Ibu Kecelakaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dela! Cukup!"

Teriakan Ibu seketika menghentikan gerakanku. Aku menarik nafas penuh emosi, menatap Daniel dengan tatapan tidak suka.

"Della kamu apaan! Kenapa kamu menyerang dia begitu?" ujar Ibu, meski masih bersandar dibangku. Suaranya terdengar tegas penuh amarah.

"Dia kan yang nabrak Ibu sampai kayak gini babak belur. Udah Bu jangan mau damai zaman sekarang. Mentang-mentang kita nggak punya uang, Hah?"

Aku menatap ibuku. Dia terlihat menarik nafas, membuangnya pelan. Dia juga memejamkan matanya, mungkin terasa berat baginya. Pelannya mata itu dibuka kembali.

"Dela, Ibu tidak pernah mengajarkan kamu main hakim sendiri. Ibu selalu mengajarkan kamu tentang kebaikan kenapa kamu jadi seperti ini."

"Udah Bu, aku tahu ini udah akhir bulan pasti ibu butuh duit kan sampai Ibu mau damai sama dia."

"Dela, cukup. Kamu itu siswa cerdas dan berprestasi seharusnya kamu bertanya dulu pokok masalahnya apa baru kamu menyerang orang. Dia itu orang yang menolong Ibu. Tidak seharusnya kamu memperlakukannya seperti itu. Cepat minta maaf."

Hah! Apa benar yang barusan aku dengar dia yang telah menolong Ibu. Jadi aku menyerang dia secara brutal padahal dia udah baik nolongin ibu. Aduh, aku malu banget nih Apa yang harus aku lakukan.

"Del, cepat minta maaf sekarang tunggu apa lagi. Kamu udah salah."

Bibirku enggan sekali menyebutkan maaf. Apa karena orang itu Daniel. Kenapa aku jadi diam terpaku seperti ini.

"Ah, sudah bu tidak apa-apa kok. Aku juga tidak kenapa-napa. Kalau begitu aku pamit ya bu semoga lekas sembuh," ucap Daniel kepada ibuku seolah-olah membuat aku terlihat tampak bodoh di depannya.

Tapi, kenapa aku masih terdiam. Bukannya minta maaf.

"A-ah, iya Nak. Maafkan anak ibu ya nak. Sekali lagi terima kasih, telah menolong Ibu."

Setelah ibuku berbicara. Dia pamit keluar dan pergi.

Ibuku tampak memejamkan mata, mungkin dia sedang memilah kata-kata yang tepat untuk berbicara kepadaku. Aku hanya bisa menunduk. Sesekali menoleh ke arahnya.

"Kamu ini kenapa Dela. Kamu seperti bukan anak ibu?"

"Ah itu Bu, aku kaget melihat ibu babak belur kayak gini. Aku pikir dia yang menabrak ibu, maaf Bu."

"Iya. Sepertinya kamu kenal dengannya?"

"Hmm, anu. Dia teman sekelas Della Bu. Dia anak baru di sekolah."

"Oh, pantas. Pasti kesan pertama kalian bertemu buruk, ya. Ya sudah kalau kayak gitu nggak usah dibahas besok minta maaf kepadanya. Biar bagaimanapun dia setidaknya dia telah menolong Ibu tadi."

Aku mengangguk.

Aku lalu menggandeng Ibu ke kamarnya. Aku ingin dia istirahat dan setelah itu aku mulai membereskan semua pekerjaan rumah. Aku tidak mungkin membiarkan Ibu melakukannya.

Setelah melakukan semua pekerjaan rumah sampai selesai tiba waktunya malam. Aku pun memasak nasi goreng agar bisa makan malam bersama dengan ibu. Hmm, hanya itu yang bisa ku masak dan goreng telur saja. Aku memang belum belajar memasak, karena di hari libur pun Ibu sibuk mencari pekerjaan tambahan.

Hari ini begitu lelah. Aku berharap esok akan lebih baik.

**

Pagi hari kubangun lebih pagi. Aku ingin memasak sesuatu sebelum ibu bangun. Hari ini aku niat tidak masuk sekolah karena ingin mengurus ibu. Tidak mungkin aku membiarkannya membereskan rumah atau bekerja sementara badannya luka-luka. Untung saja aku ada uang tabungan.

Setelah masakannya jadi, aku pun langsung membawanya ke kamar ibu.

Ku ketuk pintunya. Setelah itu aku masuk. 

"Del, kok kamu nggak sekolah ini udah mau setengah tujuh lho?" ucap Ibu pertama kali aku masuk. Aku lalu membawa nampan dan meletakkannya di meja samping tempat tidur ibu.

"Hmm, aku hari ini niatnya mau izin Bu. Aku nggak sekolah dulu Ibu kan lagi sakit."

Ibu tampak menghela nafas.

"Del, Ibu nggak mau nggak mau ketinggalan pelajaran. Kamu itu udah kelas 3."

"Bu udah udah nggak apa-apa. Aku nggak mungkin ninggalin ibu dalam keadaan kayak gini. Lihat ibu badannya aja banyak perban banyak luka. Masa mau kerjain ini itu."

"Del, Ibu nggak apa-apa kalau ngerjain ini itu kan bisa nanti pulang sekolah kamu."

"Terus Ibu minum obat makan gimana?"

"Ibu udah minta bantu Bu Tuti tetangga kita sebentar lagi dia datang kok udah kamu cepetan pakai seragam. Nanti kamu telat."

"Bu Tuti beneran mau Bu?"

Ibu mengangguk.

Setelah itu, Ibu menyuruhku untuk berganti pakaian dan kulihat dia sedang memakan nasi goreng yang aku buat di nampan yang aku taruh di samping meja.

Setelah selesai aku pamit kepada ibu untuk berangkat sekolah. Pagi ini aku harus berlari ke depan gang agar tidak ketinggalan angkot. Melihat ibuku yang luka parah semalam aku tidak sempat untuk menambal ban. Untung saja kemarin aku sudah menarik uang waktu diantar oleh Septi.

Ketika aku keluar rumah, kulihat ada seseorang mengendarai sepeda motor berhenti tepat di depan pagar rumah miniku ini. Orang tersebut membuka helm dan ternyata itu Daniel.

Hah?

Buat apa dia kemari. Jarak dari pintu ke pintu gerbang rumahku hanya beberapa meter. Jadi terlihat jelas ketika ada yang datang.

"Daniel? Kok lu disini?" kusapa dia meski agak sedikit menekan kata agar dia paham aku benar-benar tak suka. 

Daniel masuk membuka pintu gerbangku yang hanya satu meter itu. Dia melewatiku begitu saja. Dia juga menyenggol bahuku dengan sengaja sehingga aku meringis. Soalnya itu agak sakit.

"Aw! Apa-apaan nih! Konyol banget!" 

Setelah beberapa langkah dia menoleh. Dia tersenyum meledek lalu berbalik lagi melanjutkan langkah.

"Hei! Denger nggak?"

Daniel kembali berbalik.

"Lho ngomong sama gue?"

Ish, apa tidak salah kata-katanya itu. Kenapa dia terus buat aku marah kayak gini, ya. Itu orang, huh.

"Iya, gua ngomong sama lo emang mau sama siapa lagi."

"Oh sama gue! Ngomong apa? Mau ngomong sambil jenggut kayak kemarin, mukul? Hmm?"

Aish, ini orang kenapa bikin darah tinggi pagi-pagi begini. Bisa-bisanya dia masih membicarakan hal yang tidak berguna itu. Apa karena gua belum minta maaf sama dia. Jadi dia belum maafin gue, gitu kali ya.

"Huft, Oke, gua minta maaf. Gue minta maaf soal kemarin."

"Hmm, ya."

Dia lalu berbalik lagi, meneruskan langkahnya menuju pintu. Aku pun langsung berlari menuju pintu terlebih dahulu untuk mencegahnya.

"Eits. Kenapa lu terus melangkah maju untuk masuk ke rumah gua? Lu mau ngapain?"

"Emang harus gue ngomong sama lo?"

"Huh! Haruslah ini ke rumah gue."

"Oke, gue mau temuin Ibu lo."

"Nggak bisa. Lo kan bukan orang yang nabrak mau ngapain lu ketemu ibu gue."

"Suka suka gue dong."

"Nggak bisa. Pokoknya gue nggak ijinin lo nemuin dia."

"Brisik!"

Dia lalu mendorongku ke samping mengetuk pintu lalu membuka pintu tersebut. Hal itu membuat aku tersungkur.

"Aw, ngeselin banget sih itu orang pagi-pagi."

Dengan tertatih aku langsung bangun dan menyusulnya.

"Ada apa sih! Kok ada suara ribut-ribut," ujar Ibu. Aku mendengarnya.

"Lho, nak Daniel? Kenapa ke sini? Kamu nggak sekolah? Kamu juga Del, bukannya berangkat. Ini udah mau jam 7 lho!"

Daniel lalu menyerahkan sebuah bungkusan kepada ibu.

"Ah, ini. Aku ingin menyerahkan bungkusan ini kepada Ibu sebelum berangkat sekolah sekalian menjemput Della. Ya, kan."

Apa-apaan yang dia bicarakan barusan. Jemput aku? Nggak salah. Terus kenapa nadanya sopan. Bukannya tadi dia ngomong sama aku kasar banget. Bahkan dia tadi ngedorong aku.

"Iya, nggak?" Daniel menyenggol lenganku. Aku pun terpaksa mengiyakan dia daripada mendengarkan celoteh ibuku lebih panjang.

"Ah, Ya sudah kalau kayak gitu cepat berangkat sudah mau jam tujuh, nanti kalian telat."

Kami pun akhirnya berangkat. Aku dibonceng di motor oleh Daniel. Baru kali ini aku dibonceng lelaki. Aku tidak menyangka orang itu adalah Daniel. Orang yang paling nyebelin yang pernah aku temui.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam, tidak bicara satu sama lain. Mungkin karena Daniel adalah orang yang pendiam jadi dia tidak akan menjawab jika tidak ditanya. Sedangkan aku sendiri malas sekali kalau harus bertanya kepadanya. Nanti dia menyangka aku suka padanya.

Sesampainya di sekolah ternyata gerbang sedang digeser oleh Pak satpam ingin ditutup. 

"Daniel, berhenti disini."

Aku pun berlari setelah turun dari motor hendak mencegah Pak satpam untuk menutup sepenuhnya gerbang tersebut.

"Pak, pak, please. Jangan ditutup dulu. Aku mau masuk."

Prank! Suara gerbang tertutup. Kedua besi itu sudah menyatu. Ditambah Pak satpam menguncinya.

"Tidak bisa. Kamu sudah terlambat lima menit dan saya tidak bisa mentoleransi."

"Aduh, Pak. Please. Tadi buku sakit jadi aku harus membuat sarapan dulu. Makanya aku terlambat."

"Tidak bisa! Titik."

"Pak, mohon! Please!"

Aku terus memohon sedangkan Daniel masih duduk di motornya. Aku pun kembali menghampiri Daniel bisa-bisanya aku memohon di sini dan dia hanya menonton saja.

"Woi, ayo sini ikutan mohon sama Pak satpam. Lu sebenarnya mau sekolah apa nggak sih!"

Setelah aku berkata seperti itu dia pun mematikan motornya lalu memarkirkannya dan membuka helm. Dia pun menghampiriku.

"Pak, bisa buka gerbangnya?"

"Eh, Den, iya. Maaf bapak kira tadi siapa."

Tak lama kemudian Pak satpam membukakan gerbangnya. Aku pun dibuat melongok oleh Daniel. Siapa sebenarnya dia. Kenapa Pak satpam langsung mengenalnya dan membukakan pintu.

Beribu pertanyaan langsung muncul di benakku.

Bersambung …

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro