(21) A Day with Alvin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ify tidak terkejut saat melihat dirinya diajak Alvin ke utara Jakarta, ke salah satu tempat rekreasi yang cukup ramai dan... mahal? Bukannya tidak pernah, saat kuliah, Ify sempat pergi ke Dufan dengan Sivia. Berdua, dengan promo yang sudah tentu menyelamatkan keuangan bulanan Ify. Tapi sekarang? Ify tidak mendengar ada promo apa pun dari themepark ini, ditambah dengan kartu berwarna merah (Annual Pass)−yang diberikan Alvin beberapa menit lalu−sudah tercetak nama Ify Axelle di permukaannya.

Ify masih menatap Alvin yang tengah berbincang dengan seorang petugas di bagian booth Fast Trax. Bukannya tidak senang, tapi jika dihitung lagi, Alvin mengucurkan banyak dana hanya untuk mengajak Ify liburan hari ini. Ada perasaan tidak enak di hatinya membuat Alvin harus mengeluarkan uang sebesar itu, hanya agar mereka berdua tidak mengantri di empat belas wahana favorit.

Tak lama kemudian, Alvin mengayunkan tangannya sebagai pertanda agar Ify mendekat. Alvin meraih tangan kanan Ify langsung saat gadis itu berdiri di samping kirinya. Tanpa ragu, petugas tersebut memberikan stempel di punggung tangan Ify yang terasa dingin.

"Kamu kenapa?" tanya Alvin sembari menjauh dari booth Fast Trax. "Tanganmu sampe dingin gitu," lanjutnya dengan alis terpaut.

"Kamu pernah maksa aku naik ombak pas di pasar malam dulu, di sini, jangan maksa naik wahana yang aneh-aneh, ya," kata Ify tegas.

Alvin tersenyum menahan tawa. "Kamu bawa pakaian ganti?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan. Dia sama sekali tidak berniat membuat Ify mabuk karena naik wahana Ombang-Ombang hari ini.

"Nggak," sahut Ify, namun dengan mata yang mengamati sekeliling. Tiba-tiba, bibirnya mengulum senyum. Hari ini dia dan Alvin persis seperti sepasang kekasih. Pikirannya itu membuat pipi Ify yang tidak tersentuh blush on memerah dengan sendirinya.

"Kalau gitu, kesana yuk," ucap Alvin langsung menggamit tangan kanan Ify tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya, yang diam-diam berusaha mengontrol detak jantungnya yang mulai tidak beraturan walau pun belum mencoba naik wahana.

"Ngapain sih ke sini?" tanya Ify tak suka ketika Alvin membawanya masuk ke pusat merchandise Dufan. Keluar uang lagi pasti deh, pikirnya malas.

Tak menyahut, Alvin sibuk memilih beberapa kaos berlengan pendek yang tergambar maskot Dufan. Saat menemukan kaos berwarna putih dengan ukuran yang dirasa pas untuk tubuh mungil Ify. Dia pun segera mengambilnya dan beralih ke rak celana pendek. Diraihnya celana berwarna biru muda.

"Kamu selalu suka lihat langit tiap pesawat lewat. Hari ini, kamu jadi langit buat aku, ya?" kata Alvin sambil menyodorkan dua gantungan pada Ify yang wajahnya merengut.

Ify nyaris saja mengajukan protes pada Alvin karena memberikan kaos berwarna sama dengan yang sedang dia kenakan sekarang, namun perkataan Alvin membuat semua ocehannya luntur, hanyut dengan perasaan hangat yang mengalir di hatinya akibat ucapan dan tatapan mata Alvin yang menatapnya tanpa berkedip.

Ify berdeham sebelum mengambil alih kedua gantungan di tangan Alvin. "Celananya pendek, nggak apa-apa nih?"

"Celananya menutupi lutut kok, aman."

Bibir Ify mengerucut, Alvin adalah lelaki yang selalu bisa mencari alasan agar Ify mau menuruti ucapannya. Termasuk dengan kata aman yang menjadi senjata ampuhnya.

Lima menit kemudian, Alvin melihat Ify sudah keluar dari ruang ganti. Tapi, gadis itu langsung bergerak cepat dengan mengambil dua gantungan baru dan menyodorkannya ke Alvin.

"Pakai," kata Ify tegas. "Jangan bisanya nyuruh aku aja, ya."

"Aku juga bayar kok, Fy," sahut Alvin dengan tawa, tapi tangannya tetap mengambil alih pakaian yang dipilihkan Ify untuknya. Ketika Alvin menghilang dibalik tirai ruang ganti.

Kedua ujung bibir Ify langsung tertarik, Ify sengaja memilihkan pakaian yang sama agar mereka terlihat seperti pasangan hari ini. Dan tidak disangka, Alvin menerimanya dengan senang hati. Bukankah itu pertanda baik?

Setelah membayar semua pakaian yang telah menempel di tubuh mereka. Alvin dan Ify pun memulai petualangannya di dunia fantasi hari ini. Dengan tangan Alvin yang terus menggenggam erat tangan kanan gadis berdarah langka itu.

***

Ify menyesal karena sudah terlalu bahagia saat tangan kiri Alvin menggenggam tangan kanannya sejak keluar dari toko merchandise. Ternyata, Alvin melakukan itu agar Ify tidak melarikan diri saat lelaki itu menyeret Ify masuk ke gerbang Fast Trax wahana Kora-Kora. Wahana yang paling Ify benci setelah Tornado dan Kicir-Kicir.

"Nggak mau, Alvin! Aku nggak mau!" seru Ify membuat semua orang yang mengantri memperhatikan mereka dengan miris. Lelaki putih pucat yang cukup tinggi itu harus menarik teman perempuannya untuk masuk wahana meski sudah membayar mahal agar bebas antri.

"Ayolah, ini kan bukan Ombang-Ombang," kata Alvin masih sambil mencoba menarik tangan Ify.

"Kita mending naik Hysteria tiga kali daripada aku harus naik ini!" Perkataan Ify membuat beberapa perempuan yang berada di dalam barisan wahana terbelalak. Kebanyakan dari mereka tidak mengerti mengapa Ify bisa naik Hysteria sebanyak itu tapi tidak dengan Kora-Kora.

"Aku cuma mau ngulang masa kecil kita, kamu nggak mau?" tanya Alvin kalem, menyerah untuk menarik tangan Ify karena itu bisa membahayakannya.

Ify berhenti memberontak. Dia teringat, saat kecil, Ify dengan sukarela menemani Alvin naik Kora-Kora versi pasar malam yang tentu jauh lebih sederhana. Walaupun harus menahan mual dan kaki gemetar setelah turun dari wahana yang sebenarnya tidak terlalu mengerikan itu.

"Ayo naik!" kata Ify bersemangat kemudian berjalan mendahului Alvin yang terpaku, membuat kerumunan yang masih memperhatikan mereka kembali melebarkan pelupuknya.

Alvin tersenyum kecil, Ify memang gadis yang mudah dibujuk. Sama seperti dulu. Sadar menjadi bahan tontonan, Alvin mengalihkan matanya pada para perempuan yang menatapnya dengan pandangan kagum.

"Maaf, ya, saya duluan," katanya sopan diakhiri dengan senyuman yang membuat sebagian deretan kaum hawa yang harus mengantri lama itu tidak jadi marah, ketika melihat ada dua manusia yang menyerobot antrian mereka.

***

Alvin merelakan dirinya dan Ify menjadi tontonan banyak orang lagi, saat gadis itu merajuk−dengan berjongkok di jalur keluar Kora-Kora−karena sudah menuruti perkataan Alvin untuk naik wahana yang dibencinya sebagai menu pembuka. Ify tersenyum puas saat Alvin tidak keberatan untuk menggendongnya ke arah wahana Hysteria. Lumayan kan, hemat tenaga berjalan.

"Kamu sekarang jadi lebih berat dari babi, Fy," kata Alvin sembari menurunkan gadis itu ketika sampai di area lapang depan Hysteria.

"Kamu juga jadi lebih pemaksa sekarang," kata Ify membuat Alvin meringis. "Jangan teriak, ya!" ancam Ify diakhiri dengan tatapan sadis saat mendorong tubuh Alvin ke gerbang Fast Trax yang dijaga oleh seorang petugas perempuan.

"Kamu harus urus muntahanku nanti," balas Alvin membuat Ify menatapnya tak percaya. Sejak kapan Alvin bisa muntah hanya karena naik Hysteria? Namun, rasa penasaran Ify sirna ketika wahana itu sudah melemparkan beberapa orang yang naik ke udara. Ify benar-benar tidak sabar untuk merasakan sensasinya juga.

***

Wajah pucat Alvin terlihat semakin buruk, ketika baru saja turun dari Hysteria. Tubuhnya pun seakan ditinggalkan tulang belulang, sangat lemas hingga Ify harus mengalungkan tangan kiri Alvin ke bahunya saat berjalan keluar dari area wahana dan mendudukkan lelaki itu di bawah pohon terdekat.

"Vin..." panggil Ify merasa bersalah, "kalau mau muntah, muntah aja," katanya lagi sambil terus mengusap punggung kekar Alvin.

Alvin menoleh dan tersenyum kecil. "It's ok... cuma butuh ngadem sebentar, ya."

Ify mengiyakan perkataan Alvin sambil menyodorkan sebotol air dingin yang telah dibuka tutupnya, perlahan, wajah Alvin yang sudah dari lahir pucat itu mulai normal kembali seiring dengan setiap tegukan yang masuk ke dalam kerongkongannya.

"Habis ini, mau main apa?" tanya Alvin sambil memberikan kembali botol minum Ify.

"Terserah kamu aja," kata Ify masih dengan rasa khawatirnya. Ketimbang Alvin, rasanya Ify yang lebih kuat di sini karena hanya tidak berani naik dua wahana saja. "Asal jangan Tornado sama Kicir-Kicir, kamu tahu, kan? Aku manusia anti diputarbalikkan di angkasa. Cuma Kora-Kora tadi aja yang aku akhirnya naikin karena kamu bilang gitu."

Alvin mendengkus kemudian tertawa. "Kamu udah bilang hal itu ratusan kali deh, Fy. Aku juga nggak akan ajak kamu main yang tinggi-tinggi kok, masih syok abis dilempar ke udara tadi."

Udara. Tiba-tiba saja, entah berasal darimana, kosakata itu membuat Ify teringat dengan dua sosok manusia yang namanya sangat unik. Udara dan Langit, serta adiknya, Trio. Ify menghela napas kesal, permintaan Dara yang lebih mirip seperti perintah kembali terngiang di pikirannya. Ify butuh naik Hysteria lagi untuk menghilangkan stres dari hal itu.

"Fy, kamu kenapa?" Suara Alvin menyadarkan Ify dari lamunannya, dia pun meringis, mengajak Alvin kembali naik, atau bahkan menonton Ify naik wahana Hysteria sendirian mungkin akan membuat lelaki penakut itu pingsan.

"Nggak apa-apa, teringat sesuatu yang nyebelin aja," kata Ify datar membuat alis kanan Alvin terangkat.

"Kalau gitu, kita harus cari yang bisa ngademin pikiran, yuk!" Tangan kiri Alvin kembali menggenggam tangan kanan Ify, dan membuat gadis itu mulai terbiasa dengan degup jantungnya yang mirip parade kemerdekaan karena sentuhan dari Alvin pada kulitnya.

***

Seakan tidak cukup basah, Alvin menarik Ify yang kuyup setelah bermain Arung Jeram ke wahana Niagara-gara. Tidak peduli dengan tatapan menyelidik semua orang saat melihat Alvin dan Ify yang mirip jemuran, setengah berlari menuju ke area kawasan Amerika, tempat di mana mereka akan kembali bermain sambil mandi di sana.

Setelah dirasa puas berbasah-basahan, Ify dengan setengah hati meminta Alvin untuk berganti pakaian "couple" mereka dengan pakaian yang sebelumnya mereka kenakan.

Alvin melirik kembali jam yang melingkar di pergelangan kirinya, sudah dua puluh menit berlalu tapi Ify tidak kunjung keluar dari toilet. Dia pun mengambil ponsel yang ada di saku celananya, kemudian panggilan itu dijawab dengan suara yang terasa dekat.

"Kamu darimana sih?" tanya Alvin cemas.

"Aku sholat dulu, kamu nggak sholat?" tanya Ify. Alvin menggaruk tengkuknya dan menggeleng. "Ck, sholatlah, tapi kamu nggak bisa sholat disitu, khusus perempuan. Kita ke masjid samping Kicir-Kicir aja, ya. Aku tungguin."

***

Setelah menemani Alvin sholat, mereka kembali memuaskan hasrat bermain dengan berbagai wahana yang tersedia, terutama yang sudah dibeli mahal dengan Fast Trax. Alap-Alap, Perang Bintang, Halilintar dan permainan lain yang membuat keduanya lupa waktu. Hanya panggilan dari lambung yang mampu membuat mereka berhenti.

Melihat peta yang didapat dari gerbang masuk Dufan. Ify pun memutuskan untuk mengajak Alvin makan ayam goreng crispy kesukaannya yang dekat dengan wahana Perang Bintang. Tidak mendapat tempat duduk untuk makan di dalam restoran, Ify mengajak Alvin untuk makan di bangku batu yang berhadapan dengan danau buatan yang tidak jauh dari restoran ayam tadi.

"Aku seneng bisa ngabisin waktu sama kamu hari ini, Fy," kata Alvin di sela kunyahannya. "Udah lama, kita nggak main seperti ini."

Ify tersenyum, biasanya Ify yang memulai untuk bernostalgia tentang masa kecil mereka. Tapi sekarang, Alvin justru yang membuka perbincangan tentang hal itu. Bukankah, ini pertanda baik?

"Iya, aku nggak nyangka kamu nyaris pingsan hanya karena Hysteria," ejek Ify.

"Kamu pikir keren, ngambek di tengah jalan keluar Kora-Kora?" balas Alvin tak mau kalah. "Harus kugendong dulu baru mau main lagi pula, dasar bocah!"

Alvin mengacak rambut Ify dengan tangannya yang...

"ALVIN! Kamu kan belum cuci tangan, joroook!!" pekik Ify membuat orang yang berlalu-lalang menoleh ingin tahu.

Alvin menghela napas, kebiasaan berteriak Ify jadi semakin mengerikan saat gadis ini dewasa. "Ayo, cuci tangan dulu!" kata Alvin sambil membereskan bekas makannya, tidak ingin dikira hendak berbuat mesum pada Ify karena hobi gadis itu untuk mendapatkan perhatian dari sekitarnya.

"Nggak minta maaf lagi!" sarkas Ify membuat Alvin refleks meringis.

"Maaf ya, Nona Axelle," sahut Alvin yang kemudian berlari, paham betul kalau Ify selalu menahan kesal setiap dipanggil dengan nama belakangnya.

Mata Alvin terbuka lebar saat keluar dari toilet untuk cuci tangan, Ify sedang cibuk mencuci tangannya dengan keran air siap minum yang tidak jauh dari tempat mereka duduk untuk makan tadi.

"Ify, aduh!" keluh Alvin sambil berlari menghampiri Ify yang menoleh polos ke arahnya.

"Apa?" tanya Ify dengan wajah tanpa dosa.

"Ini bukan buat cuci tangan, buat minum, minum!" ucap Alvin gemas dan tegas di kata terakhirnya saat melihat tingkah Ify yang melanggar aturan.

"Aku malas antri ke toilet, Vin, kan di sini juga ada air," dalih Ify.

Alvin berdecak. Kebiasaan gadis itu untuk melanggar peraturan juga masih belum berubah rupanya. "Tapi ini khusus buat minum, jangan gitu dong, Fy."

"Aku kan nggak bisa minum langsung dari keran, daripada mubazir, mending buat cuci tangan."

Alvin menepuk keningnya gemas, ingin rasa mencubit pipi putih Ify sampai merah, tapi dia harus menahannya karena sedang banyak orang di sekitar mereka sekarang. "Kalau kamu nggak bisa melakukan sesuatu, bukan berarti kamu boleh melanggar aturan. Nih, perhatiin, gini caranya."

Tangan Alvin menekan tombol keran yang membuat air mengucur ke atas, lalu mulut Alvin yang terbuka mengikuti arah datangnya air tersebut dan selesai! Alvin mengusap bibirnya yang basah sambil memberi kode pada Ify untuk mencobanya.

Alvin sontak tertawa ketika air yang keluar tadi mendarat dengan sukses ke mata Ify yang langsung mengerjap. Tidak menyerah, Ify kembali mencoba dan berhasil meski tidak selancar yang Alvin contohkan.

Puas dengan praktek minum langsung dari sumbernya, Ify pun berjalan kembali dengan Alvin menuju Turangga-Rangga. Arena permainan yang akan membuat Ify dan Alvin kembali mengenang masa kecil mereka.

***

Perempuan yang duduk di kuda belakang Ify dan Alvin terpesona ketika melihat aksi Alvin beberapa detik lalu. Ify memilih kuda berwarna putih meski posisinya lebih tinggi daripada kuda-kudaan yang lain, tanpa diminta, Alvin langsung memegangi pinggang Ify dan membantu gadis itu naik ke kuda pilihannya.

Sebenarnya, Ify sama sekali tidak merasa kesulitan untuk menaiki kuda itu, karena sejak kecil terbiasa untuk memanjat dan meloncati pagar untuk kabur dan pergi bermain sampai adzan magrib berkumandang. Namun, tanpa Ify minta, Alvin merasa perlu melakukan hal itu, entah apa alasannya.

"Makasih, Vin," kata Ify dengan bibir yang terkulum. Jerit-jeritan kecil dari belakang membuat Ify mencibir, "mereka nggak pernah diperlakukan seistimewa aku deh pasti, makanya heboh," imbuhnya setengah berbisik.

Alvin mengangkat bahu tak acuh. "Because you are special, and I'm limited edition."

"Yeah, you are," sahut Ify kemudian tertawa kecil, begitu juga dengan Alvin.

"Kalau mereka nggak kenal kita, pasti mereka kira kita pacaran."

"Emangnya nggak?" goda Ify, sengaja memancing perkataan Alvin selanjutnya.

Alvin kembali mengangkat bahunya, kali ini dengan wajah yang tidak bisa Ify tebak. Namun sayang, pertanyaan Ify mengenai status kedekatan mereka saat ini justru Alvin diamkan begitu saja, seolah meminta agar Ify yang menebaknya sendiri. Atau, meminta Ify untuk jangan menanyakan hal itu kembali.

***

"Bos kamu itu, masih aneh, Fy?" Suara Alvin yang kembali terdengar setelah keterdiaman mereka di wahana kuda-kudaan membuat Ify terkejut. Dia sempat mengira Alvin marah padanya karena menanyakan arti dari kedekatan mereka seharian ini.

"Masih," sahut Ify tak berselera, kesal karena Alvin tidak menjawab pertanyaan yang semakin membesar di kepalanya seperti gulingan bola salju, dan juga sebal karena Alvin mencoba untuk membawa Trio ke dalam topik perbincangan mereka yang sedang berjalan kaki keluar Dufan.

"Jangan menganggap orang lain aneh, kalau kita nggak tahu apa penyebabnya, Fy."

Ify memiringkan tubuhnya ke arah Alvin yang sekarang berhenti berjalan dan tengah menatapnya. "Maksud kamu?"

"Semua orang pasti punya alasan kenapa mereka bersikap, sikap yang di mata kita terlihat aneh. Padahal wajar di mata orang yang melakukannya. Dan saat kita tahu alasan kenapa orang itu bersikap aneh tadi, kita pasti akan mengerti mereka dengan sendirinya. Tanpa perlu bertanya langsung ke orang aneh tadi."

Entah kenapa, ucapan yang Alvin lontarkan membuat Ify seolah tertampar. Alvin seperti sedang menjawab pertanyaan Ify secara tersirat. Pertanyaan mengenai apakah arti dari kedekatan mereka hari ini. Dan Ify menemukan jawabannya sendiri, tanpa Alvin harus menjelaskan secara gamblang.

Alvin maju selangkah mendekati Ify yang tengah mendongak ke arahnya, tangan kanan Alvin terulur dan mengelus puncak kepala Ify dengan lembut. "Maaf ya, kalau hari ini nggak seratus persen nyenengin kamu," kata Alvin tulus. Membuat perlahan namun pasti, ada selapis demi selapis kaca di dalam pelupuk Ify.

Sekarang, Ify mengerti apa arti dari perkataanAlvin padanya saat di lobi hotel. Ucapan Alvin yang membuatnya tersakiti kalaitu rupanya sebuah tanda, tanda bahwa Alvin sebenarnya sudah mengetahuiperasaan liar Ify yang tumbuh selama mereka bersahabat. Meskipun lima belastahun tidak bertemu, perasaan liar itu tetap tumbuh subur akibat pupukkerinduan yang selalu Ify sebar setiap harinya.    

BERSAMBUNG


Part kali ini ekstra panjang, ya? Soalnya, kedekatan Ify dan Alvin nggak bisa diceritakan dengan singkat.

Dan, aku rasa, cewek kayak Ify ada banyak di luar sana, berteman dekat sama cowok, eh ujungnya malah jadi jatuh cinta. Gimana ya kelanjutan hubungan Ify dan Alvin? Trus, Trio gimana dong kalau tahu Ify berharap banget sama Alvin?

Tunggu terus kelanjutan kisah Ify Axelle dan kerumitan hidupnya ya. Terimakasih sudah baca dan mau menekan tanda bintang. Love you all <3

See you next part!

Salam,
nnisalida

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro