MENYEBALKAN!!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Gudeg, sambal goreng krecek, ayam ungkep dan semua lauk sudah siap di container box masing-masing. Eza memperbaiki hijabnya, tak lupa kunci motor disambarnya dengan cepat. 

"Za, jangan lupa nanti ada orang ambil pesanan, ya." Ratri, ibunya Eza bersiap juga menuju warung gudeg yang tak jauh dari rumah. 

"Ya, Bun. Nanti aku pulang setengah hari,  kok." 

Eza masih kuliah semester akhir. Biasanya dia hanya bantu jualan bundanya saat libur kuliah. Hari ini jam kuliah hanya sampai jam sebelas siang. 

Di kampus tidak banyak yang dilakukan Eza. Dia bukan golongan mahasiswa yang menghabiskan waktu di kantin setelah jam kuliah. Bundanya lebih penting sekarang. Dia tidak mau kehilangan lagi setelah ayahnya pergi entah ke mana. 

"Za, bisa ngomong sebentar?" panggil Rahman tergopoh menghampiri. 

Sontak detak jantung Eza tak karuan iramanya. Kenapa sekarang, sih? Batin Eza menggerutu, dia juga harus cepat pulang. 

"Ya, Kak? Ada apa, ya?" Eza coba mendengar kakak tingkatnya itu. Sekaligus cowok tampan yang sudah mengganggu ketenangan hatinya. 

"Ada kegiatan di masjid kampus untuk bulan Ramadhan nanti. Kamu bisa  gabung?" 

"Oh, itu? Kayaknya bisa, Kak. Nanti saya minta jadwal acaranya, aja. Duh, maaf, Kak. Saya harus pulang sekarang. Sudah ditunggu Bunda soalnya."

Kalau boleh memilih,  Eza ingin berlama-lama ngobrol sama Rahman. Tetapi sekali lagi bundanya lebih penting. 

"Kamu naik apa? Mau aku antar pulang?" 

Tawaran menggiurkan yang sayang sekali ditolak. Tapi Eza harus melakukannya. Dia kan bawa motor sendiri. 

"Nggak usah, Kak. Aku bawa motor, kok!" 

Tak menunggu lama lagi, Eza pamit. Rahman pun bergegas pergi juga. 

***

Tepat jam makan siang Eza sampai rumah. Hanya menaruh tas lalu segera ke warung. Di sana tampak bundanya tengah melayani beberapa pelanggan. 

Dengan gesit Eza masuk dan melayani pelanggan yang tengah menunggu. Cekatan dan sudah siap menggantikan Ratri meneruskan usaha kulinernya. 

"Permisi! Saya mau ambil pesanan, Bu. Katanya sudah pesan via online tadi pagi." 

Eza menoleh sekilas ke cowok yang tengah berbicara dengan bundanya. Penampilannya rapi, tampan, tetapi tingkahnya kok, agak menyebalkan. Dia seperti risih berada di warung ini. Padahal Ratri dan dirinya selalu menjaga kebersihan tempat itu. 

Ratri tidak menunggu lama, dia langsung menyiapkan pesanan orang itu. 

"Za, tolong dusnya diikat, ya! Bunda siapin sisanya, tinggal dua porsi lagi."

Tak banyak protes Eza melakukan semua yang bundanya suruh. Tetapi dia jengah dengan tingkah cowok itu. Dia tampak tak sabar dan beberapa kali berdecak sambil membersihkan celana bahannya. 

" Mas, kalau nggak nyaman di sini, tunggu di mobil, aja! Nanti juga takantar gudegnya." Eza sengaja berkata agak ketus. Suasana hatinya jadi buruk gara-gara cowok sok itu. 

Ratri yang mendengar suara Eza, memberi isyarat untuk menghentikan protesnya. Bundanya itu memang cuek kalau urusan beginian. Yang penting kenyamanan pelanggan yang lain tidak terganggu. 

Cowok itu jelas tidak suka dengan perkataan Eza. Tetapi ada yang lebih penting daripada melayani perkataan cewek penjual gudeg.

Pesanan sudah beres. Semua sudah masuk mobil dan Eza berbalik ke warung lagi. 

"Tunggu! Aku belum bayar, kan. Ini uangnya, kembaliannya ambil, aja." Eza melihat jumlahnya memang lebih. Tapi sisanya tidak banyak. 

Kesibukan warung sampai sore hari. Pelanggan sudah berkurang, gudegnya juga tidak banyak tersisa. 

"Bun, kita siap-siap pulang, ya."

Ratri membereskan wadah kosong ke tempat cucian. Mereka terbiasa mencuci semuanya di warung baru membawa pulang. Saat Eza fokus menyapu bagian depan warung tiba-tiba ada mobil berhenti di depan warung. 

Rona muka Eza langsung berubah. Cowok menyebalkan itu datang lagi. Dia keluar masih dengan kaca mata hitamnya. 

"Ada apa lagi?" tanya Eza sewot. 

"Nggak boleh galak-galak, ntar pelanggannya pada kabur. Lagian kamu  kenapa benci sama saya? Kenal enggak, ketemu juga baru hari ini."

"Langsung aja, deh! Mau apa?" Eza sudah lelah dan tidak mau berdebat. 

"Ok, saya mau pesan gudeg lagi dua kali lipat dari jumlah tadi. Karyawan kantor saya suka gudeg di sini. Yah, meskipun saya kurang sreg sama tempatnya. Jujur, aja!" 

Eza hampir menyemprot cowok di depannya dengan omelan. Tetapi urung karena Ratri datang dan mengambil alih. 

"Jangan dengerin anak saya, Mas. Dia memang agak emosian. Nggak sabaran!"

Cowok yang bernama Reihan itu, sebenarnya tidak sepenuhnya marah. Dia maklum dengan sikapnya, mungkin dia juga lelah. 

Transaksi selesai sukses. Ratri bilang mungkin Reihan akan sering memesan gudeg ke sana. Pertanda mereka akan sering bertemu. Eza tidak bisa berkomentar banyak. 

***

Pesanan gudeg hari itu harus diantar langsung ke kantor Reihan. Tidak mungkin kalau Ratri mengantar sendiri. Mau tidak mau Eza harus menemani. 

Mereka sewa angkot untuk membawa gudeg sebanyak 100 porsi. Mereka sampai tepat waktu dan segera membawa semua makanan ke ruangan yang diminta. 

Reihan segera menemui Ratri setelah diberitahu kalau gudeg sudah datang. Eza ingin menunggu di angkot saja sedangkan bundanya yang menerima pembayaran. 

"Tunggu, Za!" Suara Reihan lebih lembut dan tidak asal memerintah. 

"Apa?" jawab Eza singkat. 

"Bu, apa boleh saya minta putrinya tetap tinggal di sini? Hari ini saya perlu bantuannya." Reihan tampak memohon. 

Eza malah curiga, bukannya di kantor ini banyak orang yang bisa bantu. Bahkan OB juga banyak. 

"Bun, aku ada tugas kuliah. Nggak bisa lama-lama di sini." Eza ganti yang memohon.

"Saya bayar berapa pun yang kamu minta."

Eza makin tak suka dengan cara Reihan menilai tentang uang. Saat melihat Ratri, Eza tahu pasti bundanya akan menuruti mau Reihan. Terlepas dari bayaran yang ditawarkan. Beliau pasti tak enak hati karena Reihan sering memesan gudeg mereka. 

"Baik, saya akan bantu demi Bunda, bukan bayarannya." Dengan tegas Eza memastikan keberadaan dirinya di sana. 

Peserta rapat makin banyak yang datang. Acaranya memang tidak formal, lebih banyak pakaian santai daripada jas atau blazer. 

Eza tak tinggal diam. Hari itu menu makanan ternyata banyak tidak hanya gudeg. Untungnya pakaian Eza cukup sopan. 

Bahasan rapat sama sekali tak dipahami Eza. Hampir saja dia tertidur andai tidak diajak bicara salah seorang karyawan yang duduk di belakang. 

"Gudeg Mbak Eza ini enak. Beda sama gudeg di tempat lain. Makanya Pak Reihan langsung pesan banyak."

Ada keinginan untuk bertanya soal Reihan, tetapi nanti karyawan itu melapor dan Reihan bisa-bisa besar kepala. Niat itu dia urungkan. 

"Pak Reihan itu memang terkesan angkuh dan galak. Tapi hatinya sangat baik."

Tanpa diminta karyawan ini malah membuka jalan Eza buat kepo lebih jauh. 

"Oh, gitu. Apa dia perfeksionis?" tanya Eza. Dia ingat Reihan yang begitu risih berada di warungnya waktu itu. 

"Memang beliau suka kebersihan. Entah  kenapa, katanya terbiasa sejak kecil."

Eza agak mendekat dan bertanya satu hal yang sangat pribadi. 

"Mbak, apa Pak Reihan itu sudah menikah?" 

Belum sempat karyawan itu menjawab, muncul Reihan dengan jawabannya. 

"Belum. Kenapa? Kamu mau jadi istri saya?" 

***
Cerita ini Insya Allah akan menemani selama bulan Ramadhan.

Semoga kita disabarkan dan lancar beribadah.

Aamiin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro