16/28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

ICHISAKI REN

Sejak pulang dari sekolah, Ken menolak keluar dari kamarnya. 

Dia tidak mengatakan apapun, tetapi yang kutahu, dia menolak untuk berbicara. Entah hal buruk apa yang telah dilaluinya. 

Suasana hatinya memang terlalu mudah memburuk, dan aku sudah tahu sejak lama. Namun aku yakin bahwa kali ini, itu bukan alasan sesungguhnya. 

Kupikir kejadian kemarin malam membuat kami semakin dekat, tetapi sepertinya itu hanya perasaanku saja. Ken tetap punya sifat yang sama seperti sebelumnya. Ia sensitif, tidak suka menerima kekalahan dan tidak ada apapun yang bisa membuatnya berhenti waspada. 

“Ken, jangan bertingkah kekanakan seperti ini, kau sudah cukup dewasa.” Aku menegurnya dengan nada tidak suka. 

Kalau sifatnya yang satu ini terus-terusan dipertahankannya, aku yakin Ayah dan Ibuku akan kembali bertengkar karenanya. Mereka memang terlalu berharap bahwa kami berdua dapat memahami situasi dan kondisi yang ada. Jadi, jika Ken terus bersikap terang-terangan seperti ini, mereka berdua akan saling menyalahkan satu sama lainnya. 

Muak dengan perbuatan Ken yang semakin menjadi, aku memasuki kamarnya secara paksa. Rupanya Ken tidak mengunci pintu kamarnya. Jujur, itu benar-benar hal yang tidak kuduga. 

Aku langsung mengajak, “Ken, ayo kita semua makan malam bersama.”

Ken sedang duduk di kursi, di depan meja belajarnya dengan keadaan lampu belajar yang menyala. Lampu lain tidak dinyalakan, hanya ada keremangan rembulan yang masuk lewat jendela.

Aku juga refleks melunak, tidak menyangka bahwa keadaannya mungkin lebih sulit daripada yang kubayangkan sebelumnya. 

Tidak ada jawaban dari Ken, membuatku kembali bertanya dengan waspada, “Ada apa?” 

Ken menjawab dengan lemah, “Bukan apa-apa.” 

Apanya yang bukan apa-apa? Kalau Ken bisa melihat cermin, tentu dia bisa melihat wajahnya yang nyaris tidak berwarna. Namun, melihatnya yang enggan melihatku, dia memang tidak ingin bercerita. 

“Ayo, Ken, Ayah dan Ibu sudah menunggu di bawah sana.”

Ajakanku yang kali ini berhasil membujuknya. Ken mengikutiku turun ke lantai bawah tanpa harus ada adegan adu mulut atau dipaksa. Ia begitu menurut, sampai-sampai membuatku curiga. Ken jelas sedang apa-apanya. 

Sesampainya di ruang keluarga, sudah ada Ayah dan Ibu yang entah mengapa sedang akur-akunya. Ya, meskipun mereka tidak duduk bersebelahan, tetapi setidaknya mereka tidak membuat peperangan meskipun ada di ruangan yang sama. Dan aku menyadari bahwa mereka sedang menonton berita tentang banyaknya orang-orang yang menghilang di kota. 

Semua yang ditampilkan di layar telah dicatat berdasarkan data. Dari yang kami kumpulkan, dalam dua hari ini fenomena ini lebih banyak terjadi di Kota Shibuya. Ada kenaikan sampai 40% terjadi terhadap para remaja.” 

Kuroto buka suara ketika kedua orangtuaku sibuk mengikuti berita dan ikut menganalisa. 

“Aku juga ... tadi juga melihatnya di depan mata.” 

Aku mengangkat sebelah alis, “Melihat apa?” 

“Fenomena,” gumamnya. “Ada yang menghilang di dekatku, kami ada di barisan kursi bus yang sama.”

… dan sekarang, kupikir alasan kemurungan Ken telah terjawab sepenuhnya. 

***

Tema: Lanjutan dari cerita 12/28 [ada di chapter sebelum-sebelumnya]

SYARAT: Wajib berima sama, minimal menulis 250 kata 

Karena itulah, lagi-lagi aku nyari aman dan menulis semua yang berima A. 

Oh, dan persis seperti tahun sebelumnya, 

Aku akan tetap mempertahankan rima A, 

Bahkan jika narasi dan author note-ku menjadi sangat aneh ketika dibaca. 

Iya, 

Karena aku tidak mau dianggap tidak memenuhi syarat ketentuan yang ada. 

Semoga tema besok tidak membuatku menderita. 

Cindyana / Prytha 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro