(39.1) You, Me and Him.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berasa one day one chapter ya aku update tiap hari, thanks God buat hari kosong kuliahku yang mendukung semua ini terjadi. So...

Happy reading!
.
.
.

Part 39 – You, Me and Him.
.
.

Aku tidak akan hancur hari ini

Karena aku sudah hancur sejak jauh-jauh hari

Dan akan kutunjukkan seberapa kuat aku meski telah hancur berkali-kali

Padamu, padanya dan pada gadis yang berdiri di sampingnya
.

Ify mengeluarkan koper berwarna biru metalik dari kamarnya dan membiarkan koper itu berdiri di sebelah kursi kayu yang berada di dekat pintu. Kemudian Ify kembali masuk untuk mengambil tas ransel hitamnya dan beberapa handbag dari kamar. Pipi Ify sempat menggembung sekilas ketika menyadari bahwa barang yang harus dibawanya begitu banyak.

Bagaimana aku bisa menggotong semua ini ke kereta nanti?

"Ada apa?" Suara maskulin itu terdengar begitu dekat, seolah bisa membaca kesusahan yang tercetak jelas di wajah Ify. Tangan Trio langsung menyambar gagang koper Ify dan mengangkatnya ke arah halaman.

"Trio−"

Trio lantas membalikkan tubuhnya dengan cepat sambil melemparkan pandangan tak suka. "Apa?"

"Rio," ucap Ify dengan sangat pelan, "aku bisa sendiri."

"Hm, dan wajahmu mengatakan hal yang sama," sindir Trio yang langsung melanjutkan jalannya sambil menenteng koper Ify. Suara pip-pip membuat pintu bagasi mobil Trio terbuka dan lelaki itu menaruh koper Ify ke dalamnya.

Tak memedulikan sorot mata kagum dan iri dari Ibu Kos dan tiga tetangga kos Ify yang semuanya perempuan. Trio kembali menghampiri gadis yang wajahnya mulai memerah itu dengan tangan terulur, mengambil alih handbag Ify serta tas ransel hitamnya.

Seorang gadis dengan piyama bermotif bulan sabit menghampiri Ify. Tangan kanannya langsung merangkul bahu Ify dan bibirnya melengkung penuh arti. "Kalau nikah, undang gue, ya."

Alis Ify menyatu. "Siapa yang nikah, Lan?"

"Lo sama si ganteng lah! Masa gue!" jawab gadis yang bernama Bulan itu sambil menahan tawa. "Pokoknya, lo harus undang seluruh penghuni kos!"

Kening Ify berkerut, sepertinya ada kesalahpahaman di sini.

"Jangan khawatir, undangan beserta tiket pesawat dan kamar hotel pasti kalian terima," jawab suara maskulin itu.

"Ri−"

"Kami pamit." Trio memamerkan senyum manisnya sekali lagi, membuat seluruh kaum hawa di tempat itu kehilangan kewarasannya. "Ify, ayo!"

Ketika tangan Trio nyaris menyentuh jemari tangan kanannya, Ify melengos dan menghampiri ketiga tetangga dan ibu kosnya. Kemudian mereka berpelukan ala teletubbies, membuat bibir Trio memperlihatkan deretan gigi atasnya.

Dia menghindar...

"Jangan pada telat bayar kos, lho! Kalau nggak nanti ibu ngamuk, terus ngetok-ngetok kaca jendela kalian," kata Ify sambil terkekeh geli.

"Songong lo, Fy!" sahut gadis berkuncir kuda dengan pakaian olahraganya.

"Itu mah, Ibu di film pengabdian," jawab gadis dengan rambut blonde sebahu.

"Ify," kata Ibu Kos menginterupsi obrolan. "Ibu maafin kamu karena mau pulang ke Bandung. Kapan-kapan main ke sini sama Mamamu ya."

Ify mengangguk sambil tersenyum simpul. "Kalau gitu, Ify pamit sekarang, ya. Assalamualaikum." Ify berjalan menjauh dari keempat perempuan itu dan kelopak matanya melebar ketika mendapati Trio sudah berdiri di samping kendaraan pribadinya. Saat langkah Ify semakin dekat, Trio membukakan pintu mobilnya untuk Ify sambil tersenyum.

Tidak hanya bibir, kedua mata lelaki itu juga terlihat menampilkan senyum yang sama. Ify refleks menelan ludahnya. Pertama kali dalam hidup diperlakukan seperti seorang putri, sayangnya, oleh lelaki yang tidak pernah Ify bayangkan sebelumnya.

Dia bukan Alvin.

Dia adalah Rio. Lelaki aneh yang mengacaukan hidupnya. Lelaki aneh yang selalu membuatnya ingin berteriak marah di depan wajahnya. Lelaki aneh yang... mulai menghancurkan ritme detak jantungnya.

Di depan pintu mobil yang telah terbuka, dengan Trio yang terbalut kemeja putih bermotif garis vertikal biru dongker di bagian kirinya, yang juga tak pernah berhenti tersenyum, membuat Ify tak bisa tidak bersuara.

"Kamu salah makan, ya?"

Mata kanan Trio menyipit.

"Jangan bersikap begini, membuatku merinding." Ify kemudian masuk ke dalam mobil dan menarik pintunya yang sejak tadi dipegangi oleh Trio.

Trio mendengkus tak habis pikir. Dia menatap Ify yang sudah duduk di dalam mobilnya sambil mengotak-atik ponsel. "Wanita dan gengsinya," gumam Trio sebelum memutari bagian depan mobil dan masuk ke dalamnya.

***

"Kenapa semuanya putih?" protes Ify langsung saat melihat beberapa model dress dan gown yang telah dipilih Trio untuknya. Ify bahkan sempat berdecak kesal ketika melihat Trio sudah memilihkan sepuluh model untuknya. Kenapa banyak banget gini bajunya?

"Kita mau menghancurkan image Fara. Jadi, kamu harus pakai baju dengan warna yang sama."

Ify mengangguk paham. Tapi dengan pilihan sebanyak ini, gadis mana yang tidak akan bingung dibuatnya?!

Trio menarik sebuah gown dengan model lengan terbuka, dari deretan pakaian yang telah dia pilihkan secara acak dari butik langganan kakaknya. "Bagaimana kalau yang ini?"

Ify mendelik. "Nggak! Itu sama persis dengan salah satu bajunya Fara!"

Trio tersenyum licik. "Justru bagus−"

"Aku nggak mau, Rio! Titik!"

Trio menghela napas tak peduli. Wanita dan emosinya. "Singkirkan," kata Trio sambil menyerahkan gown berhanger itu pada salah satu staf butik.

Setelah dua menit dan tidak ada tanda-tanda Ify telah menentukan pilihan, meski sudah bolak-balik mengeluarkan dan memasukkan hanger dengan berbagai model pakaian wanita itu. Trio kembali menarik sebuah hanger, kali ini dengan floral dress selutut dengan tangan tiga perempat.

"How about it?" tanya Trio pada Ify yang matanya terlihat berbinar.

"Great. I choose it." Ify mengambil alih hanger dari tangan Trio dan berjalan menjauhi lelaki itu bersama seorang staf.

Bibir Trio tersenyum tipis, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan singkat untuk seseorang .

Dressmu yg dipilih Ify.

***

Trio masih berkutat pada ponselnya ketika sebuah pintu yang telah tertutup selama empat puluh menit itu terbuka. Dalam hati meyakini bahwa Ify akan cocok mengenakan pakaian apa pun, dia memilih untuk tetap fokus pada benda pintar yang tengah digenggamnya itu.

Ketukan sepatu melangkah semakin dekat pada Trio yang duduk di corner sofa berwarna cokelat susu. Ketika sepasang sepatu tinggi berwarna putih itu berdiri dengan jarak satu ubin dari sepatu hitam yang Trio kenakan. Trio pun mendongakkan kepalanya.

Trio sempat berpikir ada seorang bidadari yang tengah berdiri di depannya sebelum...

"Rio... kenapa? Aneh, ya?" tanya Ify dengan suara rendah. "A-aku ganti−"

"Cantik..." potong Trio langsung, "...sangat."

Bibir Ify yang terpoles gincu merah pun melengkung, namun kedua tangannya memegangi bagian samping rok floral dress-nya, gugup.

"Apa... Fara akan kalah cantik?" tanya Ify ragu.

"Tentu, tapi... apa kamu... bisa. " Bermain piano? Trio membatin tak yakin. Detektif yang disewanya memberi kabar bahwa saat masih kuliah, Ify pernah sekali ikut dalam acara pentas seni dan tampil dengan bermain piano sambil bernyanyi. Akankah gadis itu mau bermain piano kali ini? Di acara pernikahan lelaki yang dipujanya setengah mati. Jika dia berani, maka pembalasan dendam ini akan sangat. luar biasa.

"Ah, aku akan memberikan mereka hadiah nanti." Trio mengernyit. "Hadiah?"

"Hm. Aku nggak tahu apa rencanamu untuk nanti. Tapi, aku punya rencana sendiri." "Apa?" tanya Trio tegas. "Katakan dulu, aku yang memegang kendali di sini."

Ify terlihat berpikir sejenak. Wajahnya yang telah terpoles make up itu menunjukkan ketidakyakinan walau sesaat. Dia menghela napasnya sambil memejamkan mata, kemudian bibirnya kembali terbuka dan mengeluarkan suara yang paling ingin Trio dengar.

"Apa aku bisa bermain piano di sana?"

***

Ify menahan napas ketika kakinya mulai melangkah keluar dari mobil Trio, saat sampai di lobi hotel Zeus tempat acara Alvin berlangsung. Ya, acara. Ify berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengingat-ingat acara apa yang akan dia hadiri sebentar lagi bersama Trio.

Tubuhnya terasa seperti tersengat listrik ketika Trio meraih jemari tangan kanannya dan menggengamnya erat. "Ri... Rio. "

"Dengar...." Rio menatap iris hitam Ify lekat-lekat. "Bersikaplah seperti kamu ini tunanganku−"

"Apa?!" tanya Ify nyaris berseru.

"Ini rencanaku. Kita sudah tunangan sebulan lalu tapi nggak memublikasikannya karena nggak mau ada kehebohan. Tapi hari ini, di pesta ini. Kita akan bermain piano dan bernyanyi bersama sebagai hadiah untuk Alvin dan Fara, juga sebagai pengumuman bahwa kita telah bertunangan."

"Kenapa baru kamu katakan sekarang?" bisik Ify sambil melotot, meski bibirnya menampilkan senyum seolah yang mereka obrolkan saat ini adalah hal yang sangat menyenangkan.

"Kalau aku bilang dari tadi, aku berani bertaruh, kamu lebih memilih pulang daripada berakting seolah kita pasangan yang bertunangan."

Benar sekali, jawab Ify dalam hati. Dia sudah terlanjur terkena cipratan air akibat dari keinginannya untuk mengacaukan acara Fara. Jadi, bagaimana kalau sekalian menceburkan diri saja?

"Kalau mau balas dendam, jangan setengah-setengah, Ify Axelle."

"Bagaimana dengan hubungan bisnis kalian? Maksudku, SKO dan Hotel Zeus," tanya Ify mencoba bernegosiasi. Tunangan? Dengan Trio Langit Shuwan? Yang benar saja!

"Itu urusanku dan Harry. Kamu hanya perlu bersenang-senang hari ini."

Ify mendengkus. "Bersenang-senang? Baiklah."

***

Lanjutannya di 39.2 ya!
Nikmatilah part-part terakhir Marry Me If You Dare.

Enaknya, sad ending atau happy ending ya? (p′︵‵。)

171217 [ Ya ampun, TANGGAL CANTIK! Pas buat jadian nih ('⌣'ʃƪ) ehehehehehe.... ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro