FINALLY HAPPINESS COMES (END)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa tahun kemudian ...

Reihan memenuhi janjinya tidak menghubungi Eza sekali pun. Dia sangat menghargai keinginan gadis itu. Jangan sampai perjuangannya sia-sia.

Banyak pencapaian yang sudah dia lakukan selama Eza pergi. Semua itu sangat membuat Ares tak berhenti membanggakannya di depan relasi dan klien. Nilai saham perusahaan juga naik secara signifikan.

"Selamat pagi!"

Terdengar suara Ares di luar ruangan. Reihan sudah siap menyambut atasan paling tinggi di perusahaan. Dari dulu dia tidak pernah takut pada Ares, tetapi yang dicemaskan adalah Dewi. Mamanya selalu memohon supaya jangan sekali-kali membuat masalah dengan papanya.

Ares masuk dengan wibawa tak terbantahkan. Auranya membuat semua karyawan takut tiap kali papasan atau ada acara yang disetting satu ruangan dengannya.

"Gimana, Rei? Ada masalah dengan klien? Atau ...."

"Nggak, Pa!"

Ares mengangguk beberapa kali, sambil melihat sekeliling.

"Di mana asistenmu? Kenapa tidak kelihatan hari ini?" Ares duduk di sofa yang dekat dengan jendela kaca.

Itu area favorit Reihan. Seharusnya dia menempati kursi itu. Ya sudah, memang mereka ayah dan putranya. Tidak heran kalau memiliki kesamaan dalam hal tertentu. Tetapi Reihan merasa mereka lebih banyak memiliki perbedaan.

"Saya minta Bastian membeli sesuatu, Pa. Hari ini malas keluar jadi pengen makan siang di kantor."

Ares mengecek berkas yang kebetulan ada di meja. Dia terlihat puas dengan cara kerja dan hasil pekerjaan Reihan.

"Rei, Papa ingin ajak kamu keluar nanti malam. Papa minta, jadwal dan siapkan pakaian kamu."

"Kira-kira ke mana ya, Pa? Jadi saya nggak salah kostum nanti. Formal atau santai?"

"Santai saja. Cuma makan malam biasa saja. Tapi ingat yang sopan. Papa senang dengan hasil pekerjaan kamu." Ares menepuk pundak putranya dengan bangga.

Namun bagi Reihan itu hanya kepuasan bagi Ares, bukan dirinya. Kalau boleh jujur, Reihan lebih bangga kalau Ares juga menghargai dirinya saat gagal. Paling tidak dia sudah berusaha sebaik mungkin. Karena dia juga tidak mau gagal saat melakukan sesuatu.

Ares keluar ruangan dan kembali dengan wajah dinginnya. Reihan urung membahas soal Eza.

"Maaf, Za. Sekarang belum tepat waktunya," gumam Reihan pada dirinya.

***

Acara makan malam ternyata diadakan di rumah. Reihan tidak mengira Ares akan mengundang tamu atau saudara jauh mereka. Saat bertanya dengan Dewi, tidak ada informasi apa-apa. Mungkin murni hanya keluarga inti saja.

"Rei, makan malam udah siap. Turun, yuk!" Dewi memanggil Reihan langsung ke kamarnya. Dia khawatir kalau Reihan tertidur atau malah belum siap.

"Ya, Ma!"

Tak lama Reihan keluar kamarnya dengan pakaian santai seperti yang diminta Ares. Hanya celana jeans dan sweater warna peach. Semenjak mengenal Eza, warna peach menenanglan baginya. Malam ini juga turun hujan cukup deras.

"Menunya kesukaan Reihan nggak, Ma? Reihan udah lapar!"

"Iya, sesuai request kamu tadi. Langsung Mama masukin list menu." Dewi menggamit lengan putranya yang tingginya sudah melampaui dirinya.

Reihan langsung mengucapkan terima kasih dan mengecup pipi mamanya. Dewi hanya geleng-geleng kepala menanggapi tingkah putra semata wayangnya itu. Sudah besar tetapi kalau di depan mamanya masih suka manja.

Langkah Reihan terhenti saat di meja makan tidak hanya keluarga intinya yang makan. Di sana juga sudah ada Indira dan Rahman. Wajah Rdihan langsung semringah, hampir saja dia jatih karena tidak memperhatikan langkah kakinya.

"Hati-hati, Rei! Perhatikan langkah kamu, nggak lucu kalau ganteng-ganteng malah nyungsep!" seloroh Indira yang langsung disambut pelukan Reihan.

"Kamu ini masih nganggep Tante ini Tante kamu nggak, sih? Katanya mau hubungin Tante, main ke rumah. Mana?"

"Maafin Rei, Tan. Bebeapa waktu memang banyak pekerjaan dan lagi penuh sekali jadwalnya."

"Kerja aja terus, mentang-mentang nggak ada ...."

"Aah, Man. Akhirnya lo ke sini juga. Apa kabar, lo?" sela Reihan langsung merangkul sepupunya.

Rahman tidak ingin Indira menyebut soal Eza di sini. Bisa-bisa makan malam berubah jadi perang. Dia sudah mempersiapkan momen untuk bicara dengan Ares.

Sebelum Reihan berhasil membuat oerusahaan seperti sekarang dia tidak mungkin meminta sesuatu pada Ares. Itu yang selama ini terjadi. Karenanya, Reihan berjuang lebih dulu membuat banyak keuntungan bagi perusahaan. Pujian dan respon positif dari khalayak umum juga membuat Ares makin bangga pada putranya. Setelah itu barulah dia akan mengungkap yang diinginkannya.

Dua cowok seumuran kalau sudah kumpul obrolannya pasti jadi seru. Namun, Dewi segera menginterupsi untuk lebih dulu makan.

"Sebekum makanannya dingin, kita makan dulu, ya."

"Tunggu dulu!" Ares menahan. "Papa ingin menyampaikan sesuatu."

Reihan menduga makan malam ini bukan makan malam biasa saja. Karena biasanya mereka akan langsing makan tanpa membahas sesuatu dulu.

"Kalian tahu kan, ada kursi yang masih kosong? Yang akan nempatin kursi itu sebentar lagi sampai. Sabar, ya!"

Tak lama ada langkah kaki beberapa orang dari luar. Reihan menoleh ingin tahu siapa tamu yang dimaksud Ares. Napasnya seketika terhenti saat matanya melihat orang yang selama ini diperjuangkan.

Ya, Eza, Ratri dan juga Tama datang dengan wajah semringah tanpa takut atau marah. Reihan sempat cemas ini adalah rencana dari Ares lagi. Jangan-jangan kekuarga Eza mau dipermalukan lagi. Apalagi ada Tama, apa Ares akan menginterogasi Tama?

"Pa, jangan bilang kalau ini rencana Papa? Papa mau lakuin apa lagi, sih?" Reihan tidak menahan dirinya lagi sekarang. Dia sudah lelah menuruti semua mau papanya. Tetapi tidak ada habisnya malah makin menjadi.

"Rei, dengar Papa dulu! Jangan berprasangka buruk." Dewi menengahi.

Ares hanya tersenyum. Dulu kalau Reihan berani membantah saja, amarahnya langsung meluap. Aneh, sekarang justru Ares adem ayem tidak tersentil sedikitpun. Padahal ucalan Reihan barusan itu sangat lancang.

"Mas Rei, beliau orang tua. Apa kamu sudah lupa apa yang pernah kukatakan?"

"Iya, aku masih ingat. Tapi ...."

"Nggak ada tapi!" potong Eza.

Akhirnya Ares menjelaskan detail apa yang sudah terjadi. Setelah banyak kemajuan di perusahaan, baik di tanah air maupun London, Ares berpikir ulang tantang Eza. Dia sengaja megirim seseorang untuk mengetahui Eza selama bersekolah di London. Bukan hal susah di sana banyak orang kepercayaan Ares.

Penilaiannya selama ini salah. Tentang keluarga Eza pun, Ares mengubah cara pandangnya. Dia sudah memutuskan.

"Jadi, Papa restui kalian! Papa juga sudah minta maaf sama Bastian. Dia tidak busa hadir karena bayinya masih terlalu kevmcil diajak keluar malam. Jadi kirimkan makanan ke rumahnya."

Tak lama ponsel Reihan ada notifikasi pesan masuk. Dari Bastian mengucapkan terima kasih sudah dikirim makanan kesukaannya dan istri. Reihan terharu. Dia tidak menyangka papanya yang terkesan arogan, mau menang sendiri, tidak mau mendengarkan orang lain, mampu melakukan banyak kejutan manis seperti ini.

Reihan menghampiri Ares dan memeluknya erat. Dia tidak membenci papanya lagi. Ares sudah menjadi papa kebanggannya sekarang.

Eza ikut berkaca-kaca melihat adegan di depannya. Dia tidak ingin takabbur kalau ini karena dirinya. Dia selama ini hanya berusaha dan berdoa. Menempuh jalan yang benar tidak memaksa, supaya mengubah situasi menjadi lebih baik.

Akhirnya lagu favorit masa kecilnya sungguh-sungguh dia wujudkan sekarang. Dia tidak hanya mengajak orang tuanya ke dunia kebahagiaan, tetapi juga Reihan dan orang tuanya. Tak ada yang kekal di dunia fana ini, karena di balik kesedihan dan kesusahan, pasti ada jalan keluar dan senyum bahagia.

TAMAT

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro