TIGA--D

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Normalnya, wanita akan senang ketika ada seorang pria tampan kaya raya datang membawa bunga untuknya. Begitu pula yang dilakukan Dika sekarang. Ia yang sedang berusaha melunakkan hati Vara, sama sekali tidak mendapat sambutan yang hangat. Alih-alih  binar bahagia, ia harus puas menerima lirikan  tajam Vara. Seakan wanita itu ingin mengisyaratkan kalau kehadiran Dika hanya membuatnya malu.

Malu?

Sepertinya hanya Vara saja yang merasa begitu, karena tidak berlaku bagi teman-teman wanita Vara yang langsung terditraksi oleh ketampanan Dika. Jadi, kenapa Vara tidak bisa bersikap yang sama?

Kemungkinan Vara menyukai orang lain, menjadi hal yang sudah Dika pikirkan. Namun, bukan berarti menjegal langkah Dika untuk memuluskan rencana pernikahannya dengan Vara. Dika belum tahu siapa lelaki yang disukai Vara. Nanti ia akan meminta bantuan orang kepercayaannya untuk mengulik informasi tentang urusan asmara Vara.

"Mas Dika mau apa ke sini?" tanya Vara di tengah banyaknya mata yang penuh tanda tanya ke arah mereka berdua.

"Mau jemput kamu," jawab Dika enteng lalu mengangsurkan buket bunga mawar berwarna merah muda pada Vara. "Sekalian mau kasih ini."

"Buat apa juga pakai beginian segala ...." desis Vara yang jengah diperhatikan banyak orang dan mendorong tubuh Dika agar menjauhi pintu kelas.

"Kenapa?" Dika bertanya seiring langkahnya yang dipaksa terus bergerak oleh Vara.

"Duh, pakai tanya lagi. Ya, aku malu tiba-tiba Mas Dika datang bawa bunga. Apa kata teman-teman aku nanti?"

"Nggak masalah, kan. Banyak wanita yang senang kalau dikasih bunga.

"Tapi aku nggak."

"Kamu nggak suka sama bunga?"

"Suka."

"Kamu nggak suka dikasih bunga?"

"Aku suka dikasih bunga."

"Jadi kamu nggak suka kalau saya yang kasih bunga ke kamu?"

"Nah, itu Mas Dika paham," tandas Vara gemas..

Langkah Dika melambat dan membiarkan Vara mendahuluinya beberapa langkah di depan. Vara seakan bukan dari dunia yang selama ini dikenal Dika. Ia tidak mengerti dengan ketidaksesuaian persepsinya pada wanita itu. Kalau saja Manika tidak berencana menikah, ia juga tak akan begitu keras berusaha menarik hati Vara.

Bila pernikahan ini berhasil terlaksana, akan sangat besar artinya bagi Dika. Bukan tanpa alasan, mengingat harga diri Dika yang sempat tercoreng, karena mantan istrinya. Manika merupakan bagian terburuk dalam hidup Dika, tapi sekaligus hal terindah yang pernah mengisi hari-harinya.

Dulu, ia selalu mengira Manika tulus mencintainya. Sebagaimana ia mencintai Manika. Saat itu tak ada cela yang tampak dalam diri Manika. Kecantikan raga serta perilaku lembut Manika menjerat Dika dalam kepercayaan diri bahwa hanya dirinya seorang yang memiliki hati wanita itu.

Sampai Dika memaksa Gatra dan Rianti untuk merestui hubungannya dengan Manika berlanjut ke jenjang pernikahan. Namun, kedua orang tuanya itu tidak memberikan izin untuk Dika menikah. Sebenarnya, Manika yang selalu meminta Dika untuk menikahinya. Manika ingin memiliki Dika seutuhnya, karena wanita itu terlalu cinta padanya.

Ungkapan "cinta itu buta" berlaku bagi Dika, yang kemudian diam-diam menikahi Manika. Mengecewakan kedua orang tuanya. Meski begitu, Gatra dan Rianti akhirnya mau berbesar hati menerima Manika dan mengizinkan Dika membawa sang istri masuk ke kediaman mereka.

Awalnya semua berjalan sempurna. Manika juga tidak mau pernikahannya sampai terendus oleh media. Namun, siapa yang mengira kalau pernikahannya malah berujung pada satu masalah. Manika tiba-tiba menggugat cerai Dika, tanpa ada konflik yang terjadi di antara mereka berdua sebelumnya. Ternyata setelah ditelusuri, Manika sudah menguras banyak uang dari rekening Dika. Pun membeli beberapa properti menggunakan uangnya.

Tentu saja hal itu menjadi pukulan telak bagi Dika yang merasa terkhianati. Cintanya hanya dianggap sebatas nominal angka. Uang menjadi target yang ingin dicapai oleh Manika. Sejak saat itu, Dika sulit untuk percaya lagi pada wanita. Setiap wanita dianggapnya hanya mendekat demi materi semata. Tak lebih dari sosok pengganggu yang hanya untuk ia pandang sebelah mata saja.

Tapi, Vara bukan dari golongan itu.

"Apa yang membuat kamu nggak suka sama saya?" tanya Dika yang membuat Vara menoleh.

Wanita berambut ikal itu membetulkan letak tali tas yang tersampir di pundaknya sebelum memberikan jawaban. Agak repot juga memegang buket bunga yang besarnya hampir menutupi wajah.

"Bukan begitu. Tapi aku nggak suka Mas Dika sampai melakukan hal seperti ini. Sedangkan kita sama-sama tahu kalau nggak ada yang spesial di antara kita," beber Vara.

"Saya hanya lagi mencoba peluang yang mungkin bisa saya dapat dari kamu."

"Tapi saya nggak pernah buka peluang buat Mas Dika," tandas Vara yang ketika sudah sampai di pelataran parkir kampus langsung bisa menebak mobil milik lelaki itu. Mini Cooper Clubman terlalu mencolok di antara mobil lainnya.

"Ya udah, Mas Dika bisa pulang sekarang. Terima kasih untuk bunganya. Tapi tolong bawain bunganya. Soalnya aku masih ada urusan lain," kata Vara sambil menyerahkan kembali buket bunganya pada Dika.

"Kamu mau ke mana?"

"Mau pergi sama Raras."

"Iya, mau ke mana?" Dika memastikan.

"Urusan perempuan, ya, Mas. Nggak perlu tahu juga," tukas Vara yang segera berbalik meninggalkan Dika.

Dika menatap kepergian Vara dengan stok sabar yang masih banyak tersisa. Sebelah tangannya yang bebas dari memegang bunga, mengambil ponsel dari saku celana. Jempolnya lalu bergulir pada salah satu nama yang belum lama disimpannya. Sedikit bantuan kecil dari si pemilik nomor ponsel, sedang ia butuhkan sekarang.

•••

Tadinya Vara berencana menghabiskan waktu di rumah Raras, tapi mendadak temannya itu mengatakan kalau akan diajak pergi ke rumah salah satu kerabat oleh ibunya. Raras bahkan buru-buru pergi tanpa bertanya lagi pada Vara, apakah ia butuh tumpangan atau tidak. Alhasil, Vara melenggang sendiri keluar area kampus. Sambil mencoba memesan taksi online.

Akan tetapi, dari arah belakang muncul sebuah mobil yang dengan mulus berhenti di dekatnya. Vara mendesah, begitu menyadari pemiliknya. Kaca mobil bergerak turun, memperlihatkan senyum Dika yang duduk di balik kemudi.

"Katanya mau pergi sama Raras? Kok, sendirian?" tanya Dika.

"Nggak jadi," jawab Vara pendek.

"Kalau begitu, sekarang pulang bareng saya aja," ajak Dika.

Meski enggan, tapi mau tak mau Vara akhirnya setuju untuk pulang bersama Dika.

"Kamu kenapa nggak pakai mobil ke kampus?" tanya Dika setelah selang beberapa menit dalam diam. "Padahal kamu tinggal pilih yang mobil yang kamu suka."

"Mobil orang, Mas. Nggak enak pakainya. Takut gores," terang Vara tanpa mengalihkan pandang dari ponsel. Ia sedang bermaim game favoritnya Tangannya sibuk bergerak di layar untuk memanen gandum, lalu membuat roti dan mengisi stok pengiriman makanan untuk pembeli.

"Nggak masalah. Kamu nggak perlu khawatir soal itu."

"Bagi aku masalah. Nanti aku mau ambil mobil punyaku sendiri di rumah."

Setelah itu tak ada obrolan lagi. Sampai Vara menyadari kalau Dika berhenti di sebuah restoran.

"Lho, kok, kita malah ke sini?" tanyanya.

"Kita makan dulu. Kamu pasti belum makan siang juga, kan." Tanpa menunggu tanggapan wanita di sebelahnya, Dika keluar dari mobil.

Seorang waitress menyambut dengan ramah
dan menunjukkan tempat duduk yang bisa ditempati mereka berdua. Atmosfer eksklusif begitu kental, dengan interior yang elegan. Didominasi warna-warna gelap yang menguatkan kesan mewah restoran ini.

Restoran ini milik seorang juri acara kompetisi memasak yang sedang digandrungi banyak orang. Dan pasti harganya pun bisa membuat orang lebih memilih puasa seharian, daripada mengeluarkan banyak uang untuk satu kali makan di tempat ini.

Semua yang berhubungan dengan Dika sepertinya harus berbau aroma "mahal". Vara jadi berpikir, apa Dika pernah menikmati makanan yang dijual penjaja kaki lima?

Vara membuka buku menu. Ternyata sulit menentukan menu yang harus dicoba, karena semuanya tampak menggiurkan.

Baru saja Vara memutuskan pilihan, ketika tangannya langsung ditarik paksa oleh Dika. Tanpa sempat memprotes tindakannya yang mendadak itu. 

•••☆•••

Hayo ... Mas Dika lihat siapa?

Jangan lupa beri VOTE dan komentar kalian ❤

Terima kasih banyak ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro