26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berada dalam kondisi yang tidak fit bukan berarti kita bebas menunda tanggung jawab yang kita miliki. Begitu pun juga Sohyun, walaupun keadaannya belum cukup baik ia tetap harus meneruskan tugasnya untuk membantu Taeyong perihal skripsi.

Taeyong yang mengamati lekat wajah Sohyun, sebenarnya merasa tidak yakin. Bagaimana dirinya tega membiarkan Sohyun bekerja dalam keadaan sedih? Ya, kebenarannya adalah kondisi mental Sohyun masih belum pulih. Matanya sembab, dan gadis itu tak berbicara sejak tadi kecuali untuk membahas hal-hal penting. Gadis itu juga tak menegur Taeyong, ketika Taeyong bermain-main dengan ponselnya dan mengabaikan tugas skripsinya.

Merasa jenuh, Taeyong pun bertindak. Ia tak bisa mentolerir ketika Sohyun mendiaminya. Gadis ini perlu hiburan. Taeyong menutup laptop yang saat ini sedang di-handle Kim Sohyun. Membuat gadis manis tersebut tersentak.

"Ada apa?"

"Ada apa? Aku yang harusnya bertanya begitu. Sebaiknya, kau kembalikan dulu semangatmu."

"Kita tidak punya waktu, sudahlah. Ayo kerjakan lagi."

Ajak Sohyun dengan suara lirih dan lemas.

"Tidak. Sebaiknya, ikut aku dulu!"

Taeyong menarik tangan Sohyun dan menuntun gadis itu pergi menuju mobilnya.

..........................

Udara segar khas laut menghambur semerbak, membaur bersama merdunya kicauan burung-burung yang mengarungi langit biru di atas mereka. Taeyong mengajak Sohyun ke pantai dan mengajaknya merasakan deburan ombak menggulung telapak kaki mereka.

"Kenapa kau membawaku kemari?"

"Orang bilang, pantai adalah tempat terbaik untuk terapi menenangkan diri. Coba tarik nafasmu dalam-dalam dan nikmati kesejukan disini."

Taeyong berbicara sambil mempraktikkannya. Diikuti oleh Kim Sohyun, kedua orang itu sama-sama terpejam dan membiarkan udara segar menerpa mereka.

"Bagaimana? Sudah lebih tenang?"

Sohyun berkedip tersenyum ke arah Taeyong. Iya, pantai memang tempat relaksasi terbaik. Tetapi, berada di pantai juga mengingatkan Sohyun pada satu hal.

"Kau tau, aku punya kenangan yang indah terkait dengan pantai."

"Oh, ya? Aku juga."

Keduanya bertatap muka, merasa takjub karena pada akhirnya memiliki kesamaan tanpa perseteruan.

"Mau cerita?"

"Kau dulu."

Mereka pun duduk di atas hamparan pasir putih. Taeyong menyelonjorkan kakinya, sedangkan Sohyun menekuk kedua lututnya dan memeluknya, sebuah posisi yang mereka anggap paling nyaman.

"Pantai adalah lokasi favoritku. Dulu sekali, sewaktu aku masih kecil aku memiliki teman perempuan pertamaku disini. Di pantai ini. Dia yang membantuku kembali pada Mama dan Papa saat aku hilang dan tersesat. Dia sangat manis dan cantik. Kami belum saling kenal, tetapi dia terlihat seperti anak yang cepat sekali akrab. Ia bahkan dapat menghiburku ketika waktu itu aku menangis."

"Apa dia cinta pertamamu?"

"Eh.. aku masih sangat kecil. Mana aku tau soal cinta?"

"Haha.. barangkali saja."

"Hei! Kau tertawa?"

Sohyun cepat-cepat memperbaiki ekspresi wajahnya.

"Tidak."

Bagaimanapun juga, Taeyong berhasil mengembalikan senyum di wajah Sohyun. Itulah salah satu tujuannya datang ke pantai.

"Lalu, bagaimana dengan ceritamu?"

Sohyun menghela napas sebelum bercerita. Apakah ia akan mengungkapkan dirinya sendiri? Berhubung sekarang mereka berteman, apa salahnya kan?

"Pantai ini mengingatkanku saat aku terakhir kali bersama ibuku."

Mendengar kalimat pertama yang mengawali narasi Sohyun, Taeyong curiga. Jangan-jangan itu cerita sedih yang hanya akan membuat Sohyun bertambah sedih.

"Ehm, kau yakin mau menceritakannya? Sepertinya itu masalah pribadi."

"Tenang saja. Kita teman kan?"

Taeyong menerawang jauh ke laut yang ada di depannya. Bibirnya tersenyum ramah dan tak percaya kalau ternyata mereka telah berteman.

"Ibuku adalah penggemar pantai. Ia sering mengajakku ke pantai. Waktu itu aku juga masih kecil. Sebelum ibuku menjadi orang sibuk, waktu kebersamaan adalah segalanya bagi kami. Aku ingat ketika aku makan sebungkus es krim, lalu menumpahkannya ke pasir. Aku tak menangis, dan itu membuat ibuku heran. Ibu bertanya, mengapa aku tak menangisi es krimku yang terjatuh? Dan jawabanku sepertinya membuat ia bangga. Aku berkata, menangis bukan cara terbaik ketika kehilangan sesuatu. Tetapi, mengejar dan mendapatkan kembali apa yang kita inginkan adalah hal paling utama."

"Wah, kau masih kecil. Bagaimana mungkin kau punya pemikiran sebesar itu?"

"Entah, sebenarnya tidak terlalu kecil juga. Aku suka baca buku, jadi aku sedikit tau tentang pelajaran hidup. Tapi, karena pemikiran tersebut sepertinya ibuku pergi meninggalkanku."

Taeyong mengernyitkan dahi, ia semakin tidak mengerti maksud dari perkataan Sohyun.

"Maksudnya?"

"Saat remaja, ibuku pergi mengejar mimpinya. Dia tega meninggalkanku."

"Boleh aku tanya satu hal?"

"Tanyakan saja."

"Apa selama ini kau penasaran dengan identitasku?"

"Tentu saja! Aku penasaran setengah mati!"

"Aku bukan anak yang tinggal di jalanan. Aku sebenarnya punya rumah dan orangtua."

Taeyong menjadi sangat antusias mendengar cerita Sohyun yang mulai mengarah pada hal yang selama ini Taeyong ingin tahu.

"Lalu? Kenapa kau tidak tinggal di rumahmu? Dimana orangtuamu?"

"Papa sakit. Dan Mama adalah orang yang sangat kau kenal."

"Orang yang kukenal? Siapa?"

"Ha Jiwon."

"Hah?! Dosen killer dan dingin itu?? Serius kau?!"

"Karena itu aku minta tolong padamu, segera kelarkan skripsimu supaya Mama mau mengakuiku."

Taeyong menggaruk kepalanya. Fakta apa ini?! Jadi selama ini Prof. Ji adalah ibu kandung Kim Sohyun?

"Pantas saja.."

"Apa?"

"Sifatmu tidak jauh berbeda dari Mamamu. Dingin dan pemaksa."

"Hei!!"

"Tidak! Aku hanya bercanda. Hehe.."

"Lalu bagaimana dengan Papamu?"

"Aku belum bisa menceritakan semuanya. Tapi pasti aku akan katakan padamu suatu hari nanti. Sekarang, kau mau membantuku kan agar aku bisa segera memeluk ibuku?"

"Baiklah, Sohyun. Aku akan berusaha keras untukmu."

............................

"Hati-hati!"

Taeyong kembali mengajak Sohyun menyusuri pantai. Taeyong mengeluarkan ponselnya dan sesekali mengajak Sohyun berselfie.

"Cheese! Senyum dong!"

Sohyun meringis. Dia paling benci berfoto, baginya itu hal yang sangat tidak berguna.

"Ah, kau tidak seru!"

Ucap Taeyong sedikit geram. Ia pun iseng mencipratkan air ke wajah Sohyun hingga membuat gadis itu marah.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Wajahmu itu kaku sekali, aku ingin membuatnya lentur!"

"Sialan!"

Sohyun membalas Taeyong tak kalah sengit. Ia menciduk air dari pantai menggunakan kedua tangannya, lalu menyiramkannya ke wajah Taeyong.

"Haha.. rasakan itu! Asin kan?! Setelah ini, aku jamim tak ada gadisp mau yang mendekatimu!"

"Oh-ho.. yakin dengan ucapanmu? Aku terlalu tampan sampai tak ada yang berani menolakku. Jadi yang kau katakan itu mustahil!"

"Hm.. sombong sekali ya. Bagaimana jika wajah tampanmu itu..."

Sohyun diam-diam mengeruk pasir pantai yang basah ketika Taeyong tak memperhatikannya. Kemudian, saat Taeyong menoleh, gumpalan pasir itu menempel ke pipinya dan meninggalkan noda.

"Ha!! Kau makin tampan sekarang!"

"Ck. Kim Sohyun!!! Aku benci kotor!!"

Mengabaikan teriakan Taeyong, Sohyun berlari dan sesekali menjulurkan lidahnya. Taeyong merasa gemas, hingga rasanya ia ingin sekali menangkap gadis itu dan memukul kepalanya.

"Berhenti! Akan kubalas kau!"

Sohyun tetap berlari. Entah bagaimana caranya, Taeyong tak boleh menangkapnya. Namun, tak lama mengontrol kakinya yang tengah bergerak cepat, ia terjatuh. Sontak, Taeyong merasa khawatir dan segera menyusul Sohyun yang sedang tersungkur.

"Ada apa?!"

"Kakiku.."

"Astaga! Kakimu lecet, pasti kena batu karang ini.."

"Aa.. sakit.. jangan ditekan!"

"Ya sudah, ayo naik!"

Taeyong mengarahkan punggungnya pada Sohyun. Awalnya, Sohyun tak mengerti kenapa Taeyong melakukan itu. Namun akhirnya, ia memeluk Taeyong dari belakang. Dan lelaki itu pun menggendong Sohyun menyusuri pantai. Mereka menepi ke bawah pepohonan dan mengobati luka Sohyun.

"Kau merobek kaosmu?!"

"Aku masih punya banyak. Aku kan kaya."

Sohyun memicingkan matanya. Taeyong bisa saja berkata begitu dalam keadaan seperti ini.

Taeyong melilitkan robekan kain bajunya untuk menutup luka Sohyun agar darahnya tidak mengalir lebih banyak.

"Makanya jangan jahat padaku. Ini namanya karma!"

"Siapa juga yang mulai? Ini sangat tidak adil bagiku!"

"Heh.. tunggu disini."

"Mau kemana?"

Taeyong tak menjawab.

Sambil menunggu Taeyong kembali, Sohyun mengecek ponselnya. Sama sekali tak ada pesan maupun panggilan masuk dari Jaehyun. Gadis malang itu pun merasa kecewa. Ketika ia melirik jam yang terpampang pada layar ponselnya, Sohyun jadi teringat. Bukannya hari ini Taeyong ada kelas jam 10 pagi?

Lima belas menit lagi jam 10. Taeyong bisa terlambat.

"Ini buatmu!"

"Es krim?"

Taeyong mendadak muncul.

"Nggak ada salahnya kan kita mengulang kenangan lama? Tapi tolong jangan jatuhkan es krimmu ke pasir. Itu kubeli dengan uang satu-satunya yang tersisa di kantongku."

Sohyun tergelitik. Jadi Taeyong pergi untuk membelikannya es krim?

Kenapa cuma satu? Mungkin kehabisan uang adalah salah satu alasannya.

"Terima kasih. Kau mau?"

"Itu kan untukmu."

"Tapi matamu mengatakan kalau kau juga menginginkannya."

"Untukmu saja."

"Tidak. Aku kan cowok, mana mungkin cowok menerima sesuatu dari ceweknya? Tidak gentle dong namanya."

"Gengsi kau. Percayalah, seorang yang lebih tua harus mengalah pada yang lebih muda."

"Apa maksudnya?"

"Tunggu! Berapa tahun lahirmu??"

"Kenapa tiba-tiba bertanya?"

"Karna kalimatmu tadi mencurigakan!"

"Iya. Aku lebih tua dua tahun darimu."

"Apa?!! Kau Noona??"

Sohyun tertawa.

"Jangan tertawa! Wajahmu seperti anak kecil! Tubuhmu juga pendek!"

"Bilang saja, kalau wajahku baby face dan tubuhku imut."

"Astaga!"

"Kau berkacalah. Kau juga pendek."

Taeyong membuang muka. Dirinya tak suka kalau Sohyun menghina tinggi tubuhnya. Ya, setidaknya kan dia sexy. Pendek atau tinggi tidak masalah, asal seorang pria memiliki kriteria tersebut.

"Hya! Lee Taeyong. Kau mau berbagi es krim denganku?"

"Boleh??"

Taeyong langsung menoleh. Meski umurnya sudah tidak muda lagi, Taeyong memang selalu kekanakan. Dia bisa saja menyandang status playboy, tapi Taeyong terlalu manja untuk menjadi seorang 'pria'. Itulah mengapa Sohyun merasa heran, bagaimana mungkin cowok manja dan kekanakan seperti Taeyong bisa menggaet banyak wanita?

Mereka pun menikmati es krim bersama. Terkadang, tangan Taeyong yang jahil mengoleskan es krim tersebut ke hidung ataupun pipi Sohyun.

"Noona, kau sangat cantik sekarang."

"Hh.. terserah kau, Taeyong. Aku lelah membalasmu balik."

"Iya. Karena umurmu yang tua, kau jadi cepat lelah."

"Taeyong, kau ada kelas kan? Kenapa tidak ke kampus saja?"

"Aku mau membolos. Bosan kuliah terus."

"Yakin?"

"Yakin lah."

"Kau nakal juga."

"Noona jauh lebih nakal."

"Berhenti memanggilku Noona! Itu terasa aneh."

"Haha, tapi serius kau lebih tua dariku?"

"Apa perlu aku tunjukkan KTP ku?"

"Iya-iya. Aku percaya. Lihat, banyak keriput di wajahmu.."

Ujar Taeyong sambil menuding area wajah Sohyun.

"Kau brengsek sekali!"

.............................

"Kalian menemukannya?"

"Iya, Bos. Sekarang, kami sedang memantau target. Target berada di sekitar pantai bersama seorang pria."

"Habisi pria itu sekalian! Dia penghalang kita! Kalau perlu, buang mayatnya ke laut!"

"Siap Bos!"













To be Continued.

Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro