12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


a.n: aku ada cerita baru di akunku yang ZheniteVirai siapa tau suka, judulnya My Lord is a Tyrant ❤️

happy reading

love,

sirhayani

12  

Aku tak bisa mengendalikan diri ketika langkah lebarku membawaku menuju dua orang yang sedang duduk bersebelahan di sebuah tempat ramai ndengan lampu yang berkelap-kelip. Ada beberapa cowok dan cewek di sekitar Mahardika, tetapi aku tak melihat jelas wajah mereka. Perhatian Zoey sepenuhnya tertuju pada Mahardika dan cewek di sampingnya itu yang aku kenali.

Lagi-lagi aku melihat ingatan Zoey lewat mimpi.

Zoey berhenti di hadapan Mahardika yang menatapnya dengan datar dan seorang cewek yang tak lain adalah Haira, salah satu teman Zoey, Dia menatap Zoey dengan raut wajah ketakutan. Tamparan Zoey mendarat di pipi mulus cewek itu, membuat wajah cewek itu tertoleh dan langsung menangis sementara Mahardika langsung bediri dan menatap Zoey dengan tajam.

"Kenapa lo malah nampar dia?"

"Aku marah! Kenapa dia seenaknya deketin kamu padahal dia tahu kalau kamu itu tunangan aku?!"

Mahardika membuang muka dan napasnya dengan kasar, lalu kembali menatap Zoey dengan muak. "Kalau lo pengin marah, marah aja sama gue. Gue yang ngajakin dia ke sini," telunjuknya terangkat, mengarah ke belakang Zoey. "Lo. Sekarang pulang."

"Zoey, orang-orang merhatiin kita." Chessa menarik lengan Zoey. Ah, ternyata ada dia yang ikut. "Udah. Pengkhianat kayak dia nggak perlu lo ladenin. Pada akhirnya, dia bakalan dijauhin Mahardika dan enggak akan adalagi tempat buat dia."

Haira menangis terisak sambil menyembunyikan wajahnya di balik lemgan Mahardika. Aku tak menyangka dengan apa yang Haira lakukan pada Zoey. Dia yang paling terlihat tak mungkin menjadi pengkhianat, tetapi justru dialah yang menjadi pengkhianat.

"Ayo, Zoey." Chessa menarik Zoey kemudian langkah Chessa berhenti ketika Alanna menerjang Haira dan menarik rambut cewek itu hingga Haira berteriak histeris.

Keributan di kelab malam itu berakhir dengan kaburnya Alanna dari kejaran petugas keamanan kelab dan membawa Zoey dan Chessa kabur dari sana bersama.

Mereka pergi dari sana berkendara mobil dengan Chessa sebagai pengemudi. Zoey yang duduk di jok depan menangis terisak-isak. Entah kenapa aku bisa merasakan nyeri di ulu hati seolah aku mengalami apa yang terjadi Zoey.

"Lihat aja, mulai besok hidup cewek pengkhianat itu enggak akan tenang," kata Alanna yang duduk di jok penumpang belakang. "Gue bakalan buat hidupnya tersiksa."

***

Berapa kali Mahardika selingkuh?

Sebanyak apa cewek yang telah Mahardika temui dan membuat Zoey tersakiti?

Ketika aku terbangun dari mimpi itu tadi malam, aku langsung terdiam memandang jendela kamar Zoey yang terbuka lebar. Suasana sekitar terasa aneh. Udara lain yang masuk membuat atmosfer kamar ini tak seperti biasanya. Mungkin, karena aku masih merasa berada dalam dunia ingatan itu.

Rencana awalku untuk membuat Mahardika berbalik arah pada Zoey berhasil, dengan cara bersikap tak seperti Zoey yang biasanya.

Melihat dia yang tak ingin putus setelah aku mengucap kata putus itu, dugaan terbesarku adalah dia memiliki perasaan pada Zoey meskipun itu kecil. Ketidakcocokan kepribadian membuat Mahardika berusaha untuk membuat Zoey lelah padanya agar Zoey sendiri yaang memutuskan hubungan mereka lebih dulu. Namun, ketika aku yang bertindak sebagai Zoey ini mengaku kehilangan ingatan dan kata putus sempat keluar dari mulutku, Mahardika malah melewatkan kesempatan besar itu untuk lepas selamanya dari Zoey. Pasti Mahardika masih memiliki sedikit perasaan pada Zoey. Mungkin dengan hilangnya ingatan Zoey, Mahardika memiliki harapan untuk membuat Zoey menjadi Zoey yang sesuai dengan kenginannya. Dia sampai memutuskan untuk berhenti bermain cewek, yang mungkin saja bermain cewek adalah caranya lepas dari Zoey. Ketika suatu saat aku tidak bisa dia harapkan untuk menjadi sesuai dengan keinginannya, maka dia akan membuangku.

Pemikiranku barusan hanyalah sebuah dugaan.

Aku berdiri di teras rumah. Dicium terus-terusan oleh maminya Zoey. Beliau terlalu gemas pada anak satu-satunya itu. Pipi Zoey yang tersapu oleh bedak jutaan itu mungkin sudah terkena oleh lip stick merah muda dari bibir Mami. Aku hanya pasrah dan berharap Mahardika segera tiba.

Ketika suara mesin mobil Mahardika—yang sudah kuhafal suaranya—terdengar semakin mendekat, aku dengan sigap berbalik dan memeluk erat Mami. "Aku berangkat, ya, Mi."

Mami mengusap punggungku. "Hati-hati, ya, Sayang. Kalau mau hang out bareng temen-temen kamu, kabarin ke Mami dulu."

"Iya, Mi. Bye~!" Aku segera berbalik dan memanfaatkan kedua kaki jenjang Zoey untuk melangkah lebar. Setibanya di depan pagar rumah yang baru saja aku tutup, Mahardika sudah keluar dari mobilnya. Aku mengernyitkan kening sembari menuju pintu penumpang depan.

Mahardika melangkah dengan cepat dan membukakan pintu untukku sesaat sebelum aku memegang kenop pintu mobil. "Good morning, Zoey," katanya dengan senyuman. Dia benar-benar berbeda dari hari itu.

"Morning too, Mahardika." Kuberikan senyum kecil sebagai balasan. Aku tak boleh terlihat sinis.

"Duluan, ya, Tante!" seru Mahardika. Dia terlihat bersemangat. Senyumnya yang dia berikan padaku dan kepada Mami tak juga luntur hingga dia memutari bagian depan mobil untuk kembali ke kursi kemudi.

Setelah sama-sama duduk, kami sibuk dengan urusan masing-masing. Mahardika sibuk dengan fokusnya pada kemudi dan jalanan sementara aku sedang merogoh tas untuk mengambil cermin kecil milik Zoey yang suah ada di sana sejak awal. Kuambil benda kecil itu untuk melihat pantulan wajahku. Aku menyapu pelan bekas lip stick Mami di pipiku dengan ibu jari, membuatnya terlihat seperti perona pipi.

Mahardika sempat menoleh padaku. "Setelah hilang ingatan, aura lo jadi makin beda. Sekarang jadi terasa positif."

"Memangnya dulu negatif banget, ya?" tanyaku, memasang ekspresi penasaran sebagai seorang Zoey yang hilang ingatan. Tak perlu memasang ekspresi marah yang mungkin akan membuat suasana hati Mahardika jadi buruk. Sepertinya, dia memang menginginkan cewek yang memiliki sikap manis dan tak pernah marah sekalipun.

Aku harus selalu terlihat memiliki aura positif di depannya, tetapi tetap tak terlihat bodoh dan polos. Aku harus bekerja keras karena aku lelah bermuka banyak. Lama-lama aku malah akan terlihat seperti seseorang yang berkepribadian ganda.

"Gimana bilangnya, ya." Mahardika terlihat ragu-ragu.

"Bilang aja. Gue enggak apa-apa, kok." Aku tersenyum, memperlihatkan bahwa aku akan baik-baik saja.

"Oke, mumpung lo hilang ingatan dan saat ini gue merasa nyaman untuk bicarain unek-unek gue selama ini." Hanya suara Mahardika dan musik yang mengalun pelan yang sudah terputar sejak dia datang. "Karena lo yang dulu enggak bisa jadi pendengar yang baik, maunya didengar terus."

Aku terdiam dan berusaha menjadi seorang pendengar yang baik seperti keinginan tak langsung dari cowok itu.

"Kemaringue bilang, kan, kalau gue pengin lo selamanya kayak gini aja?" Aku mengangguk."Maksud gue, gue pengin lo selamanya hilang ingatan aja. Dengan begitu gueberharap bisa memperbaiki segala sifat buruk lo. Gue pengin lihat sejauh manalo bisa berubah jadi lebih baik. Walaupun sekarang dan dulu lo masih ada kesamaan, tapi tetap ada hal yang membedakan. Karena itu gue ngerasa masih punya harapan. Dengan hilangnya ingatan lo bisa membuat gue memperbaiki pribadi lo yang mana dulu nggak bisa gue perbaiki. Katanya seseorangnggak bisa ubah sifat orang lain, tapi kasus lo beda, kan?"

Aku merapatkan bibir dan mengangguk pelan. Setidaknya memberi respons pada Mahardika yang sepertinya memang terlihat ingin sekali melihat Zoey yang sesuai keinginannya selama ini.

Seperti dugaanku, lalu jika aku tak bisa dia kendalikan, dia akan pergi meninggalkanku. Makanya, mulai hari ini aku harus berhati-hati dalam bersikap.

"Sifat gue yang paling nggak lo suka apa aja?" tanyaku dengan suara lembut. "Gue akan catat. Gue akan perbaiki demi hubungan kita."

Mahardika terdiam sesaat. "Demi hubungan kita...?"

Aku mengangguk. "Dari cerita yang gue dengar dari temen-temen gue, sepertinya gue ini cinta berat sama lo. Kalau gue enggak mempertahankan hubungan kita dan ingatan gue akhirnya kembali, gue pasti akan hancur. Setidaknya, kita perlu jalanin hubungan kita dulu, kan? Ketika ingatan gue kembali, gue juga enggak mungkin akan lupain segala hal yang terjadi selama gue hilang ingatan. Setidaknya, gue bisa lihat bagaimana proses hubungan kita selama ini supaya gue akan tetap menerima akhir yang terbaik."

Aku tak tahu barusan bicara apa. Semoga saja Mahardika mengerti dengan omongan asal-asalanku.

Mahardika tersenyum kecil. Mobilnya berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah menyala. Momen itu dia manfaatkan untuk menoleh padaku. Aku sudah waspada ketika dia mendekat, tetapi tak bisa menghindar ketika dia tiba-tiba menarikku ke dalam pelukannya.

"Memangnya Zoey gue bisa bijak gini?" tanyanya dengan nada yang terdengar bangga.

"Kok meluk gue? Gue kan udah bilang nggak boleh sentuh-sentuh." Suaraku terdengar kesal karena aku tak bisa menyembunyikan suasana hatiku jika berkaitan dengan sentuhan fisik, tetapi Mahardika malah tertawa.

"Gue udah bilang, kan, gue enggak bisa kalau enggak peluk. Gue enggak akan lakuin yang lain, tapi gue butuh pelukan bareng lo, Zoey." Mahardika melepaskan pelukannya dan kembali fokus mengemudi dengan satu tangan sampai membuatku diam-diam panik karena tangan kirinya menggenggam tanganku, tak melepasnya meski aku berusaha melepasnya. Memangnya tidak apa-apa jika mengemudi dengan satu tangan? Rasanya menakutkan!

"Jujur. Dulu gue bawaannya kesel sama lo mulu. Dulu, lo selalu merasa diri lo itu pusat dunia dan terkadang sifat lo secara enggak langsung maupun secara langsung mandang rendah gue. Makanya gue benci itu. Suka playing victim, manja, merasa wajar melukai orang lain yang lebih rendah dari diri lo, cemburuan berlebihan. Bahkan teman sekelas cewek yang sekelompok sama gue karena diatur sama guru tetap jadi sasaran labrak lo bareng temen-temen lo."

Bagaimana Zoey tidak cemburu berlebihan? Cowok yang tak bisa kupahami pemikirannya ini selalu main cewek. Aku hampir saja memandangnya dengan tatapan tak suka, tetapi untunglah aku bisa menjaga ekspresi sebagai seseorang yang sedang merenungkan semua sifat burukku. Lagipula dugaanku bahwa Mahardika sengaja main cewek untuk bisa membuat Zoey memutuskan hubungan mereka lebih dulu bisa saja benar.

Pertanyaannya adalah; saat dia bermain cewek, apakah dia melakukan sentuhan fisik yang berlebihan pada mereka juga? Aku merasa ngeri jika memang jawaban dari pertanyaanku barusan adalah ya.

Kemungkinan besarnya adalah benar bahwa Mahardika juga melakukan sentuhan fisik seperti ciuman atau lebih dari itu dengan cewek-cewek selingkuhannya. Mahardika adalah cowok dengan gaya hidup bebas meskipun dia masih SMA. Apalagi bukan hanya Noah yang berkata bahwa cewek bernama Kiara itu pelacur Mahardika, tetapi Alanna dan lainnya juga berkata demikian.

"Dulu, disaat lo merasa gue ngelakuin kesalahan, lo akan ngerendahin gue dan keluarga gue yang nggak ada apa-apanya tanpa bantuan keluarga lo. Lo bilang gue harus nurut dan berbalas budi. Kadang juga lo ngerendahin diri lo sendiri, bersikap seolah-olah lo yang paling gue salahin padahal gue dulu ngelakuin segala hal demi ngebuat lo nyaman," katanya. "Saat gue enggak pengin lo ke kelab malam karena di sana bahaya, lo marah-marah dan ngatain gue enggak berhak larang-larang lo. Lo bebas lakuin apa pun yang lo mau. Saat gue udah bersikap bodo amat dengan segala problem yang lo buat sendiri, lo nuduh gue yang enggak pernah peduliin lo."

Membayangkan beberapa momen yang Mahardika ceritakan, aku bisa mengerti perasaan cowok ini. Namun, masih terlalu dini untuk menilai semuanya di awal. Aku tetap akan melihat kebenaran lewat ingatan-ingatan Zoey yang muncul lewat mimpiku.

Aku sudah tahu apa yang akan aku lakukan. Aku harus memperlihatkan sifat yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari Zoey. Aku tidak akan menjadi diriku sendiri karena sifatku yang egois, keras kepala, dan tak mau kalah tak mungkin bisa membuat seorang Mahardika Wijaya menjadi luluh. Aku akan menjadi seseorang yang sesuai keinginan Mahardika dan itu akan memakan energi yang banyak.

"Gue ternyata seburuk itu, ya," gumamku. "Gue enggak bisa bayangin gimana lo bisa bertahan selama ini."

Kubalas genggaman tangan Mahardika meski aku risi dengan sentuhan itu. Tak apa. Semua demi rencana yang berjalan sempurna. Mobil Mahardika akhirnya tiba di parkiran sekolah. Aku menatap Mahardika dan dia juga menoleh padaku dan semakin menggenggam tanganku dengan erat.

"Gue enggak akan punya sifat-sifat itu lagi. Gue akan memperbaiki diri." Mataku terasa berair. "Mahardika, gue janji akan jadi Zoey dengan versi yang paling baik."

***




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro