27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻27

Kami kembali ke rumah itu lagi setelah melewati jalanan yang aslinya gelap gulita jika saja tidak diterangi oleh lampu mobil Noah.

Seorang pekerja yang biasanya membuka gerbang langsung muncul dan membukakan gerbang untuk mobil Noah yang akan lewat. Pekerja itu sudah pasti ikut pada upacara pemanggilan iblis yang dipimpin Noah malam itu.

Mulai sekarang, aku cukup berpura-pura tak menganggap para pekerja itu ada. Di rumah ini, hanya ada dua manusia, yaitu aku dan Noah. Para pekerja sudah seperti zombie karena mereka tak bernyawa.

Tentu saja aku takut. Situasi ini menyeramkan, tetapi aku sudah berada di situasi menyeramkan sejak awal sehingga membuatku semakin terbiasa dengan hal-hal di luar logika yang terjadi padaku dan pada sekitarku.

Aku menutup mulutku dengan tangan karena menguap. Kami terlalu lama menepi di tepi jalan. Entah sudah jam berapa sekarang. Seluruh tubuhku pegal dan aku mengantuk berat. Samar-samar kulihat Noah memutari mobil, lalu dia membuka pintu di sampingku. Aku bersiap-siap turun, tetapi Noah menahan pundakku. Kemudian laki-laki itu mengangkatku ke dalam gendongannya. Aku mengalungkan kedua lenganku di lehernya sambil memejamkan mata.

Aku benar-benar lelah.

Seandainya saja ketika kembali membuka mata, yang kulihat adalah kehidupan normalku. Namun, rasanya itu mustahil.

***

Aku membuka kelopak mataku perlahan-lahan dan menemukan Noah sedang duduk di sebuah kursi yang entah sejak kapan ada di samping tempat tidurku. Noah mengusap pipiku dengan pelan.

Mataku langsung segar. Dia sedikit berubah. Aku harus memanfaatkan perubahannya itu untuk membuat rencanaku berjalan dengan mulus.

Noah membantuku saat aku berusaha untuk duduk. Sebuah bantal dia sandarkan di kepala ranjang, aku menyandarkan punggungku di sana sembari melihat jendela kamar yang terbuka lebar. "Jam berapa sekarang?"

"Sembilan pagi. Kamu terlalu nyenyak tidur." Noah mengambil segelas air dari nakas di sampingnya. "Minum dulu."

Aku menghabiskan segelas air itu. Semoga saja dia tidak menaruh obat aneh.

Aku terkejut merasakan tendangan yang berasal dari janin dalam perutku. "Noah!" seruku pelan sembari menatap perutku yang tertutupi oleh pakaian. Eh..., sejak kapan gaunku tergantikan oleh piyama tidur ini?

"Kenapa?"

"Kayaknya aku barusan ngerasain tendangannya lebih kuat dari biasanya."

"Tendangan ... nya?"

Aku mengangguk, lalu menoleh pada Noah. "Waktu aku ngerasain tendangan anak kita pertama kali, aku enggak ngasih tahu kamu karena muak duluan lihat kamu."

"Kamu terlalu jujur, Zoey."

Aku terkejut lagi merasakan tendangan dari janin ini. "Aku ngerasainnya lagi," gumamku sembari menarik tangan Noah dan menaruhnya di atas perutku. "Dua tendangan barusan di daerah sini."

Noah menatapku lamat-lamat sembari tersenyum miring. "Kalau ini cara baru kamu untuk luluhin hati aku, itu nggak akan ngaruh."

Aku hampir saja berteriak emosi karena mendengar kata-katanya. "Secara biologis, janin ini bukan darah daging aku. Janin ini adalah anak kamu dengan Zoey asli, tapi tetap aja aku yang mengandungnya sampai detik ini. Aku yang ngerasain segala sakit fisik dan mental. Bisa nggak ... satu kali aja kamu jangan ngelukain hati aku?"

Noah terdiam. Aku tak bisa menebak apa yang ada di dalam pikirannya.

Jiwa anak ini telah menjadi incaran oleh ayah kandungnya sendiri untuk dijadikan persembahan kepada iblis itu demi menggantikan jiwa Noah yang awalnya akan iblis itu ambil. Karena kejadian malam itu, aku akhirnya tahu mengapa jiwa dewasa Noah bisa berakhir di masa ini. Dia telah membuat kesepakatan dengan iblis itu sama seperti Zoey yang melakukan sebuah kesepakatan dengan iblis yang sama.

Aku pikir, di situasi ini, Noah lebih memilih untuk menyerahkan jiwanya kepada iblis itu agar bisa bertemu dengan jiwa Zoey asli. Ternyata, Noah tidak sebodoh itu untuk mempersembahkan jiwanya sendiri agar bisa bertemu jiwa Zoey asli. Noah tetap ingin hidup selamanya sebagai manusia dan hanya memedulikan Zoey secara fisik, tak peduli jiwa siapa yang ada di dalam raga Zoey asli.

"Sekarang aku penasaran, seperti apa tubuh dari jiwa yang ada di dalam tubuh Zoey sekarang?"

Aku langsung menegang.

"Kamu takut banget, ya?" Noah mendekat dan mencium sudut bibirku. "Aku enggak akan cari tahu dan nggak akan peduli. Yang aku pedulikan itu cuma kamu, Zoey."

"Aku nggak mau selamanya di tempat seperti ini." Kupandangi Noah dengan mata berkaca-kaca. "Tinggal di daerah sepi kayak gini ngebuat mentalku enggak baik. Untuk apa kamu bawa aku ke tempat yang jauh dari keramaian? Apa sejak awal kamu berpikir mungkin aja aku akan kabur? Aku nggak akan kabur kecuali sikap kamu nggak kayak sebelumnya. Tujuan aku adalah kembali ke kehidupan normalku. Caranya dengan buat kamu jatuh cinta. Gimana aku bisa buat kamu jatuh cinta kalau aku nggak ada di sisi kamu? Atau kamu takut beneran jatuh cinta? Udah berapa lama kamu bareng Zoey, tapi kamu enggak jatuh cinta kan? Kenapa kamu harus nyiksa aku kalau kita bisa hidup rukun?"

Noah terdiam. Selama dia terdiam, dia hanya memandang mataku dengan sorot yang tak bisa aku baca. "Kamu pengin di gedung apartemen yang sama dengan Chessa supaya punya teman main? Kalau iya, aku akan urus hari ini juga dan besok kita langsung pindah ke sana."

Tak kusangka-sangka, dia bertanya demikian. Aku tak tahu mengapa dia menanyakan apakah aku ingin di gedung yang sama dengan unit Chessa. Apakah karena Noah berpikir untuk menjadikan Chessa sebagai mata-matanya atau benar-benar tulus untuk membuatku punya teman bicara. Atau justru keduanya.

"Kamu serius?" tanyaku, terkesan skeptis. "Aku bersyukur kalau bisa dekat dengan Chessa. Cuma Chessa satu-satunya teman aku." Aku memegang perutku yang mengeluarkan suara keras. "Aku lapar...."

Noah sempat tertawa, tetapi dia langsung berdeham dan senyum yang membuatnya terlihat seperti manusia normal itu langsung hilang dalam sekejap. Noah berdiri dari kursi dan mengangkatku ke dalam gendongannya, membawaku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri disaat seorang pekerja datang membawa troli makanan ke kamar ini.

***

Noah menepati janjinya.

Aku tidak pernah sebahagia ini saat bersama Noah. Dia membeli sebuah apartemen yang sudah lengkap dengan segala perabotannya. Dia juga langsung mendapatkan manusia asli yang katanya akan datang beberapa hari sekali untuk membersihkan unit. Sementara untuk memasak, Noah yang akan melakukan hal itu. Ketika Noah pergi, dia akan menitipkanku pada Chessa jika Chessa tidak sedang kuliah.

Di kehamilan pertamaku, Noah tak pernah membawaku ke rumah sakit untuk memeriksa kandungan. Saat aku keguguran pun, dia hanya membawa seorang dokter yang mencurigakan untuk membersihkan rahimku. Betapa frustrasinya aku saat itu. Namun, kali ini Noah membawaku ke rumah sakit untuk memeriksa kandunganku langsung ke dokter spesialis di hari ketiga kami menetap di kota.

"Dia sangat sehat. Selamat, ya, kalian ayah dan ibu muda, dia calon anak laki-laki yang sehat." Dokter itu menjelaskan sambil tersenyum memandang layar yang menunjukkan keberadaan calon anak kami.

Noah berada di sisiku, menggenggam tanganku dengan erat sembari menatap layar itu tanpa berkedip. Aku hanya bisa berharap dia akan luluh sehingga tak jadi menumbalkan jiwa anak yang tak bersalah itu.

"Aku harap mukanya mirip kamu supaya aku bisa lihat Noah versi imut," bisikku dengan mata berkaca-kaca. Aku tidak bisa membayangkan akan setega apa Noah pada anaknya sendiri. "Noah, nanti aku mau pergi belanja keperluan bayi. Boleh, ya...?"

Noah menatapku. Dia terlihat linglung. Tangannya menyentuh rambutku, mengusapnya dengan lembut. "Iya, Sayang."

***

Aku tak tahu mengapa Noah membunuh kedua orang tua Zoey lagi. Noah akan membunuh orang-orang yang mengganggu jalannya. Mungkin saja, kedua orang tua Zoey selama beberapa bulan ini terus bertanya keberadaan Zoey dan membuat Noah kesal.

Aku pada akhirnya merelakan kepergian mereka. Mungkin, karena selama berbulan-bulan kami tak bertemu dan membuatku bisa lebih mengikhlaskan kepergian mereka. Selama ini, aku tak mendapatkan kabar dari Mami dan Papi Zoey. Noah juga tak pernah mengatakan apa-apa padahal kami sudah berada di kota yang sama dengan kedua orang tua kandung Zoey. Mungkin, Noah berpikir bahwa aku bukanlah Zoey asli sehingga tak akan mungkin peduli dengan kabar orang tua kandung Zoey.

"Warna biru langit," gumamku di depan rak kaos kaki bayi. "Yang ini imut. Cocok untuk newborn."

Noah mengambil kaos kaki bayi itu dan mengamatinya. "Memangnya ... sekecil ini? Ini bukan untuk kucing, kan?"

Aku menatap Noah sambil membelalak. "Kamu ... lagi bercanda apa serius?" Wajahnya terlihat serius untuk dikatakan bercanda, tetapi jelas-jelas kami berada di toko perlengkapan bayi. Bukan di petshop.

"Aku serius. Memangnya kaki bayi sekecil ini?" Dia mengangkat kaos kaki itu dengan tatapan heran. Sepertinya, aku barusan hampir tertawa karena tingkahnya yang di luar prediksiku.

"Iya, Noah. Kaki bayi memang sekecil itu."

"Kamu pernah lihat langsung, ya? Aku belum pernah lihat."

"Aku lihat di youtube." Aku mengangkat ibu jari dan telunjukku. "Kaki bayi sekecil ini, loh."

"Itu bukannya kaki kucing?"

"Bukan!" seruku, tertahan. Situasi ini membuatku hampir lupa bahwa laki-laki di sampingku adalah psikopat. "Aku ambil tiga pasang, ya?"

"Warnanya biru muda semua?"

"Iya, tapi motifnya beda, kan? Ada motif awan, ini kelinci lucu banget. Terus yang ini beruang." Ternyata memilih barang-barang untuk bayi seseru ini. Sayangnya, aku lebih memilih untuk tetap kembali daripada hidup selamanya bersama Noah.

Ah, aku baru terpikirkan sesuatu. Jika bayi ini lahir ke dunia, lalu aku berhasil kembali ke kehidupan normalku setelah membuat Noah jatuh cinta, maka bagaimana dengan anak ini...?

Aku melupakan hal penting itu.

"Sekarang baju, ya?" Noah menaruh barang-barang yang aku serahkan ke dalam troli belanja. Noah menggenggam tanganku sementara tangannya yang satunya mendorong troli.

Iya, ya? Bagaimana dengan anak kami nanti jika aku kembali?

"Luca?" Noah berhenti dan membuat pikiranku tentang calon bayi ini langsung buyar mendengar nama yang sudah lama tak aku pikirkan tiba-tiba disebut. Langkahku pun otomatis berhenti. Pandanganku tertuju pada Luca dan seseorang di sampingnya.

Aylin Naira.

Aku....

Mengapa ... Luca dan aku berada di toko perlengkapan bayi?

***




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro