27. Sepupu Lainnya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 27 Sepupu Lainnya

Don Rocco menggunakan ibunya untuk mengusik Lucca? Apakah itu artinya ibunya memiliki hubungan khusus dengan Lucca.

“Dia menggunakan ibumu dan kau untuk memprovokasiku.” Seringai Lucca tersungging lebih tinggi akan keterdiaman Selena. Kebimbangan mulai muncul di kedua manik coklat jernih gadis itu. “Aku tak akan memintamu mempercayaiku. Keluarga kita memang serumit itu. Hanya saja, tak adil jika kau mendengar dari salah satu sisi. Pun aku terlalu peduli jika kau memang memutuskan akan lebih mempercayainya.”

Mata Selena sedikit menyipit, mencoba mengelupas setiap ekspresi di wajah Lucca. Berusaha membaca kebohongan yang terselip di raut pria itu. Tapi ia memang tak cukup berpengalaman dalam menilai seseorang, apalagi hanya dengan melihat wajah orang tersebut. 

Untuk waktu yang cukup lama, Selena tetap bergeming. Kali ini menelaah kalimat Lucca lebih dalam. Di antara Alessio dan Lucca, tentu saja tak ada salah satu dari mereka yang lebih bisa ia percaya. Selena tak benar-benar mengenal keduanya. Hidupnya sudah terlalu disibukkan dengan kesialan dan derita yang diberikan oleh sang paman. Namun, harus ia akui Alessio memiliki pandangan yang lebih baik dibandingkan Lucca yang kejam dan tak punya hati.

Pada akhirnya, Selena memutuskan tak mempercayai keduanya. Meski mustahil untuk mencari tahu kebenaran akan masa lalu ibunya yang menyeretnya terjebak di tengah dendam Lucca dan Alessio, tetap saja ia perlu mencari tahunya. Harus mendapatkan jawabannya.

“Darah memang selalu lebih kental, Selena. Terutama ada dua kubu yang saling bertentangan di dalam nadimu. Aku akan memahami kebimbanganmu.” Tangan Lucca terulur. Mengusap ujung bibir Selena dengan lembut.

Selena masih tak menjawab. Satu-satunya pertanyaan yang menggantung di atas kepala sekarang adalah Siapa pria yang dicintai oleh ibunya? Ia harus mulai menggali dari sana.

“Habiskan makananmu,” ucap Lucca lagi. Menyadarkan Selena yang masih tenggelam dalam pikiran gadis itu. Dan keduanya pun kembali menandaskan isi piring masing-masing.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Lucca mendapatkan panggilan penting yang mengharuskan pria itu ke ruang kerja. Sedangkan Selena langsung menuju kamar. Waktu masih menunjukkan jam 8 malam lebih 4 menit. Dan ia naik ke tempat tidur meski masih belum mengantuk.

*** 

“Kau sudah kembali?” Lucca hanya mengangkat wajahnya sekilas untuk memastikan siapa yang baru saja melangkah masuk ke dalam ruangannya. Kemudian berhenti tepat di depan meja.

Pria itu mengangguk sekali. Meletakkan sebuah berkas yang cukup tebal di meja kemudian mendekatkannya pada Lucca. 

Perhatian Lucca kembali teralih dari berkas yang sedang diperiksannya. Ada beberapa hal dan hasil yang masih kurang memuaskannya. Tetapi ia lebih tertarik pada berkas yang dibawa pria muda di hadapannya. Yang pekerjaannya tak pernah tidak memuaskannya.

“Dia tak akan bertahan. Dokter baru saja mengonfirmasinya.”

Lucca mengangguk puas. “Kau bisa mengurus pemakamannya kalau begitu.”

“Di pemakaman keluarga?”

Lucca tak langsung menjawab. Mempertimbangkan tiga detik dan mengangguk singkat sembari mulai membuka lembaran pertama berkas tersebut.  “Bagaimana pun, dia tetap bagian keluarga kita. Meski aku menyayangkan kematiannya, setidaknya sekarang dia tidak akan buka mulut.”

Pria itu mengangguk. “Terima kasih untuk kebaikanmu, Lucca.”

Lucca tak langsung mengangguk. Kepalanya perlahan terangkat. Menatap lurus pria muda yang berdiri di hadapannya dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Setidaknya kau tak akan mengkhianatiku seperti ayahmu, kan?”

Pria muda itu menggeleng. “Kau sudah menyelamatkan nyawaku, Lucca. Aku tak mungkin mengkhianati untuk nyawa yang tak seharusnya menjadi milik diriku sendiri.”

Ujung bibir Lucca tersenyum puas. “Jika saja sedikit akal sehatmu juga dimiliki sepupumu. Selena.”

“Aku yakin Selena akan memahami kebaikanmu seiring berjalannya waktu,” jawab Rome Roden kemudian. “Kebaikanmu sudah terlalu banyak untuk keluarga kami yang terlantar.”

Lucca tak berkomentar apa pun untuk penyataan tersebut. Namun, begitu ia mulai membaca dan memahami isi lembaran di hadapannya. Kegelapan mulai menghiasi permukaan wajah pria itu. Terutama ketika semua laporan tersebut disertai lembaran-lembaran foto bukti yang tak hanya satu gambar. Ada banyak gambar kehancuran di sana.

“Semua ini perbuatan Rocco?” desisnya meremas beberapa lembaran yang ada di tangannya. Bibirnya nyaris tak bergerak ketika kembali mengangkat kepala dan menatap Rome. Membanting tertutup berkas di depannya karena tak perlu melihat lebih banyak semua bukti-bukti tersebut.

Rome mengangguk. “Dan dia melakukannya hanya dalam waktu empat hari. Sebagai balasan untuk apa yang kau lakukan pada adiknya.”

“Atau dia memang sudah merencanakan sejak awal.” Lucca mengepalkan keduan tangannya. Saat ia disibukkan mengurus kericuhan yang dibuat Selena karena omong kosong sialan itu, rupanya ini yang direncanakan oleh Alessio demi mengalihkan perhatiannya. Dan Selena memang cukup menarik perhatiannya lebih banyak dan besar dari yang diinginkannya sepanjang tiga minggu ini.

Rome setuju. “Aku sudah bicara dengan pihak berwajib dan mengerahkan seluruh tim pembersih. Sisanya Amber yang mengurusnya.”

“Amber?”

Rome mengangguk. “Kita kekurangan pengacara terbaik. Beberapa pembunuhan tidak bisa ditutupi, terutama dengan bukti yang sudah terlanjur ditemukan oleh polisi. Dia kebetulan mengendus masalah ini dan turun tangan. Ditambah pengacara-pengacara kita cukup kewalahan sehingga aku tak bisa menolak bantuannya.”

Salah satu alis Lucca terangkat. “Dan dia tidak akan melakukannya dengan cuma-cuma.”

“Dia akan menghubungimu.” Rome diam sejenak. “Dalam waktu dekat.”

“Berapa banyak?”

“Tiga. Rocco sengaja melakukannya dengan cara yang sembrono sekaligus ahli. Beberapa di antara kami dibuat bimbang.”

Lucca mengangguk paham. “Apa yang kulakukan pada adiknya masih belum cukup jika dibandingkan apa yang telah dilakukan Don Rocco pada Serra,” gumamnya lirih. Menyandarkan tubuh ke punggung kursi sebelum melanjutkan. “Besok pagi aku akan pergi ke lokasi kejadian. Dan kau … aku ingin kau mengurus Selena selama aku pergi.”

Rome tak langsung mengangguk. “A-aku?”

“Dia tidak mungkin mengenalimu. Dia tak pernah tahu tentang keluarga kita, terutama keluarga kalian. Ayahmu terlalu sibuk menggunakan dirinya untuk mendapatkan uang.”

Rome pun mengangguk patuh.

“Dan mungkin kau bisa sedikit bergaul dengannya. Kalian seumuran.”

*** 

Selena terbangun mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Matanya mengerjap beberapa kali dan melihat Lucca yang berjalan mendekat ke arahnya. Hanya mengenakan handuk yang dililit di pinggang, pria itu berhenti di samping tempat tidur. Ia pun gegas bangun terduduk. Menjernihkan pandangan dan pikirannya yang masih diselimuti kantuk.

“Kau sudah bangun?” Tangan Lucca terulur. Menyelipkan helaian rambut Selena ke belakang telinga. 

Selena tak membalas sapaan berupa pertanyaan tersebut. Ia sudah terbiasa dengan perhatian kecil Lucca semacam ini. Sentuhan-sentuhan kecil berupa usapan, elun dan kecupan yang tak berhenti diberikan untuknya. Semua itu sudah jelas hanya untuk memenuhi perasaan Lucca yang tak tersampaikan pada ibunya. Dirinya hanyalah obyek yang menyerupai ibunya di mata pria itu.

‘Tiga hari ini aku harus pergi ke luar kota. Jika kau ingin keluar, ada seseorang yang akan membantumu.”

Membantu? Sepertinya mengawasi adalah kata yang lebih tepat, batin Selena. Tetapi … setidaknya ada waktu tiga hari baginya untuk bebas dari Lucca. Selena berusaha  menyembunyika kegembiraan yang terselip di dadanya. Ia hanya memberikan satu anggukan.

“Kau bisa mengatakan padanya apa saja yang kau butuhkan selama aku pergi padanya. Namanya Rome. Dan dia seumuran denganmu. Sepertinya kalian bisa bergaul.”

Selena mengernyit. Rome?

“Atau kau ingin orang lain untuk menemanimu? Kudengar kau cukup dekat dengan sesama pegawai di restoran Rocco sialan itu. Jenny, bukan namanya?”

Selena menelan ludahnya. Menyamarkan keterkejutan yang mendadak muncul, sekaligus mengingatkan bahwa dirinya tak perlu seterkejut itu karena Lucca memang sudah tahu apa pun itu tentang dirinya. Tentang hidupnya. Tentang asal usulnya. Tentang keluarganya. Yang bahkan tidak ia ketahui.

Selena menggeleng. “Kami tak cukup dekat.”

“Sepertinya dia banyak membantu kesulitanmu. Seperti meminjamkan uang, memberikan tumpangan untuk pergi ke klub malam atau rumahmu."

Sekali lagi Selena menelan keterkejutannya. Meski kali ini ekspresi wajahnya tak bisa disembunyikan akan detail sekecil apa pun tentang Jenny.

Ya, Jenny memang satu-satunya rekan kerjanya yang lebih dekat dengannya dibandingkan siapa pun. Pun begitu, ada banyak hal tentang hidupnya yang tak pernah dibaginya dengan gadis itu.

Senyum Lucca bergerak lebih lebar. Ujung ibu jarinya bergerak mengusap bibir bagian bawah sang istri. “Aku akan menyuruh seseorang untuk mengurusnya. Memberinya gaji yang berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan sebagai anak buah Rocco sialan itu. Bagaimana menurutmu?”

Wajah Selena memias. Entah kenapa, Selena bisa merasakan firasat yang buruk akan ide yang entah bagaimana bisa muncul di kepala Lucca. Atau …

Apakah pria itu mencoba mengancamnya? Agar tak mencoba melarikan diri saat Lucca pergi ke luar kota?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro