16/28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CHISAZAWA SORA

Sadar bahwa tempat perbehentian bus semakin ramai, aku membuat jarak. Kutarik tubuhku untuk mendekati tiang tempat duduk bus, berpura-pura mengawasi jadwal bus yang semakin longgar.

Alasanku menggunakan bus sebagai alat transportasi masih sama; karena banyak yang masih memilih shinkansen.

Langit mendung menguasai Kota Tokyo. Kuhela napasku sekilas sembari mencubit batang hidung agar maskerku lebih rapat.

Aku menyayangkan muramnya hari ini, dan juga keadaan seperti ini. Pandemi masih berlangsung dan belum ada tanda-tanda akan berakhir.

Mendadak, aku teringat dengan masa-masa itu, sebelum ada pandemi ketika semuanya masih bercanda tawa. Jarak bukanlah musuh dan kesehatan masih belum di atas segalanya--atau itu yang mereka pikirkan.

Kedatangan bus membuatku bersiap siaga dan tetap awas; jangan menyentuh apapun dan jangan membuka masker.

Setelah naik dan menemukan tempat duduk kosong, aku langsung memilih duduk. Suasana bus tidak terlalu ramai sampai harus memaksaku untuk berbagi tempat duduk dengan orang lain.

Dulu, aku tidak bisa melakukannya; berbagi tempat duduk yang sama dengan orang asing.

Sekarang, aku bisa, tapi keadaan tidak mempersilakan.

Aku tiba-tiba teringat pertemuan pertamaku dengan seseorang di dalam bus. Saat itu juga mendung seperti saat ini, bus masih ramai dan aku baru memasuki bus. Baru saja berpikir untuk membatalkan niat menaiki bus yang satu itu dan menunggu lima belas menit yang lain, lelaki itu tersenyum sambil menepuk tempat duduk kosong di sebelahnya.

"Duduk saja," ucapnya.

Senyumannya begitu bersinar, padahal aku hanya orang asing yang baru datang. Namun tatapan lelaki itu terasa begitu hangat. Mirip matahari, membuatku lupa bahwa mendung di luar sana akan menciptakan hujan deras.

Tidak ada percakapan yang berarti kala itu. Yang kuingat, aku masih menggunakan seragam sekolah SMP Josei-Shyuu. Kurasa, waktu itu juga sedang bulan Februari, karena suhu masih dingin.

Beberapa stasiun pun sudah terlewat, tetapi orang di sebelahku masih belum beranjak dari duduknya. Dia hanya diam, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Meski begitu, tersirat sedikit kebahagiaan di wajahnya.

Aku hanya mampu memperhatikannya, tidak berani menegur apalagi mempertanyakan siapa namanya. Aku ingin tahu, siapa laki-laki matahari itu.

Tak terasa, orang-orang yang lalu lalang di lorong bus pun semakin berkurang. Stasiun pemberhentianku pun telah sampai, sehingga aku memutuskan untuk berdiri dari dudukku untuk meninggalkan bus.

Dari luar bus, aku masih bisa melihat laki-laki matahari itu, masih menatap ke luar jendela. Kali ini kami saling bertukar pandang.

Laki-laki matahari itu tersenyum, melambaikan tangannya, lalu gestur bibirnya mengatakan, "Hati-hati."

Hanya itu yang terjadi kala itu. Kupikir, itu terakhir kalinya aku bertemu dengan lelaki matahari itu, hingga akhirnya....,

"Perkenalkan, namaku Ichisaki Ren. Sebelumnya aku bersekolah di salah satu SMP di Inggris, hobiku belakangan ini adalah bermain soccer."

Tidak salah lagi, Ichisaki Ren adalah lelaki matahari yang kumaksud. Senyumannya waktu itu, tatapannya waktu itu, dan suaranya masih sama seperti waktu itu. 

Namun, Ichisaki tidak pernah mengingatku.

Tengah menghela napas setelah mengingat bagaimana pertemuan pertama itu terjadi, bus pun berhenti di perbehentian selanjutnya. 

Lalu, kutemukan seorang laki-laki yang memakai pakaian training hitam dengan masker dan headset masuk ke dalam bus. 

Dia .... 

"Chisazawa, ya?" 

Suara itu ... suara lelaki matahari. 

Kuanggukan kepalaku sebagai balasan.

Meski dia memakai maskernya dengan baik dan benar, aku seolah bisa melihatnya tengah tersenyum, "Sudah lama tidak berjumpa, ya."

***

16/28

Tema: Pertemuan dengan seseorang di bus yang mengubah pandangan tokoh. 

Jarang banget kan ya, nulis tentang Ren-Sora? 

(((lalu sadar, belum ada Ren-Chizu atau Konatsu-Chizu di sisen 4)))

Mari berdoa untuk tema yang lebih baik lagi.


Cindyana 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro