18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

18 - Malizande

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita

Penginapan di desa pertama yang mereka datangi merupakan bangunan termewah yang ada di sana. Sang raja dan calon ratunya menempati lantai dua, sedangkan para pelayan juga tentara memenuhi ruangan lain, bahkan meminjam beberapa rumah penduduk untuk beristirahat.

Malizande mengamati ruang tidur yang hanya memiliki luas seperempat kamarnya di kastel dengan perasaan campur aduk, bingung dan tidak nyaman.

Lantai juga dinding berbahan kayu dan lubang kotak seukuran setengah badan yang berada pada salah satu dinding merupakan objek pertama yang mengambil perhatian Malizande. Namun, pandangan bocah itu pada akhirnya berhenti pada kasur berukuran dua badan orang dewasa yang sepertinya memakai bahan dari jerami kering dan dilapisi kain bersih.

Ini lebih jelek dibandingkan kamarku.

"Princessa, buka mulutnya."

Ucapan Mrs. Peach membuat pikiran Malizande yang sebelumnya berkelana kini kembali lagi. Bocah itu membuka mulut dan membiarkan sang pengasuh membersihkan giginya ketika dua pelayan lain merapikan pakaian juga kasur.

Sebuah baskom terbuat dari emas juga disodorkan untuk menampung bekas kumuran Malizande. Sang calon ratu pada akhirnya siap untuk beristirahat di ranjangnya sendiri.

"Mrs. Peach, apa kau yang akan menemaniku tidur?" Malizande mendongak dan menatap pengasuhnya penuh harap ketika dirinya telah bersandar nyaman di atas kasur sambil memeluk Sophie.

"Apabila Princessa menginginkannya, saya akan menemani Princessa," balas Mrs. Peach dengan bibir melengkung manis.

Binar riang sontak tercitra pada mata Malizande. Dia sangat menyukai pengasuh barunya, meski tetap saja Madamme Lucie akan selalu menjadi teman pertamanya di negara ini.

"Saya menginginkan Mrs. Peach menemani saya," ulang Malizande untuk menegaskan kehendaknya.

"Sesuai kehendak Anda, Princessa."

Mrs. Peach sedikit menekuk lutut. Perempuan itu kemudian membantu kedua pelayan lainnya untuk bergegas menyelesaikan pekerjaan mereka sebelum pada akhirnya dia menutup pintu dari dalam dan menyeret sebuah kasur lantai tepat di depan pintu.

Malizande mengamati tingkah pengasuh barunya dengan tubuh berbaring miring. Bocah itu bahkan menguap dan hampir tertidur saat ucapan Mrs. Peach membuatnya kembali terjaga.

"Princessa, apa ingin berdoa terlebih dahulu?"

Berdoa!

Tubuh mungil Malizande sontak terduduk. Sudah hampir satu bulan dia meninggalkan kedua orang tuanya juga para gurunya di negeri seberang dan ada satu hal yang terlupakan begitu saja ....

Kapan terakhir kali aku berdoa?

"Princessa?" Kepala Mrs. Peach meneleng ke kiri saat wajah Malizande kini tampak pucat. "Ada apa?"

"Eh, sa-saya lupa berdoa," jawab Malizande tergagap. Dia harus segera melakukan pengakuan dosa di tempat ibadah terdekat.

Tawa kecil pun meluncur dari bibir Mrs. Peach. Perempuan itu bersimpuh pada sisi ranjang. Dia melipat kedua tangan dan bergumam halus. "Princessa, kalau begitu bagaimana kalau kita berdoa bersama-sama?"

Malizande mengangguk kecil. Bocah itu turun dari kasur dan ikut bersimpuh di sisi pengasuhnya sebelum mereka sama-sama memejamkan mata dan melantunkan doa.

*****

Tawa ceria anak-anak dan kokok ayam mengejutkan Malizande. Bocah itu membuka mata dan terdiam saat mengamati langit-langit berbahan kayu yang tampak sedikit berjamur.

Aku di desa, ya?

"Selamat pagi, Princessa." Sapaan dari Mrs. Peach membuat Malizande menoleh ke arah pengasuhnya.

Langit yang terlihat dari lubang jendela sudah cukup terang, sedangkan Mrs. Peach telah berpakaian rapi dan sepertinya baru saja berdiri dari kursi. Sebuah pakaian setengah jadi lengkap dengan jarum dan benang berada di atas meja kayu di sebelah kursi.

"Mrs. Peach, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Malizande penasaran, bahkan dia mengabaikan pegal-pegal yang dirasakan akibat berkereta seharian.

"Oh, maaf, Princessa. Saya sedang menjahit pakaian." Mrs. Peach meraih gaun seukuran tubuh Malizande dan melipatnya secara rapi.

"Pakaian?"

Mata Malizande berkedip beberapa kali akibat kebingungan. Menjahit adalah pekerjaan kasar, seharusnya seorang pelayan istana tidak melakukannya.

"Iya, Princessa." Pipi Mrs. Peach bersemu merah muda. Binar bahagia tampak pada wajahnya kala dia melanjutkan, "Putri saya sebentar lagi akan berulang tahun. Saya ingin memberikannya gaun buatan saya sendiri."

"Oh ...."

Malizande tidak lagi berminat berkata-kata. Tahun lalu ibunya memberikan bocah itu sepasang jepit bertabur permata, yang hingga saat ini terselip entah ke mana bersama ikat pinggang pemberian dari Dominic. Namun, pakaian ... terlebih buatan sendiri, itu adalah hal yang sulit untuk dibayangkan.

"Princessa, sudah waktunya sarapan. His Majesty bahkan sudah pergi berburu di hutan desa."

Perkataan Mrs. Peach membuat Malizande menoleh kembali ke arah jendela. Suaminya ternyata tipe pria yang gemar bangun saat matahari belum tinggi menggantung di langit.

Berbeda dengan Mere dan Pere ....

"Mari saya bantu berpakaian."

Malizande mengangguk ketika Mrs. Peach mulai bergerak untuk mendandani bocah itu. Aneh, tidak ada pelayan lain yang ikut membantu. Namun, Mrs. Peach tidak kesulitan sama sekali.

Dia sangat cekatan ....

Hanya dalam hitungan menit Malizande telah mengenakan gaun untuk sarapan. Warna ungu dan merah mendominasi penampilan bocah itu.

"Syukurlah His Majesty bersedia berburu hari ini," ucap Mrs. Peach di sela-sela kesibukan mereka. "Jadi, kita bisa menyantapnya sebelum hari berpantang daging lusa ini. Nah, sudah selesai,mari kita ke ruang makan."

Malizande sontak teringat akan budaya aneh yang dilakukan oleh bangsa suaminya, di mana setiap Jumat mereka tidak diizinkan menyantap makanan yang berasal dari makhluk hidup. Kening bocah itu pun mengerut saat sebuah pertanyaan yang hingga kini belum sempat terjawab kembali mengetuk rasa penasarannya.

"Mrs. Peach ...."

"Ya, Princessa?" Mrs. Peach menegakkan punggung dan menangkupkan kedua tangan di depan tubuh.

"Apabila kita berpantang memakan daging, kenapa kita boleh memakan ikan?"

Tatapan keduanya bertemu ketika Malizande menanti jawaban. Mata Mrs. Peach pun berkedip. Bibir pelayan bocah itu terbuka dan mengatup beberapa kali sebelum dia akhirnya menjawab," Saya juga tidak mengetahui penyebabnya, Princessa, tetapi bahkan seorang raja pun harus menuruti perintah dari Pemimpin Suci dan demikianlah aturan yang mereka sampaikan."

Berbeda sekali dengan Mere dan Pere .... Malizande merenung dalam hati. Mere bahkan menyiapkan berbagai jenis hidangan mewah saat pesta dansa di hari Jumat beberapa bulan silam.

"Princessa?"

"Ah, ya." Panggilan sang pengasuh membuat Malizande mengangkat kepala. Dia tersenyum kecil saat melangkah menuju pintu. "Mari kita sarapan."

Mrs. Peach pun bergegas membukakan pintu. Perempuan itu menunggu Malizande untuk keluar terlebih dulu sebelum mengekor di belakangnya.

12 Februri 2023
Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro