Ijab Qobul

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dalam suatu hadits, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda : "Hendaklah kalian menikah supaya jumlah kalian banyak, karena aku akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat yang lain di hari kiamat." ( HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya)

☆☆☆

Waktu berjalan begitu cepat. Besok adalah waktu dimana aku melepas masa lajangku. Masa dimana aku biasa menghabiskan waktuku bersama sahabat, keluarga dan orang terdekatku.

Harapanku adalah semoga kedepannya hidupku menjadi lebih baik bersama dengan calon imamku. Semoga kami menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aamiin.
Semua persiapan sudah sempurna. Tenda di depan rumah juga sudah terpasang. Kamarku juga sudah berubah menjadi kamar pengantin. Aku tidak berani membayangkan besok malam. Karena malam itu adalah malam yang selalu jadi pembicaraan hangat, jika sepasang pengantin sudah menikah. Seketika aku merinding mengingat semua itu.

Di luar sana, keluargaku tengah menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan besok. Kini aku menatapi barang-barang dari segala bentuk begitu banyak di dalam kamarku. Berbagai macam barang seperti perlengkapan orang mau pindah rumah ada di kamarku saat ini. Aku sempat heran karena begitu banyak barang yang diberikan oleh Bang Yuda.
Ya. Semua barang ini adalah barang seserahan. Mungkin sudah adatnya orang Jawa, jika akan menikah selalu diberi barang seserahan. Jika mampu, maka akan sebanyak ini. Tapi jika tidak mampu, paling hanya sekedarnya saja.

"Rin. Lihat deh. Ini kebaya yang akan kamu pakai buat acara Ijab Qabul besok?" Nina menunjukkan kebaya pemberian Bang Yuda padaku.

Besok adalah hari dimana Bang Yuda akan mengucapkan janji suci yang sangat sakral. Kebaya itu akan kupakai dan akan menjadi saksi di acara sakral itu, besok.

Ijab qobul akan dilakukan di masjid yang ada di dalam pondok milik sahabat abinya Bang Yuda. Awalnya, aku kira prosesi ijab qobul akan dilakukan di sini. Tetapi dugaanku salah. Semua itu aku ketahui serba mendadak dari Bapak.

"Kok bengong sih, Rin? Ayo dicoba," desak Nina.

"Nanti saja deh, Nin," tolakku, masih ingin merebahkan tubuhku di atas kasur.

Aku memang sengaja meminta Nina untuk menemaniku malam ini dan besok, di acara pernikahanku. Tentunya, Nina pasti mau dan tidak ada kata penolakan. Bahkan tadi setelah pulang kerja, dia langsung ke rumahku tanpa pulang terlebih dahulu kerumahnya karena desakkanku. Nina pun mematuhiku. Tinggal menunggu sahabatku satu lagi yang belum hadir.

"Rin, Nisa SMS aku, dia mau ke sini. Katanya lagi di jalan. Bentar lagi nyampe." Nina memberitahuku.

"Dia jadi bawa henna, kan?" Aku menatap Nina.
"Iya." Nina sibuk membalas pesan Nisa.

Tok... tok... tok...

"Rin, ada Nisa nih!" teriak Bang Wahyu memberi tahuku jika Nisa sudah datang.

"Suruh masuk saja, Bang," balasku teriak.

Pintu kamarku terbuka dan sosok Nisa muncul dari balik pintu kamarku.

"Maaf, Rin. Aku baru pulang nih dari mini market. Ini aja langsung ke sini, demi kamu," ucap Nisa ketika sudah masuk ke dalam kamarku dan kini duduk di tepi ranjang.

"Iya. Makasih buat kedatangannya." Aku tersenyum pada Nisa.
"Lemes amat yang besok mau jadi pengantin," goda Nisa.

"Kamu tau sendirilah. Adat Jawa kan otoriter. Disuruh minum inilah, nggak boleh makan itulah, nggak boleh beginilah. Yang lebih parah, aku puasa ngasrep tau nggak? Udah gitu beberapa hari ini, aku enggak mandi," gerutuku kesal.

Nina dan Nisa terkikik mendengar keluh kesahku. Aku hanya mendengus sebal pada mereka berdua, karena tertawa di atas penderitaanku. Tapi, sebenarnya Bang Yuda sudah kasih saran, kalau aku boleh makan semua makanan. Makanya aku puasa ngasrep cuma dua hari. Itu saja sebelum tahu kalau boleh diganti puasa biasa. Kata Bang Yuda juga, aku boleh mandi. Tapi aku masih belum mandi juga karena takut. Katanya, jika calon pengantinnya mandi, nanti akan turun hujan di saat resepsi. Aku jadi serba salah.

"Tuh, kan. Ngelamun lagi."

Aku terkesiap ketika sebuah tepukan mendarat di pundakku.
"Apaan, sih?" gerutuku pada Nina dan Nisa.

"Rin, kamu udah cuci tangan kan, sama cuci kaki?" tanya Nisa.
"Udah lah," balasku.

"Sini tanganmu." Nisa meraih tanganku, meletakkannya di atas bantal yang ada di pangkuannya.

"Nis, nanti aku juga mau dong di henna?" timpal Nina.
"Iya. Udah, ah. Jangan berisik, aku nanti nggak konsen nih gambarnya," balas Nisa kesal. Sedangkan aku hanya terkikik melihat mereka.

"Rin, mau di henna model apa? Bunga? Atau ukiran seperti dari India?" Nisa memberi penawaran.

"Apa aja deh." Aku tak tahu masalah henna.

"Gimana kalo di tangan aku design ukiran Yaman, terus yang di kaki aku gambar bunga?" Nisa menawari.

"Terserah kamu Nis. Aku nurut saja, yang penting bagus."

Aku menyerah, kalau disuruh milih design henna yang mana. Soalnya Nisa paling jago kalau urusan design henna.

Nisa sudah mulai menggambar tanganku dengan henna, sedangkan Nina masih sibuk menata barang seserahan agar lebih rapi. Memang benar kata orang. Kalau aku akan jadi ratu sehari ketika akan menjadi pengantin. Dan itu terbukti.

***

Assalamu'alaikum ...

Bab di atas bonus, isinya permulaan menuju baper lihat Yuda sama Karin nikah. Yeee ...

Nah, aku mau kasih tau kalau novel Maharku Surah Ar-Rahman sudah tersedia versi cetak dan ebook.

Ini cover terbaru, ya. Kalau kalian beli novel ini dengan kover lama berarti bajakan, karena aku nggak kerja sama dengan olshop manapun.

Pemesanan lewat penulis bisa chat 087889872112
Kalian juga bisa beli via shopee, link ada di beranda Wattpad-ku.
Bagi yang suka baca digital, kalian bisa baca novel ini dari ebok, bisa dibeli di Playstore atau Playbook.



Noted: Pastikan novel Maharku Surah Ar-Rahman yang kamu beli original, ya. Karena, selain cover baru, sekarang yang dijual olshop itu bajakan. Aku tidak kerja sama dengan olshop untuk penjualan novel ini.

Jazaakumullahu khayr.
Uhibbukum fillah

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro