10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. 

Pencipta Wulan Benitobonita

"Syukurlah taman belakang kembali diperhatikan. Para tukang kebun sangat antusias untuk menanam bunga dan mendekorasinya. Mungkin, tahun depan kita sudah bisa menikmati sayur kita sendiri."

Suara seorang perempuan sayup-sayup masuk ke pendengaran Malizande kala bocah itu dan Madamme Lucie melintas di lorong menuju taman. Tiga hari telah berlalu setelah Mister Ode mengoreksi beberapa bagian gambar miliknya dan menyerahkannya ke kepala tukang kebun.

"Menikah lagi memang solusi terbaik untuk His Majesty. Mas kawin yang dibawa oleh Princessa cukup untuk membiayai perang kita dengan para Ilen. His Majesty merasa muak dengan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di sana."

"Tapi, seharusnya His Majesty memilih ratu yang lebih dewasa. Ratu Hannah Yang Baik meninggal sebelum memberikan keturunan dan Princessa ter--"

Percakapan terhenti saat Malizande membuka lebar pintu ruangan di mana sumber suara berasal. Rahang bocah itu mengetat ketika para pelayan yang sedang bersantai di sebuah kamar tidur menampilkan ekspresi terkejut. Satu orang berbaring santai di atas kasur, di mana yang lainnya duduk di sisi ranjang dan di kursi dekat meja.

"Prin-Princessa …." Tiga orang perempuan yang tidak pernah dilihat oleh Malizande sebelumnya langsung menekuk kaki dan menunduk. 

Jantung Malizande berdegup cepat karena gusar. Ternyata bukan hanya di negaranya para pelayan gemar bergosip. Dia tidak menyukainya.

Kepala Malizande mendongak tinggi. Sang calon ratu mengamati ruangan yang seukuran setengah dari kamar tidurnya  dengan rasa jijik.

Kotor. 

Kamar tidur yang diperuntukan bagi tamu kastel itu tampak tidak terawat dan dibiarkan begitu saja dalam waktu cukup lama. Lumut menutupi sebagian sisi dinding. Bau lembab tercium dari kasur seukuran dua orang dewasa dan sebuah sarang laba-laba menggantung di pojok kiri langit-langit. Kotoran burung juga memenuhi sisi dekat jendela.

Akan tetapi, Malizande tidak berkata apa pun. Dia tidak berniat menurunkan harga diri dengan berbicara dengan orang-orang yang tidak layak baginya.

Bocah itu memutar tubuh dan langsung berjalan pergi. Namun, Malizande tidak ke taman belakang, tujuannya kali ini adalah ruang takhta, di mana sang ratu dapat memanggil dan berbicara secara formal dengan tamu ataupun bawahannya.

*****

Sepasang kursi kayu yang dilapisi kain ungu, khusus raja dan ratu, berada di atas podium, yang memiliki tiga anak tangga. Malizande menyusuri karpet merah. Dia melangkah naik dan menduduki salah satu kursi dengan ekspresi geram. 

Bocah itu mengabaikan hiasan perisai juga bendera yang menggantung indah di keempat sisi dinding. Dia juga tidak memedulikan sepasang kakinya yang menggantung bebas di udara akibat tingginya kursi.

Mata Malizande mengarah dan kepada pengasuhnya yang berdiri di dekat anak tangga dan berkata, "Madamme Lucie, minta salah satu pelayan atau pengawal untuk memanggil Mrs. Peach."

"Apa Princessa ingin menghukum ketiga pemalas itu?" tanya Madamme Lucie antusias. Dia bahkan menepuk kedua telapak tangan hingga gantungan mungil pada lengan yang berisi bunga lavender bergoyang bagai bandul. "Saya rasa tiga tamparan pipi pada masing-masing pelayan cukup untuk hukuman permulaan."

"Malizande, akan banyak orang yang berusaha mendiktemu. Mereka akan berusaha mengambil keuntungan pribadi darimu. Berpikir dan bertindaklah dengan bijak."

Salah satu nasihat dari sang ibu yang sering diucapkan setiap kali mereka sedang menghabiskan waktu bersama teringat oleh Malizande. Bocah itu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan.

"Saya sudah memikirkan hal yang pantas untuk mereka."

"Baik, Princessa." 

Ekspresi riang Madamme Lucie membias ketika mendengar nada formal dari Malizande. Perempuan itu sedikit menekuk kaki dan berbalik untuk keluar ruangan. 

Lebih sopan para pelayan Dominic dibandingkan sikap Madamme Lucie.

Malizande mengamati punggung Madamme Lucie sebelum kembali mengembuskan napas panjang. Di chateau mereka juga sering menghadapi para penggunjing. Dia akan meniru cara ibunya untuk menyelesaikan masalah ini.

*****

Dua ekor burung gereja hinggap di sisi luar lubang berjeruji dan saling berciap riang. Kepala Malizande menoleh ke sisi dan mengamati interaksi keduanya dengan tertarik.

Di taman belakang chateau mereka juga memiliki berbagai jenis burung, termasuk burung gereja. Mungkin aku bisa meminta tukang kebun untuk membuat sangkar burung raksasa.

Akan tetapi, lamunan Malizande buyar ketika pintu ruang takhta terbuka secara perlahan. Mrs Peach masuk dengan ekspresi pucat yang diekori oleh Madamme Lucie yang menyeringai lebar.

"Princessa." Sang kepala pelayan menekuk kedua kaki dan menatap takut-takut ke arah Malizande.

Malizande mengambil jeda sejenak. Bocah itu mengingat-ingat tingkah laku ibunya ketika hendak menegur salah satu pelayan dan kini dia akan melakukan hal serupa.

"Mrs. Peach, apa kamu tahu kesalahanmu?"

Perempuan keturunan campuran itu menunduk dan mengangguk kecil. Madamme Lucie sepertinya sudah merinci seluruh kejadian barusan ke sang kepala pelayan.

"Kamar kotor. Pelayan bermalas-malasan. Mereka bahkan menghabiskan waktu untuk bergunjing sambil berbaring pada ranjang yang tidak diperuntukan bagi mereka."

"Princessa, saya minta maaf. Saya akan menegur dan menghukum mereka."

Dengkus meremehkan sontak terdengar dari Madamme Lucie ketika Mrs. Peach mengangkat kepala dan memberikan tatapan penuh permohonan kepada Malizande.

Akan tetapi, Malizande lagi-lagi mengambil jeda. Bocah delapan tahun itu hanya membalas pandangan Mrs. Peach hingga sang kepala pelayan menundukkan kepala.

"Kastel ini kotor," cela Madamme Lucie di tengah-tengah kebisuan yang terjadi. "Saya rasa akan lebih baik untuk mengganti kepala pelayan."

"Princessa, saya sungguh-sungguh minta maaf."

Mrs. Peach berlutut dengan punggung merunduk. Kesepuluh jemari kepala pelayan itu meremas erat gaun biru tua yang dia kenakan.

"Bersihkan seluruh ruangan. Apabila saya mendapati ada ruangan yang masih kotor besok pagi, saya akan meminta His Majesty untuk mengganti kamu dan ketiga pelayan tadi."

Suara khas anak-anak Malizande terdengar tegas. Tidak masalah dia masih kecil. Dia adalah calon ratu negara ini. Istri dari raja yang berkuasa. Sebuah titah darinya bahkan dapat mencabut nyawa perempuan yang sedang berada di hadapannya. 

"Ba-baik, Princessa."

Mrs. Peach memperdalam bungkuknya. Pelayan itu bangkit berdiri tanpa berani mengangkat kepala. Dia kemudian mundur perlahan hingga menghilang di balik pintu.

Madamme Lucie mendengkus ketika pintu tertutup dari luar. Perempuan itu kemudian menoleh ke arah Malizande dan berkata, "Princessa, biarkan saya saja nanti yang memeriksanya. Besok pagi akan ada pelajaran seni, jangan karena kemalasan mereka Princessa kehilangan waktu belajar."

Benar juga. Belajar jauh lebih penting dibandingkan mengurusi pelayan.

"Baiklah, Madamme Lucie. Saya serahkan tugas ini kepada kamu."

Bibir Madamme Lucie melengkung sempurna. Pengasuh pribadi Malizande itu menekuk kaki sebelum berkata, "Saya akan mengawasi mereka dengan sebaik-baiknya."

"Kalau begitu, mari kita ke taman."

"Baik, Princessa."

Malizande melompat turun dari kursi. Bocah itu menuruni tangga dan berjalan dengan punggung tegak. 

Mere, aku pasti akan menjadi ratu yang bisa dibanggakan. 

Malizande menunggu pengasuhnya membuka pintu sebelum bocah itu berjalan keluar ruang takhta dengan kepala mendongak tinggi. 






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro