(26) Heartbeat II

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Halo! Pastikan udah baca part yang diprivate ya.

Caranya? Ada di postingan lalu kok. Happy reading! Jangan lupa tinggalin jejak ya, boleh vote (tanda bintang), boleh komen. Dua-duanya juga boleh, bikin Aku jadi makin semangat buat publish part selanjutnya ^_^)

Mata Trio menangkap sosok Ify yang berjalan perlahan ke arahnya dengan setelan off shoulder putih dan plaid suspender skirt merah hitam. Bibirnya tersenyum, tak sia-sia dia menunggu selama satu jam. Rupanya gadis itu berdandan sedemikian rupa. Bahkan rambut hitam Ify yang biasa tergerai kini terlihat terkepang dua.

Ify berdiri di samping kanan Trio, membalas tatapan mata lelaki itu yang tidak teralih darinya semenjak memasuki area RPTRA. Ify mengernyit, meskipun masih pagi. Bangku besi yang Trio duduki saat ini terpapar sinar matahari secara langsung. Dan itu sangat tidak nyaman baginya. Ify menoleh ke sisi RPTRA yang lain, terdapat playground yang lebih teduh dengan berbagai permainan yang masih sepi pengunjung.

"Di sana aja yuk, panas di sini," katanya sambil berjalan meninggalkan Trio.

Baru tiga langkah, tangan kiri Ify tertarik. Gadis itu terkejut dan mendelik ke arah Trio.

"Tunggu respon orang lain dulu, baru bertindak."

Hati Ify terasa seperti terpilin. Selama ini, hal itulah yang ada di pikirannya setiap kali Alvin berbuat begitu. Tapi justru Trio-lah yang mengutarakan isi hatinya sekarang.

"Hm..." Ify hanya sanggup bergumam.

"Di sini aja, jangan di sana."

Ify mendongakkan kepalanya yang sempat tertunduk. "Kenapa? Di sini kan panas."

"Matahari pagi bagus buat tulang, kepanasan sedikit nggak akan ngurangin kecantikan kamu kok."

Kedua tulang pipi Ify yang putih mulus tanpa polesan blush on seketika memerah. Demi udara pagi dan matahari hangat yang katanya menyehatkan. Kenapa juga pujian itu harus terlontar langsung dari mulut Trio Langit Shuwan!? Alvin saja tidak pernah memujinya dengan selancar itu!

"Lagipula, aku udah nunggu satu jam, udah PW."

Ify mengernyit sambil menahan tawa, ada penasaran di hatinya tentang bagaimana presiden direktur double jiwa ini mengerti istilah PW. Mengalah, Ify pun mengikuti Trio yang kembali duduk di bangku besi tadi.

"Ibu kosmu marah banget, ya? Satu jam aku nunggu itu, murni karena kamu dandan atau sebagian karena dimarahi dulu?"

"Menurutmu?" sahut Ify gemas. "Itu apa?"

Trio menyodorkan bungkusan plastik yang Ify kembalikan padanya karena terpergok sedang berdua oleh ibu kos Ify, padahal pintu pagar saja masih digembok. Sebenarnya Trio mau menjelaskan alasan terlogis yang sudah dia rangkai di kepala, tentang kenapa dia harus memanjat pagar. Tapi Ify lebih suka berperang sendiri rupanya, ya sudah.

Ify membuka plastik putih itu dan "Whoaaa...." Bungkusan itu berisi sebuah kaleng tergambar beruang di bagian tutupnya, ketika Ify buka. Terdapat beberapa bentuk cookies di dalamnya. "Lucu, boleh dimakan nih?" Ify menolehkan kepalanya ke kiri dan Trio tersenyum. "Hm... Kopi." Ify mencoba menebak apa rasa biskuit yang pertama masuk ke indera pengecapnya.

"Suka?"

Ify mengangguk sambil menatap mata Trio. Tatapan lelaki itu terlihat berbeda kali ini, tapi Ify benar-benar tidak bisa menebak apa maknanya. Apakah sesuatu yang buruk kembali terjadi, hingga Trio harus ke Hongkong dan berkunjung ke kosnya dengan sekaleng biskuit?

"Kamu... baik-baik aja?" tanya Ify canggung.

Aku yang harusnya tanya begitu. "Baik kok."

Ify bergumam sambil mengamati biskuitnya, dia tak bisa bertatapan terlalu lama dengan lelaki selain Alvin, dia tidak terbiasa dengan sensasi aneh di hatinya saat hal itu terjadi.

"Kerja−"

"Jangan bahas kerja," potong Ify kesal. "Kamu tahu aku sangat-amat-super marah sama kamu kalau soal pekerjaan." Ify menatap mata Trio tajam.

Tak diduga, Trio justru tersenyum lebar, bahkan sampai tertawa kecil karenanya. "Angel jahatin kamu?"

"Menurutmu?" tanya Ify sebal. "Nggak ada orang yang akan berubah secepat orang buang air besar."

Trio benar-benar tertawa sekarang. "Kamu bisa nggak sih, kalau buat istilah yang lebih masuk akal? Dulu perawan, sekarang kotoran."

"Biarin," sela Ify akhirnya. Dia memilih untuk kembali mencomot salah satu biskuit. "Hm, lemon!" serunya antusias.

Trio yang melihat hanya bisa kembali menahan tawa. Semudah ini ternyata untuk membuat Ify tersenyum. Semudah dia mengeluarkan uang untuk menyerobot antrian dan mendapatkan cookies yang terkenal itu di Hongkong.

"Ah, kenapa kamu ke sini?" tanya Ify setelah puas mencicipi semua bentuk biskuitnya.

"Itu," kata Trio sambil menggerakkan dagu ke arah kaleng yang Ify pangku.

"Cuma karena oleh-oleh?" tanya Ify terpana.

Trio mengangguk dengan mata melebar, sepolos anak-anak.

Ify mengernyit. Kepribadian siapa ini? Kepribadian siapa yang bisa setolol ini hingga membawa Trio sampai memanjat pagar rumah indekosnya, hanya untuk sekaleng biskuit?

"Kamu..." Ify berpikir, kata apa yang sebaiknya dia gunakan untuk mengutarakan isi hatinya sekarang. "...sehat?" tanyanya khawatir.

Mata kiri Trio menyipit. "Memang aku kelihatan kayak orang sakit?" Meski harus kembali ke Hongkong karena mengurus masalah penggantian Presiden Direktur Shuwan Grup. Namun duka akibat meninggalnya Lian Shuwan, Papanya, sudah hilang seluruhnya, karena sejak awal Trio memang menganggap semua anggota keluarganya telah pergi. Tidak tersisa sama sekali. Hingga si pencuri Harry itu datang dan benar-benar membuat sendiri.

"Kamu itu udah aneh, kalau berbuat nekat kayak tadi bakalan bikin kamu bukan cuma aneh, tapi kriminal."

Trio terdiam. Dia merindukan Ify dan dia benar-benar tidak punya motivasi selain menemui gadis ini secepat mungkin. Sabtu pagi begini adalah hari yang tepat bagi Ify untuk bertemu dengan Alvin dan menghabiskan waktu bersama makhluk hotel itu. Jadi, Trio tidak ingin Ify punya kesempatan untuk menemui Alvin dan membuat mereka semakin dekat, setelah Trio berhasil menjauhkan Ify dari proyek ulang tahun hotel tempat Alvin bekerja.

"Trio," kata Ify memecah lamunan Trio. Ify menggeleng ngeri, "kamu jangan kebanyakan melamun gitu dong." Nggak melamun aja bisa berubah kapan pun, kalau sampe kerasukan trus makin parah kan ribet! Kapan sembuhnya nanti?

"Kamu ada waktu?" tanya Trio tak mengindahkan ucapan Ify.

Ify menatapnya heran, masih tidak berani memberikan jawaban karena merasa tahu kemana arah pembicaraan ini sebenarnya.

"Pergi, yuk."

Tuhkan.... Apa yang Ify duga ternyata benar. Seharusnya tadi Ify mandi dan kembali

memakai piyama saja, bukannya justru berdandan semanis ini hingga terlihat siap untuk diajak pergi.

"Kemana?" tanya Ify ragu. "Jangan ke Dufan, ya," lanjutnya ngeri. Terakhir kali pulang dari Dufan dengan Alvin, Ify mendapatkan penolakan secara tersirat. Dia tak ingin terjadi hal serupa dengan subyek yang diputarbalikkan.

Trio tersenyum kecil. "Aku tahu."

Tidak percuma dia menyewa detektif yang merangkap penguntit. Jadi dia tahu apa saja yang Ify lakukan saat dia tidak di Indonesia. Bahkan dia juga tahu bahwa Alvin-lah yang memesankan papan nama, hadiah dari Ify untuknya. Tapi, mengingat sikap manis Ify ketika memberikan hadiah itu. Keinginan untuk menghancurkan papan nama yang ternodai tangan Alvin pun sirna. Hanya saja, Ify tetap harus menerima hukuman atas kedekatannya dengan Alvin, melalui pemindahan divisi kerjanya di kantor.

"Tahu?" Ify mengernyit. "Tahu apa?"

Trio mengangkat bahu. "Perempuan kayak kamu, nggak akan berani naik Kora-Kora."

Mata Ify membulat lebar. Darimana dia.... "Enak aja!" seru Ify berdalih, tanpa Ify sadari, dia tidak cegukan sama sekali. "Ayo ke Dufan, kita buktikan kalau aku jauh lebih berani daripada kamu!"

Trio tersenyum kecut, tidak akan pernah dia membiarkan Ify sedetik saja memikirkan Alvin. Termasuk ke tempat yang terdapat kenangan antara mereka berdua.

"Kita ke tempat yang lebih asyik daripada Dufan."

Kemudian tangan Trio terulur dan menggenggam jemari tangan kiri Ify. Tidak sempat menolak, Ify terlalu sibuk untuk mengatur ekspresi wajahnya. Juga debaran jantungnya yang mulai tidak tahu diri.

***

Ify duduk di sofa yang mengarah ke dalam arena seluncur, yang dibatasi dengan pintu kaca. Semua orang yang sedang asyik ber-ice skating mengenakan setidaknya jaket. Tapi dia justru hanya mengenakan atasan dan rok. Jika Alvin melihat ini, dia pasti sudah sibuk memberikannya celana panjang dan jaket, plus sarung tangan, kalau perlu juga dengan topi rajutan. Sayang, yang sedang meminjam sepatu di skates rental saat ini adalah Trio, bukan Alvin.

"Fy... " Trio meletakkan sepatu di depan Ify beserta dengan kaos kakinya, sementara dua sarung tangan diletakkan Trio di antara dirinya dan Ify. "Bisa pakai nggak?"

"Kamu tega sih ngajak aku ke sini," kata Ify protes, tak memedulikan tawaran tersirat Trio untuk membantunya memakai sepatu skate. "Aku kan pakai rok."

"Nih," kata Trio mendadak sambil mengulurkan jaket yang sejak keluar mobil sudah Trio tenteng. "Pakai, biar nggak diintip."

Ify bergeming memandang jaket yang sudah berada di atas pahanya. "Kalau kamu kasih tahu kita mau main ice skating, aku pasti ganti baju, tahu!"

"Kamu cantik pakai itu, kenapa harus diganti?"

Jantung diam! protes Ify pada organ tubuh terpentingnya itu, dua kali sudah Trio mengucapkan kalimat sakral yang membuat irama jantungnya berantakan.

"Aku nggak bisa main." Ify tidak bisa meneruskan kegiatannya ini jika ingin jantungnya bekerja normal, tidak semena-mena begini dan membuat semburat merah mengubah wajahnya menjadi panas.

"Aku bisa, nanti aku ajari."

"Tapi aku nggak mau!" seru Ify akhirnya.

"Kok kamu selalu teriak sih kalau ke aku?"

"Ya itu karena kamu nggak ngerti aku, kalau aku nggak teriak!"

Trio menghela napas, orang-orang di area tunggu sudah mulai melirik penasaran ke arahnya dan Ify yang persis pasangan drama, bertengkar di tengah umum dan kemudian salah satu di antara mereka akan pergi.

"Ya udah, trus kamu maunya gimana?" ujar Trio mengalah, daripada nanti Ify pergi meninggalkannya dan benar-benar jadi mirip drama.

"Pulang."

"Fy..." Trio terdiam. Sebenarnya apa salah dirinya hingga Ify tidak bisa nyaman berjalan dengannya, namun bisa pergi bersama Alvin seharian? "Aku belikan celana aja, ya?"

Ify mendelik ke arah Trio, namun dia kehilangan kata karena debaran jantungnya yang menjadi dua kali lebih hebat dari sebelumnya.

"Kamu tunggu di sini. Aku belikan celana panjang dulu." Trio hendak berdiri ketika Ify mencekal lengan kirinya.

"Nggak usah!" kata Ify cepat. "Pakai ini aja, nggak apa-apa." Dia mengangkat jaket Trio di pangkuannya.

Alis Trio menyatu. Dia sering melihat Dara yang berubah begitu cepat ketika ada di dekat Harry, tapi baru kali ini terlibat langsung dengan mood swing perempuan seperti Ify.

"Yakin?"

Ify menarik napas panjang diam-diam, tidak ingin ada acara dibelikan pakaian. Persis seperti yang Alvin lakukan padanya. Semakin mirip kegiatannya hari ini dengan apa yang terjadi di Dufan, ketakutan Ify semakin menjadi. Jangan-jangan Trio mau nembak aku lagi? pikirnya ngeri.

"Kamu yakin, Fy? Kok tiba-tiba berubah?"

"Kamu yang suka berubah," sahut Ify mencebik. "Aku sih normal." Raut wajah Trio menjadi kaku.

Sadar telah salah bicara, Ify segera meraih jemari tangan kiri Trio. "Maaf, maaf, aku nggak bermaksud..." Ify menggigit bibir bawahnya. Bodoh kamu, Fy, bodoh! Bisa dijatuhin di atas es kamu nanti!

"Kamu bisa pakai sepatunya?" tanya Trio kalem setelah mengusap pelan tangan kanan Ify yang menggenggam jemarinya.

Hah? Ify terperanjat. "Oh," ucapnya refleks, kemudian melepaskan tangannya yang masih membekas kehangatan jari Trio. Lalu, dia meraih cepat sepatunya. Tidak boleh ada adegan dipakaikan sepatu, setelah si Aneh ini mengusap jemarinya, tidak boleh!

"Bisa kok, bisa."

"Kaus kakinya dulu, Fy."

Ify menepuk keningnya. Terlalu gugup dengan suasana, akibat kecerobohannya yang memulai untuk kontak fisik dengan Trio. Ify sampai lupa bahwa Trio juga menyewakan kaus kaki untuknya.

Trio tertawa kecil, dia tahu bahwa Ify tengah salah tingkah sekarang. Sepertinya, Trio harus segera memberikan Shilla bonus jika kencannya hari ini berjalan sesuai dengan yang Trio rencanakan.

***

Ify mengerang ketika salah satu peluncur di arena ice skating tidak sengaja menyentuh dirinya dan membuat dirinya tersungkur ke atas es. Trio yang panik langsung menyentuh lutut Ify dan memaki pemuda yang usianya masih belasan tadi.

"Jangan marah-marah, bangunin dulu, ini dingin!" gerutu Ify sebal pada Trio yang menolongnya setengah hati, karena sisa fokus Trio masih menatap bengis ke pelaku kejadian.

"Kamu nggak apa-apa? Berdarah nggak?" tanya Trio panik. Tangannya menggenggam erat kedua tangan Ify sambil menuntun gadis pandabloodnya untuk berdiri.

"Nggak, cuma ngilu."

Trio mendesis, hendak menghampiri bocah yang di kejauhan memperhatikan Ify tanpa rasa bersalah.

"Biarin aja deh, generasi kebanyakan makan micin, nggak usah diladenin."

"Tapi, Fy−"

"Ajarin aku aja, biar nggak gampang jatuh kalau kesenggol orang."

Trio menurut, dia kembali menuntun Ify sambil mengajarinya cara untuk berjalan di atas es. Satu, dua, tiga dan Ify mulai bisa meluncur di atasnya sambil tertawa riang. Tidak lagi sadar bahwa sejak tadi tangannya terus tergenggam oleh tangan lain, yang lebih kekar dan hangat. Meskipun dibatasi dengan sebuah sarung tangan hitam.

"Kamu suka main ini?"

Trio tersentak. Ingatan masa kecil dengan Mama dan Kakaknya ketika bermain ice skating terputar. Membuatnya tidak lagi bergerak dan tidak bersuara.

Ify yang melihat itu heran. Apa aku salah bicara lagi? "Trio!"

"Oh?" Trio tersadar dari lamunannya. "Kenapa, Fy?"

"Kamu yang kenapa? Kok tiba-tiba diem, aku salah ngomong?" tanya Ify cemas. Entah kenapa, kekhawatirannya pada lelaki aneh di sebelahnya ini jadi semakin menjadi setelah Lian Shuwan meninggal. Kembali kehilangan, padahal belum mampu mengatasi kesedihan atas kehilangan yang sebelumnya, mungkin akan membawa dampak yang tidak baik bagi kepribadian Trio yang masih berbaur dengan kepribadian Langit, kakaknya.

"Aku... cuma..." Trio memandang Ify ragu. "Nggak apa-apa."

Bohong. Ify yakin ada sesuatu yang salah dan sialnya itu terjadi karena pertanyaannya barusan mengenai kesukaan Trio akan arena bermain ini. Mungkinkah, ada hubungannya dengan keluarga Trio?

"Kamu tahu kalau aku pendengar yang baik," kata Ify diakhiri dengan senyuman. "Kalau Dara butuh darah aku buat bertahan hidup, aku nggak keberatan kasih telingaku buat dengar cerita kamu."

Trio menyeringai. "Pasti nggak gratis, iya, kan?"

Ify tersenyum kuda. "Kamu udah bayar DP kok, ajak aku ke sini," sahut Ify diakhiri dengan rentangan tangan, kemudian mencoba untuk meluncur sendirian tanpa dipegangi Trio. Dan gadis itu berhasil.

"Aku suka..." kata Trio mengambang,membuat senyuman bangga Ify luntur, tergantikan dengan tatapan ingin tahu."...kamu."


BERSAMBUNG

RPTRA: Ruang Publik Terbuka Ramah Anak. Biasanya ada pohon-pohon gitu, trus bangku besi, ada playground juga yang isinya ayunan, perosotan dan alat yang buat gelantungan bocah-bocah. Seru lho main ke sini! Aku pernah mainnya ke RPTRA di Tebet, di sana ada perpustakaan sama lapangan futsal juga.

PW: Posisi Wuenak alias udah nggak bisa diganggu, udah enak banget deh pokoknya.

Dp: Down Payment alias pembayaran di muka/awal.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya ^_^)
See you next part!

Btw, enaknya Happy ending atau Sad ending ya? Alvin atau Trio ya?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pada 3 Juni 2020 aku publish cerita ini di Dreame dan meng-cut sebagian kontennya di Wattpad. Tapi karena kontrak dengan Dreame usai, aku memutuskan untuk re-publish Marry Me if You Dare di Wattpad pada hari ini 20 Maret 2024


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro