20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

20 - Malizande

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita

Mere, apa kabar? Apa Pere baik-baik saja? Aku mendengar bahwa ada kebakaran di istana saat pesta persiapan pernikahan salah satu pelayan dalam. Aku berharap tidak banyak korban jiwa saat itu.

Hari ini aku dan Dominic lagi-lagi mengunjungi sebuah desa. Desa kali ini lebih indah dibandingkan sebelumnya. Sebagian besar dari mereka sudah bersepatu. Meski pakaian yang mereka gunakan sangat sederhana, tetapi tidak ada yang kelaparan ....

Malizande mengembuskan napas saat mengistirahatkan tangannya dari menulis. Tubuh langsing berbalut gaun merah marun itu merenggang sejenak menoleh ke arah jendela tempat penginapannya dengan Dominic.

Jemari lentik gadis berusia tujuh belas tahun itu tanpa sadar memilin rambut hitam panjangnya yang dibiarkan tergerai bebas kala pandangannya mengamati sehelai daun keemasan yang melayang turun dari sebuah pohon yang hampir botak. Sudah hampir musim gugur ke sembilan.

Kamar peristirahatan Malizande terasa nyaman dengan ranjang berukuran cukup besar untuk satu orang dan perapian yang menyala. Angin sepoi di sore hari terasa sejuk membawa keharuman alam. Setelah bertahun-tahun lamanya mereka berkelana, gadis itu akhirnya bisa beradaptasi dengan lingkungan yang terasa sangat sederhana dibandingkan kehidupan di istana.

"Sedang memikirkan apa?"

Suara Dominic yang terdengar dari balik punggung membuat Malizande tersentak. Gadis itu pun memutar tubuh dan berkata tergagap. "N-non ...."

Alis kanan Dominic terangkat. Raut penasaran tergurat pada wajah yang ditutupi oleh bakal janggut keemasan. Pria yang kini berusia 32 tahun itu sedikit merunduk saat mencuri baca surat istrinya.

Akan tetapi, Malizande bergegas menutupi lembaran kulit sapi itu dengan tubuhnya. "Tidak boleh baca."

"La Petite Reine," tegur Dominic dengan nada mengancam. Pria itu menegakkan punggung sambil menatap tajam istrinya.

Bibir Malizande tercebik sebal. Gadis itu akhirnya memutar tubuh sebelum menggerutu, "Tidak ada yang penting, hanya cerita biasa."

"Tentang betapa indahnya negara ini?" tanya Dominic memastikan.

"M-moi." Malizande tersenyum jengah. Sembilan tahun sudah dia belajar berbohong, tetapi tetap saja dirinya belum cukup piawai untuk memasang ekspresi penuh kepalsuan.

Mata Dominic berkilat curiga. Dia menelisik wajah Malizande cukup lama hingga istrinya terpaksa membuang muka.

Dominic pun akhirnya mengembuskan napas. Pria itu berjalan menuju ranjang dan duduk di pinggirnya. "Lanjutkan saja menulisnya."

Akan tetapi, Malizande kehilangan minat untuk melanjutkan kegiatannya. Dia mengamati bahwa goresan tinta hitam telah mengering dan memutuskan untuk menggulung suratnya yang jauh dari kata selesai.

"Apa ingin berjalan-jalan, My Love?" tanya Malizande sambil melirik diam-diam ke arah suaminya. Penampakan tubuh tegap yang didominasi oleh otot yang terbiasa untuk bertarung itu membuat jantungnya sedikit berdegup.

"Ah, tidak." Dominic tersenyum kecil, menyebabkan sepasang mata birunya menyipit sejenak. "Terlalu dingin di luar sana."

Cakep juga ....

Pipi Malizande pun sedikit bersemu. Gadis itu segera membuang wajah dan mengalihkan pandangan ke arah pintu yang terbuka.

"Apa ingin minum teh, My Love? Aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan kue."

Akan tetapi, bukannya menjawab, kening Dominic malah mengerut dengan ekspresi tidak suka. Dia ikut melihat ke arah yang sama dengan istrinya sebelum balik bertanya, "Di mana pengasuhmu? Bukankah dia seharusnya menemanimu?"

"Pelayan, My Love!" koreksi Malizande dengan wajah cemberut. "Aku bukan anak kecil lagi."

Dominic tertawa kecil. Pria itu menyeringai sebelum membalas omelan istrinya. "Maaf, maaf. Di mana pelayanmu, La Petite Reine?"

Malizande mendengkus sebal. Dominic tidak pernah serius menanggapi ucapannya yang ingin diperlakukan seperti perempuan dewasa. Namun, gadis itu memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah dan menjawab pertanyaan suaminya.

"Mrs. Peach menemani salah satu pelayan yang sedang melahirkan, My Love. Bidan mengatakan bahwa dia mengalami kelahiran yang sulit."

"Terlalu muda untuk melahirkan, suaminya seharusnya menunggu hingga gadis itu cukup umur. Apabila dia selamat, saya terpaksa mensterilkan kandungannya. Dia tidak akan pernah memiliki anak lagi."

Ucapan sang bidan saat Malizande berkunjung pagi tadi membuat ingatan Malizande mengulang adegan yang dia lihat di kamar tidur sang bidan yang digunakan untuk bersalin. Wajah Mary, pelayan berusia 14 tahun itu, pucat pasi. Dia berbaring di atas ranjang sambil merintih kesakitan, mencengkeram seprai putih, dengan ukuran perut yang lebih besar daripada sebutir buah semangka.

Pasti sangat menyakitkan.

"Oh, begitu." Dominic bangkit berdiri. Pria itu tampak tidak tertarik dengan penjelasan Malizande dan berjalan keluar. "Teh boleh. Aku akan menyusul ke ruang makan setelah membersihkan diri."

Pandangan Malizande melekat pada punggung suaminya yang semakin menjauh. Sedikit rasa kecewa pun menyentil hatinya. Kapan dia akan menganggapku sebagai perempuan dewasa?

Pintu tertutup dari luar sebelum gadis itu mengembuskan napas panjang. Mungkin aku harus menganti gaya rambutku.

Malizande beranjak dari kursinya untuk melangkah menuju pintu dan mempersiapkan kudapan sore bagi suaminya.

*****

Teh dan beberapa potong roti telah terhidang di meja ruang makan penginapan. Udara yang seharusnya semakin dingin terhalau oleh hangat yang dipancarkan dari perapian.

Dua orang pengawal tampak berjaga di depan pintu masuk ruang makan, sedangkan dua pelayan perempuan yang berada di sana terlihat sibuk mempersiapkan berbagai jenis buah.

Malizande duduk pada kepala meja di sisi utara. Dia mengamati pengaturan posisi piring juga cangkir, sebelum pandangannya mengarah ke beberapa butir apel yang berada di dalam keranjang bambu. Apel segar, roti juga masih hangat.

Langkah kaki teratur yang semakin mendekat membuat Malizande menoleh ke arah suara. Jantung gadis itu lagi-lagi berdegup nyaman saat melihat kehadiran suaminya.

Penampilan Dominic terlihat lebih segar setelah pria itu mencuci muka dan berganti pakaian. Sang raja melewati para pelayan yang sedikit menekuk lutut untuk memberi hormat sebelum dia duduk di sisi berseberangan dengan Malizande.

Dominic meraih sepotong roti dan merobeknya menjadi dua. Pria itu menikmati kudapannya sejenak sebelum memulai pembicaraan. "La Petite Reine, sudah waktunya kita pulang."

"Pulang?"

Mata hitam Malizande sontak melebar akibat terkejut. Sudah sembilan tahun Dominic tidak pernah membahas keinginannya untuk kembali ke istana. "Tapi, kenapa?"

"Kau tidak ingin pulang?"

Dominic memiringkan sedikit kepala saat mengamati reaksi istrinya. Tinggi mereka kini tidak terlalu jauh. Malizande pun tidak perlu terlalu mendongak saat berbicara dengan pria itu.

"Aku tidak keberatan, My Love, hanya kenapa?"

"Hmm." Dominic meletakkan roti yang dia genggam pada piring emas miliknya. Pria itu seakan berpikir sejenak sebelum menjawab dengan nada diseret. "Mungkin karena sudah waktunya aku mengurus negara ini."

Rasa bersalah pun membuat pipi Malizande terasa hangat. Dia menunduk hingga pandangan mereka terputus sebelum Dominic melanjutkan ucapannya. "Dan ...."

"Dan?"

Kini penasaran membuat tatapan Malizande kembali ke arah suaminya. Mata Dominic berbinar jenaka. Pria itu menyeringai saat berkata, "Sudah waktunya sang ratu mendapatkan mahkotanya."

30 April 2023

Benitobonita

Mulai bab berikutnya, Malizande versi full hanya akan ada di karyakarsa Benitobonita. Bisa mampir ke sana kalau penasaran bagaimana kisah mereka selanjutnya ya^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro