(37.2) The Answer

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lama amat Sivia, nyuci kloset apa dia?" celetuk Agnes begitu saja. Sudah lima belas menit dan Sivia belum juga kembali.

"Ify," panggil Sania membuat Ify menolehkan kepalanya, menatap arsitek berkulit sawo matang itu cukup lama hingga dia kembali bersuara. "Lo nyari orang yang bahkan nggak ada kabarnya selama lima belas tahun..." Sania kembali menjeda.

"Hm, trus?" sahut Ify lelah menunggu.

"Dia pasti lebih dari spesial. Iya, kan?"

Agnes yang baru menyadari hal itu ikut termenung, sama seperti Ify.

"Apa... gue harap lo nggak punya pemikiran begitu tapi.... Apa lo punya pikiran untuk nggak menikah selain sama dia, siapa tadi? Alvin...."

Ify merasa udara di sekitar dirinya baru saja menghilang untuk beberapa saat, dadanya terasa sesak mendapati Sania, si gadis paling konyol di antara SISA-an yang justru menyadari hal itu. Bahkan, Sivia saja masih berpikir bahwa Ify mungkin memiliki perasaan terhadap Trio.

Keheningan yang tak juga terpecah membuat Agnes tak sabar. "Ify, do you still here?"

"Oh?" tanya Ify kelabakan. "Ah, apaan sih lo," jawab Ify dengan tawanya yang jelas-jelas terdengar sumbang.

"Selama kuliah, lo selalu menghindari semua cowok yang berusaha mendekati lo buat dijadiin pacar. Dengan wajah lo yang begini..." Sania memainkan tangannya tepat di depan wajah Ify. "Lo hanya perlu memilih laki-laki mana yang paling bisa memenuhi hasrat belanja lo."

Ify menggigit bibirnya. "Gue rasa Sivia benar, kalian berdua udah gila. Terutama lo, Minyak."

Tatapan Sania dan Agnes tetap menginterogasi Ify tanpa berkedip, usaha gadis itu untuk menutupi kegugupannya dengan candaan jelas gagal total!

Ify menghela napas sebelum mengalah, toh sebentar lagi dia akan berpisah cukup jauh dengan kedua makhluk ini, tidak ada salahnya untuk sedikit terbuka. "Iya. Gue nggak punya pikiran bisa menikah dengan orang lain, selain dengan Alvin."

Bibir dan kelopak mata Sania melebar, sementara Agnes dengan kencang menjedotkan keningnya ke meja. Ify sempat khawatir dengan respon kedua teman dekatnya, sebelum mereka berdua berteriak bersama.

"LO GILA YA!?"

Ify refleks menutup kedua kupingnya. Baru tahu kalau kedua teman dekatnya itu bisa bicara selantang itu hingga gendang telinganya nyaris pecah. Di saat yang bersamaan, Sivia datang dengan alis berkerut.

"Sivia, lo harus bawa kembar dempet lo ruqyah!" seru Agnes menggebu.

"Dia bilang, dia cuma mau nikah sama Alvin! Bayangin temen lo ini bakal menjomblo sampe jadi nenek-nenek, sementara kita punya cucu sebanyak gen halilintar!" timpal Sania tak kalah bersemangat.

Sivia tersenyum kecil penuh arti. Saat dirinya berjalan kembali dari toilet, dia menyadari sosok lelaki yang begitu mencurigakan tengah memunggungi meja mereka. Berhubung Sivia datang dari arah depan lelaki itu duduk. Dia bisa mengenali wajah yang tertutup kacamata dan topi hitamnya. Dia adalah Trio Langit Shuwan. Hanya gadis bermata minus yang tak dapat mengenali perawakan lelaki itu jika melihatnya dari depan, meski dalam penyamaran. Wajar saja jika Ify menyebutnya aneh. Dia ternyata benar-benar aneh.

"Ify akan berubah pikiran cepat atau lambat," kata Sivia penuh arti. "Gue denger, Bandung banyak cowok gantengnya," imbuhnya mencegah Ify curiga, mengingat gadis itu sudah mengetahui perihal Sivia yang mendukung Trio untuk mendekatinya.

"Banyak cewek cantiknya kali. Ngaco deh!" balas Agnes mendengar omong kosong Sivia.

"Hm, termasuk gue," sahut Ify dengan tenang.

"Eh, gue punya ide!" seru Sania tiba-tiba di luar konteks pembicaraan. "Fy, lo bilang lo nggak bisa menikah kalau bukan sama Alvin, kan? Gimana kalau−"

"Jangan kasih ide dia untuk menghancurkan pernikahan orang," ancam Sivia membuat bibir Sania langsung mengerucut. "Karena tanpa lo kasih ide, dia pasti udah punya niat untuk itu."

"You know me too well, Sivia," jawab Ify dengan senyum kudanya. "Gue rasa, itu bukan ide yang buruk. Tapi gue lebih tertarik membuat calonnya Alvin babak belur, biar gue yang gantiin dia di pelaminan."

"Heh!" seru Sivia.

Agnes dan Sania lantas tergelak mendengarnya.

"Gue kira lo bakal menangis bombay, meraung-raung, menari di bawah hujan ala film India karena ditinggal nikah," sindir Agnes tanpa berpikir.

"Gue udah melalui fase itu, for your information."

Agnes langsung menutup mulutnya yang kurang ajar dengan tangan. "Maaf, Fy. Nggak maksud."

"It's oke. Tindakan Sivia bahkan jauh lebih menyakiti gue, ketimbang omongan lo barusan."

"Lo marah karena Sivia nikah, pas lo ditinggal nikah ya, Fy?" tanya Sania langsung dengan polosnya.

"Gue heran kenapa lo bisa jadi arsitek dengan otak begitu," jawab Agnes yang lagi-lagi sarkas.

"Gue justru lebih heran lagi, kenapa orang sadis kayak lo bisa meracik obat buat kesembuhan manusia di muka bumi ini!" seru Sania tak terima.

Ify menggelengkan kepalanya, sementara Sivia memilih untuk menghabiskan minumnya. "Gue selalu mikir, kalau kalian beda jenis kelamin dan menikah, bakal jadi apa kehidupan rumah tangga kalian."

"IFY!"

Ify terkekeh dan memandangi kedua temannya yang mirip anjing dan kucing itu. "Jadi, kapan kalian berencana untuk menyusul Sivia?" Pertanyaan tiba-tiba dari Ify membuat pertengkaran tidak penting Sania dan Agnes terhenti.

"Lo sendiri kapan?" tanya Sania balik. "Sivia bilang, Bos lo naksir, kenapa nggak mencoba memulai sama dia? Siapa tahu beneran bisa move on dari Alvin."

"Wih, tumben omongan lo bener," timpal Agnes. "Tapi sebelum lo mencari cowok lain. Lo bener-bener harus menyudahi urusan lo dengan Alvin dulu, sekaligus membuat cowok itu menyesal seumur hidupnya, karena udah sia-siain lo."

"Maksud lo?" tanya Ify dan Sania nyaris berbarengan.

"Sivia, Bos Ify itu... tampan?" tanya Agnes tak mengacuhkan kebingungan Ify dan Sania yang duduk di depannya.

Sivia mengangguk sesaat sampai akhirnya... "Tetep lebih ganteng Kak Dimas tapi." Agnes mendecak, berusaha tak memedulikan sifat pengantinnya Sivia menginterupsi.

"Kaya?"

Sivia mengangguk lagi.

"Kok gue ngerasa lo jadi cewek matre ya sekarang, Nes?" tanya Sania tiba-tiba.

"Lebih segala-galanya dari Alvin?" Agnes tak menghiraukan ucapan Sania karena hal itu hanya membuat fokusnya pecah dan bisa saja idenya juga melarikan diri, tergantikan dengan adu mulut tak bermanfaat.

"Nggak."

"Iya."

Jawaban Ify dan Sivia yang berbeda membuat Agnes melengkungkan bibirnya penuh arti. Matanya memandangi Sivia, Ify dan Sania bergantian, melemparkan kode agar mereka bertiga memasang telinga baik-baik.

"Ify ketemu Alvin di sebuah rapat, kan? Kalau gitu, ada kemungkinan Bos Ify diundang ke pernikahannya Alvin, artinya, Bos Ify punya kesempatan besar untuk datang ke sana. Kalau Ify bisa ikut ke acara itu barengan sama Bosnya. Dan mereka di-make-over sekeren aktris aktor Korea. Semua mata bakalan lupa kalau mereka lagi di kondangan nikahannya Alvin. Dan secara nggak langsung pula, acara itu bakal berantakan. Seenggaknya, di mata pengantin perempuan yang menganggap dirinya harus menjadi yang tercantik di momen pernikahan."

"Gue paham maksudnya! Lo bisa mengacaukan pernikahan tanpa benar-benar membuat kekacauan, Fy!" seru Sania bersemangat, seolah ide yang Agnes sampaikan merupakan sebuah mahakarya arsitektur yang begitu memukau di matanya. "Keren!"

"Hm..." gumam Agnes dengan wajah bangga. "Menurut gue, pernikahan itu nggak diinginkan Alvin, mendengar cerita Ify tentang gimana sikap Alvin selama ini ke dia. Berarti, sekalipun pernikahan itu berantakan. Alvin nggak akan pernah mempermasalahkannya."

"Gue nggak mau," jawab Ify dengan suara memberat. "Sebelum gue berhasil membuat acara pernikahan itu berantakan, mungkin gue yang akan lebih dulu terlihat berantakan di depan umum."

Agnes mendecak kesal. "Pikirkan penghinaan yang udah lo terima dari calonnya Alvin, Ify! Pikirkan semua hal yang udah lo korbankan buat Alvin, sementara lo nggak mendapatkan apa-apa! Dan juga... pikirkan kedua orang tua lo di Bandung. Lo membangkang sama mereka secara nggak langsung selama ini, hanya karena Alvin."

Ify menghela napasnya gusar. "So what!? Sekalipun gue mau melakukannya, gue tetep butuh Trio untuk datang ke sana."

Sania tersenyum menggoda. "Oooh, jadi nama Bos lo itu Trio? Anak ketiga, ya?"

"Shut up, Sania. Ini bukan waktunya bercanda," kata Agnes membungkam mulut Sania.

Mata Agnes masih tertuju pada Ify tanpa berkedip. "Anggap aja, pembalasan kecil lo buat calonnya Alvin."

Ify memandang Sivia, meminta pertimbangan gadis itu mengingat dialah yang terlihat paling netral saat ini.

"Itu bukan ide yang buruk," kata Sivia yang mengerti arah pandangan Ify padanya. "Lo hanya perlu sedikit bantuan Trio."

Ify menggeleng. "Gue nggak bisa." Dia memejamkan matanya sesaat, mengingat apa yang sudah dia lakukan pagi ini pada Trio. "Dari kemarin gue udah bersikap keterlaluan sama dia, gue nggak yakin dia mau melakukan hal-hal konyol kayak gini."

"No! It's fun! Lo bisa buktiin ke Alvin kalau dia bukan segalanya," ujar Sania yang disusul anggukan kepala Agnes dan Sivia.

"Dan gue rasa, Trio akan dengan senang hati membantu lo, he's fall in love with you, remember?" kata Sivia menimbulkan godaan dan siulan menyebalkan dari mulut Sania dan Agnes.

Hingga Ify merasakan ponselnya bergetar, sebuah pesan baru saja masuk. Ify sempat mengernyit sebelum membuka pesan singkat itu melihat nama pengirimnya. Tapi, matanya seolah nyaris keluar dari kelopak ketika membaca isi pesan itu.

"Orang gila!" desis Ify memancing keingintahuan Sania yang duduk di sebelahnya. "Oh My God!" seru Sania saat matanya berhasil mengintip layar ponsel Ify.

I will help you, with one condition. Marry me.

"Marry me if you dare," gumam Ify dengan mata berkilat, seolah ponsel yang digenggamnya merupakan wajah sosok si pengirim pesan.

Ify terkesiap ketika ponselnya itu terlepas dari genggaman dan sudah dibawa kabur Sania, gadis itu kini berdiri dengan tubuh membungkuk di antara Agnes dan Sivia.

"Lo dilamar Si Bos Aneh!?" tanya Agnes dengan mata melotot, setelah membaca nama kontak yang Ify buat. "Itu panggilan sayangnya unik banget, kayak golongan darah lo, Fy."

"Aish, balikin HP gue sini ahh!" Ify bangkit dari duduknya dan berusaha mengejar Sania yang mengelak dari Ify.

"Trio lucu juga ya, ngelamar lo pakai penawaran," timpal Sivia sambil terkekeh.

"Lucu dari Hongkong!" seru Ify sebal. "Sania balikin HP gu− ahhh!!"

"Whuaaaah!" Sania ikut panik ketika benda pintar yang dipegangnya terlepas dari genggaman karena berusaha membalas pesan itu, sambil menghindari Ify yang terus menarik lengan kemejanya.

Dengan mulut yang terbuka, Ify memandangi ponselnya yang sudah berserakan di lantai. Dia menatap Sania sekilas dengan tatapan tertajam yang dimilikinya sebelum berjongkok untuk memungut benda yang lumayan mahal itu.

"Anindita Sania," geram Ify saat mendapati layar ponselnya retak. Namun ketika hendak berdiri dari jongkoknya, Ify melihat ada sebuah sepatu yang terasa begitu familier di matanya. Pemilik sepatu itu duduk membelakangi meja yang SISA-an duduki di meja yang tak begitu jauh, hanya berselang tiga meja. Namun, Ify sama sekali tak menyadari kapan lelaki itu duduk di sana.

"Fy, lo ngapain sih lama amat?" tanya Agnes menyadarkan keterdiaman Ify.

"Gue... kayak kenal sama tu orang," jawab Ify, masih belum juga berdiri. "Sepatunya... celananya... kayak nggak asing."

Agnes mengikuti arah pandang Ify, begitu juga Sania dan Sivia.

"Alvin-kah?" bisik Agnes masih dengan mata yang menatap lekat-lekat sosok punggung yang Ify maksud.

Trio... pergi sekarang, please, batin Sivia panik. "Se-sepatu kan, dijual bebas. Kebetulan aja kali," katanya sambil menatap wajah Ify yang kini telah berdiri.

"Coba lihat HP lo." Tangan Sivia terulur ke arah Ify, berharap agar gadis itu mengingat kembali kemalangan yang baru menimpanya, ketimbang memikirkan siapa sosok yang dia curigai itu.

Ify menyipitkan matanya ke arah Sivia. "Kenapa lo kelihatan gugup?"

"Hah?" tanya Sivia dengan suara yang terlalu tinggi. "Apaan sih, Fy."

Ify meletakkan HPnya begitu saja di atas meja, kemudian berjalan menghampiri sosok misterius dengan pakaian dan topi serba hitam itu. Ify membatin, bagaimana bisa dia tidak menyadari kehadiran manusia berpenampilan mencurigakan seperti ini? Pikirannya yang terlalu fokus pada Alvin membuat Ify benar-benar kehilangan akal sehat.

"Trio?" tanya Ify langsung tanpa berbasa-basi, ketika dia berdiri di ujung meja tempat sosok itu duduk. Saat dia menoleh, tanpa pikir panjang Ify langsung menyibak ke atas topi yang dia kenakan.

Ify mendengkus keras. "Lo benar-benar. " Ify tidak tahu harus menggunakan kata apa untuk mendeskripsikan kelakuan Trio saat ini.

Trio mendongakkan wajahnya yang terbingkai sebuah kacamata fullframe, sambil mengangkat tangan kanannya. "Halo, Ify Axelle."

Ify jelas mendengar jeritan kecil dari arah meja tempat SISA-an duduk, begitu juga dari meja-meja lain yang kebetulan terisi oleh mahasiswa yang tengah menghabiskan waktu di sana. "Sivia yang kasih tahu?" tanya Ify datar, dengan tangan bersedekap.

Trio menggeleng dengan kedua ujung bibirnya yang melengkung, yang entah mengapa membuat sorakan para gadis terdengar semakin riuh.

"The power of money."

Lagi, Ify mendengkus. "Orang kaya, selalu seenaknya."

Senyuman Trio semakin melebar, bahkan kini deretan gigi atasnya ikut terlihat. Ify-nya sudah lebih baik, dan yang terpenting, Ify-nya sama sekali tidak marah pada SMS lamaran Trio yang terkesan tidak masuk akal itu. Meski sebenarnya, Trio begitu berharap ketika pesan itu dia kirimkan. Dia berharap bahwa Ify akan kehilangan kesadaran hingga membalasnya dengan YA.

"Jadi, apa jawabannya?"

Ify terdiamsesaat. Hingga kata-kata itu keluar begitusaja dari mulutnya. "Marry me ifyou dare."

.
.
.
Sekarang, terkuak sudah kenapa judulnya Marry Me If You Dare.
Kutunggu dukungan kalian berupa vote dan komentarnya yaa.
☆ヘ(^_^ヘ)

See you next part!

141217

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~Pada 3 Juni 2020 aku publish cerita ini di Dreame dan meng-cut sebagian kontennya di Wattpad. Tapi karena kontrak dengan Dreame usai, aku memutuskan untuk re-publish Marry Me if You Dare di Wattpad pada hari ini 20 Maret 2024Selamat baca ulang untuk followers lamaku, dan halo salam kenal untuk followers baru(^_^)


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro