia hanya mengangguk, lalu kembali menarik napas panjang saat tangan Irham menyusur ke bawah, menyusup di balik celana dalam. Seluruh darah Ina mengalir lebih cepat. Panas menjalar ke seluruh tubuh. Tak lama kemudian tangannya bergerak cepat melepaskan celana dan kaus.

Irham menyusul, membuka semua penutup badan hingga jagoan kecilnya terbuka. Sesudah itu ia melebarkan paha Ina dan merambah bagian sensitif dengan jari. Petikan-petikan jarinya pada organ mungil itu membuat Ina menggeliat.

"Suka?" tanyanya. Ina hanya menjawab dengan desahan lirih. Baranya telah disulut.

Irham melanjutkan misi. Bagian yang ia sentuh itu masih kering. Ia harus membuatnya basah sebelum memasukkan lingga.

Ina kembali dilanda rasa galau yang aneh. Dagingnya meronta-ronta merindukan sesuatu. Ia tidak tahu harus memberi nama apa kehausan yang tidak bisa dipuaskan dengan air minum itu.

"Masih sakit?' bisik Irham lagi.

Ina ingin mengangguk. Sebenarnya yang tadi pun masih terasa nyeri. Memang pedih, tapi nagih. Akhirnya ia menggeleng dan tetap memejamkan mata. Irham kembali menyerang. Si Lingga sudah bereaksi, mulai berdiri dengan gagah dan penuh kebanggaan.

Raba ... putar ... putar ... colek ... ke depan ... ke belakang ....

Beberapa menit berlalu. Aroma tubuh Ina, kelembutan bantal dan selimut, serta udara sejuk nan harum dari pendingin ruangan membuat Irham melayang. Gerakannya melambat. Napasnya semakin lama semakin teratur.

Ina membuka mata. Tangan Irham masih berada di pangkal paha. Tapi tak ada gerakan, malah napas lelaki itu mengembus teratur di telinga.

Ina membalikkan badan, menghadap suaminya. Matanya kini berusaha meneliti dalam keremangan kamar. Irham terpejam. Wajah berlekuk indah itu terlihat damai. Tangan yang merengkuh terasa lemas. Dengkur halus keluar dari mulutnya.

Mata bulat Ina kontan melebar. Irham tertidur!

Ina merengut sejadi-jadinya. Semalam ia diketusi, sekarang ditinggal tidur. Apa memang begini kelakuan Irham yang sebenarnya?

Dengan manyun panjang Ina membebaskan diri dari rengkuhan Irham, lalu memunguti baju dan mengenakannya kembali. Sesudah itu ia merebahkan diri sambil memeluk guling. Dadanya naik turun dengan cepat. Rasa galau yang nagih kini berubah menjadi emosi jiwa. Ia ingin melupakan kejadian ini dengan tidur. Apa daya otaknya malah kacau dan tidak mau terlena.

Menjelang subuh, Irham menggeliat karena panggilan alam. Saat kesadarannya pulih, ia baru tahu telah tidur dengan tubuh polos tanpa selembar benang pun. Di sisinya, Ina berbaring memunggungi, telah berpakaian lengkap. Irham mengangkat kepala untuk melihat wajah Ina. Ternyata istri mungilnya itu terbangun.

"Mmm?" tanya Ina, masih setengah sadar.

Irham bangkit. Saat bergerak itu ia merasakan ngilu di jagoan kecilnya. "Kok ngilu, ya?" keluhnya.

Ina membalikkan badan dan ikut bangkit duduk. "Apanya yang ngilu?"

Irham menunjuk lingga yang telah tertidur lagi. Melihat itu, Ina kontan melempar bantal ke perut Irham.

"Mas pikir sendiri kenapa ngilu!"

---Bersambung---

Ada nggak, ya, modelan Irham di dunia nyata?🙄🙄🙄

Komen dan follow please ... 😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro