15/28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

NINOMIYA CHIZUKO

“Besok Merumi-Nee akan pindah ke sekolah yang sama dengan kita?” Suzuko bertanya sembari meletakan piring-piring berisi kare di atas meja.

Aku tidak tahu darimana Suzuko tahu mengenai informasi itu, tetapi dia jelas bertanya kepadaku yang sedang duduk di depan meja makan sambil memainkan ponselku. Pesan dari Merumi juga baru kudapatkan dan sepupu cantikku yang iseng itu mengabarkan hal serupa.

“Tampaknya begitu,” ucapku.

“Pasti sulit sekali,” ucap Yuzu-Nee yang hanya menyimak di depan televisi. Oh, dia jelas menyambung perkataan kami, karena saat ini hanya ada iklan yang lewat di sana.

Aku setuju dengan perkataan Yuzu-Nee, pasti sulit bagi Merumi untuk berhenti dari dunia hiburan. Ayah kami memang adalah saudara kandung dan sifat mereka kurang lebih hampir serupa, tetapi berbeda dengan ibunya, dia sering sekali memaksakan kehendak dan keinginannya kepada Merumi.

Mendadak, aku teringat bagaimana Merumi bisa ada di titik saat ini. Saat aku sedang sibuk-sibuknya belajar di sekolah, dia lebih sering bolos untuk audisi pendatang cilik. Semula, Merumi tidak melakukan perlawanan dan terus mengikuti arus, tetapi aku menyadari bahwa itu bukanlah hal yang sebenarnya dia inginkan.

Jangan tanya darimana aku mengetahuinya, karena aku bahkan juga bisa merasakan betapa tidak sukanya ibunya terhadap kami bertiga--iya, kami bertiga, para Ninomiya di rumah ini.

“Aku ikut senang untuknya,” ucapku apa adanya, apalagi ketika aku teringat dengan pertemuan kami beberapa kali yang lalu, ketika dia menginap dan kami harus tidur cepat karena harus sekolah. Merumi mengaku bahwa dia sedikit iri.

“Tapi aku baca di internet, ada banyak orang yang masih belum merelakan kepergian Miru,” ucap Suzuko.

“Ya, kita tidak bisa berekspektasi bahwa mereka semua akan mendukung keputusannya, kan?” tanya Yuzu-Nee.

“Halo anak-anak gadisku, apa yang kalian bahas? Kelihatannya seru,” ucap Otou-San yang baru saja selesai mandi.

“Otou-San, ayo makan. Kami lapar menunggumu mandi terlalu lama.” Suzuko memelas tanpa alasan, tapi apapun yang dilakukan si bungsu tampak menggemaskan bagi Otou-San. Padahal dia sudah SMP 1 tahun ini.

“Iya, Suzu, ayo kita makan. Kuroto tidak ikut makan dengan kita?”

“Ibunya pulang tadi sore. Itu, oleh-olehnya ada di sana.”

Okaa-San tidak berkomentar, hanya menyusun sendok di samping piring.

Setelah kami berlima duduk, kami sama-sama berdoa makan. Doa wajib ketika kami berlima sedang makan bersama, kini bukan lagi formalitas belaka. Otou-San bilang kami harus bersyukur karena masih bisa makan bersama dengan keluarga lengkap, karena suatu hari kami mungkin tidak akan makan bersama lagi.

Otou-San selalu beralasan bahwa kami memang tidak akan bersama setelah salah satu dari kami menikah--atau bahkan ketiganya, tetapi terkadang aku bisa menangkap maksud lainnya. Beliau mungkin juga punya firasat bahwa kelak orang-orang yang akan menghilang semakin banyak, tak menyisakan apapun.

Kami selalu membiarkan televisi menyala, tetapi bukan karena perkara tidak menghemat listrik. Sejujurnya aku berpikir bahwa mendengarkan berita tentang menghilangnya orang-orang secara terus-terusan bukanlah ide yang bagus, tapi kami perlu mengetahui informasi, karena siapa tahu mereka berhasil mengidentifikasikan penyebab masalah dan menemukan solusi.

Meskipun, aku pribadi tidak terlalu yakin akan hal itu.

Untuk informasi, saat ini orang-orang yang menghilang semakin banyak. Mereka bahkan membuat grafik untuk setiap prefektur selama tiga bulan terakhir dan kenaikkannya meningkat semakin drastis per bulan ini.

… Belum ada tanda-tanda bahwa grafik akan menurun, apalagi sampai menemukan solusinya.

“Apa kalian tahu kalau ada alat yang sedang populer belakangan ini?” Otou-San bertanya, membuat kami bertiga saling menatap satu sama lain.

“... Maksud Otou-San, alat pelacak?” tanya Suzuko yang entah mengapa merinding tanpa sebab.

Intinya, alat pelacak itu berupa gelang. Jadi, keberadaan pemakai bisa diakses lewat ponsel.

Alat itu masih baru dan belum ada yang memberikan testimoni tentang apa yang akan terjadi bila gelang itu menghilang bersama pemakainya, karena itulah sebagian orang menganggap bahwa gelang itu adalah penangkal.

“Otou-San berniat memberikan pelacak kepada kami?” tanya Yuzu-Nee yang juga tidak terlihat nyaman dengan usul itu.

“Kami langsung pulang begitu sekolah selesai.”

Aku ikut menambahkan, karena sejujurnya aku juga benci dengan ide itu. Menurutku, alat itu tidak akan terlalu berguna untuk kami hany hidupnya hanya lurus-lurus saja.

Alasan terpenting dan tidak boleh dilewatkan : harganya sangat mahal! Dan harus membeli tiga pula.

Otou-San akhirnya setuju, setelah kami berhasil meyakinkannya untuk tidak menghamburkan uang untuk membeli alat itu.

.

.

.

Merumi mengirimkan pesan.

“Hei, Chizu, terima kasih sudah mengkhawatirkanku.
Tidak apa-apa, aku dan ibuku sudah baikan.
Dia memberiku gelang ini sebagai hadiah.
Ini pertama kalinya dia memberikanku barang tanpa menuntut apapun.”

… entah bagaimana aku harus menjelaskan kepadanya.

***

Tema: random emot generator

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro