19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

19 - Malizande

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita

Ruang makan penginapan yang terletak di lantai satu sangat sederhana. Meski seluruh ruangan sudah dihias sedemikian rupa. Namun, tetap saja jauh dari kata megah.

Malizande mengamati sekeliling kala dua orang pelayan perempuan mempersiapkan enam jenis makanan di atas meja kayu panjang yang berada di hadapannya. Berbagai jenis bunga yang mengeluarkan wangi diletakkan pada keempat sudut; taplak ungu bersimbol kerajaan menutupi meja dan tergantung pada dinding yang tidak berjendela; dan dua orang pengawal berdiri di sisi kanan juga kiri jalur masuk ke ruang makan, menghalau orang yang tidak berkepentingan sehingga tidak mengganggu keluarga kerajaan.

Suara susu putih dituang pada gelas membuat Malizande menoleh ke mejanya. Roti, sup jamur, ikan bakar, dan beraneka buah telah siap untuk disantap. Dia pun meraih gelas untuk meneguknya sebelum mulai menikmati hidangan yang tersedia.

*****

Malizande menguap bosan. Beberapa jam berlalu sejak perut bocah itu diisi oleh berbagai makanan lezat. Sekarang, dia kembali ke kamar tidur hanya untuk duduk di depan jendela dan mengamati pemandangan yang ada.

Pada awalnya, rumah-rumah mungil satu lantai berbahan kayu yang dibangun secara sembarangan itu menarik rasa penasaran Malizande.

Para penduduk wanita yang mengenakan gaun sederhana dan penduduk laki-laki yang menggunakan pakaian lusuh itu seakan-akan tidak masalah apabila pintu depan rumah mereka hanya berjarak beberapa meter dengan pintu rumah tetangga seberangnya ataupun jendelanya hampir tertutup pohon raksasa. Namun, setelah cukup lama mengamati tingkah aneh mereka, jenuh kini melanda.

Matahari telah berada di puncak saat perhatian Malizande beralih kepada Mrs. Peach. Perempuan itu sedari tadi duduk tidak jauh dari pintu dan sibuk menjahit.

"Mrs. Peach."

"Ya, Princessa?"

Kepala Mrs. Peach terangkat. Sang pengasuh meletakkan pakaian setengah jadi di pangkuan saat menyinggungkan senyum.

Akan tetapi, Malizande tidak langsung membalas. Rasa ragu membuat bibir bocah itu terbuka dan terkatup, tidak baik menggosipkan orang lain terlebih suami sendiri. Mere sudah berpesan untuk tidak melakukannya, tetapi ....

"Ya, Princessa?"

Ekspresi lembut dari sang pengasuh membuat pertahanan Malizande lepas. Dia pun mengucapkan pertanyaan yang telah lama ditahannya. "Siapa Putri dari Irie?"

"Ah." Mrs. Peach yang sontak menjatuhkan pakaian ke atas lantai segera berlutut di atas lain lalu melihat sekeliling. "Ma-maaf, Princessa saya harus mencari jarum jahitnya, sepertinya terlempar."

Bibir Malizande pun kembali tertutup kala Mrs. Peach tampak sibuk meraba-raba lantai kayu yang berwarna gelap. "Jangan bergerak, Princessa. Saya khawatir Princessa tertusuk."

Akan tetapi, suara riuh mendadak terdengar dari kejauhan. Mrs. Peach segera berdiri untuk memandang ke arah jendela. Wajah perempuan itu menjadi cerah sebelum berseru ceria. "Princessa, His Majesty sudah kembali! Ayo, kita sambut beliau!"

"Tapi, bagaimana dengan jarumnya?" Kening Malizande mengerut heran, pengasuhnya sepertinya lupa kalau sedang mencari jarum di lantai.

"Ah, iya. Saya akan meminta salah satu pelayan untuk mencarinya. Nah, mari, Princessa, mari kita turun untuk menyambut His Majesty!"

*****


"M—membunuhnya?"

"Dengan sekali tebas." Dominic mendengkus dengan penuh rasa puas.

"Te—tebas?"

"Lehernya bahkan hampir putus saat saya mengayunkan pedang ini," balas Dominic yang kini menepuk senjata yang sedang dipegang oleh salah satu knight yang berdiri di sebelahnya. "Binatang ini khusus untukmu."

Hah?

Wajah Malizande pun memucat. Mulut bocah itu ternganga sebelum dia refleks berseru, "Tidak mau!"

Keceriaan yang sebelumnya terdengar gaduh seketika berubah menjadi hening. Semua pasang mata memandang sang calon ratu yang baru saja menolak pemberian dari raja mereka.

"I—itu mengerikan!" lanjut Malizande dengan tubuh gemetar. A—apa yang harus kulakukan dengan bangkai itu? A—aku tidak bisa merawatnya, kepalanya saja sudah hampir terguling. "A—aku tidak mau."

Punggung Dominic kini menegang. Senyum hangat pria itu menghilang dan digantikan dengan tatapan dingin.

"Princessa."

Bisikan dari Mrs. Peach membuat Malizande menoleh ke belakang. Sang pengasuh yang menundukkan kepala itu pun berjalan dua langkah untuk mendekati Malizande dan bergumam halus. "His Majesty membawakan daging untuk diolah agar esok hari kita bisa menimatinya, bukan Princessa yang harus mengolahnya, tetapi juru masak penginapan."

"Bu—bukan saya?" cicit Malizande yang membutuhkan kepastian. Dia tidak mau, bahkan bersedia hanya untuk menatapi binatang yang bersimbah darah itu.

"Bukan, Princessa."

Mrs. Peach menggeleng kecil sebelum kembali melangkah mundur dengan pandangan ke arah rerumputan.

Suasana kembali senyap. Malizande pun berusaha mencerna kata-kata sang pengasuh. Bila bukan aku yang harus mengurus bangkai itu, kenapa dia menghadiahkannya ke aku?

Dehaman Dominic membuat Malizande kembali memutar tubuhnya. Pria itu masih berdiri dengan dada membusung. "Masih ada hadiah lain."

"Sa—saya rasa tidak usah, My Love," tolak Malizande sungguh-sungguh. Sudah cukup satu bangkai babi hutan, dia tidak perlu bangkai lainnya.

"Tidak, saya rasa kamu akan menyukainya yang ini." Dominic dengan keras kepala berusaha menyenangkan Malizande. Pria itu menoleh ke salah satu knight lainnya dan berkata, "Berikan kepada Princessa."

Malizande sontak melangkah mundur kala sang knight mengambil seekor hewan yang terikat di atas kudanya. "Ti—tidak, sa—saya tidak butuh, sung—"

Ucapan Malizande terhenti saat dia akhirnya melihat binatang yang berada di dalam pelukan sang knight. Seekor kelinci bertelinga panjang. Namun, yang kali ini berbulu putih dengan bercak hitam di beberapa tempat.

Lucunya!

"Saya menemukannya tersesat di hutan. Saya rasa dia bisa jadi teman kelincimu," jelas Dominic yang kembali menyeringai.

Malizande dengan antusias menerima kelinci seukuran dua kali telapak tangannya lalu memeluknya erat. Dia menengadah untuk menatap ke arah suaminya dan berkata dengan nada ceria. "Terima kasih, My Love."

Bisik-bisik terdengar di sekitar mereka sebelum percakapan-percakapan kembali terdengar jelas. Para penduduk tidak lagi menutup mulut mereka dan pembicaraan kini mengalir lancar.

"Hormat untuk His Majesty yang berhasil membunuh para babi liar yang sering merusak hasil panen kami!"

"Pesta! Mari kita pesta!"

Dominic melambaikan tangan ke arah rakyatnya sebelum dia menunduk dan berkata dengan nada halus kepada Malizande. "Mari kita masuk. Kelinci itu pasti sudah ingin melihat rumah barunya."

"Ya, My Love."

Malizande menyambut uluran tangan Dominic sebelum mereka berjalan memasuki rumah sambil bergandengan tangan.

29 Maret 2023

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro