2.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah mendengar informasi dari Seokjin, bahwa Jungkook bener-bener single dan tinggal sendiri, Kim Nari jauh lebih lega. Namun Namjoon selalu mengingatkan untuk tidak terlalu berharap terhadap sesuatu yang tidak pasti. Ada dua pendapat antara kedua kakaknya, dan itu bikin Nari galau setengah mati. Bukannya apa-apa. Nari ini tidak kompeten dalam hal percintaan, kurang lebih sama aja kayak Namjoon. Pengalaman pacaran juga nggak ada. Ya gimana nggak ada? Tiap pacaran harus melewati Seokjin dan Namjoon dulu. Meski Seokjin baik setengah mati, biasanya pas lagi ketemu Namjoon cowok-cowok yang deketin Nari jadi mundur teratur. Sampai saat ini pun Nari nggak tahu kenapa.

Lagi asik-asik lihat foto Mas Jungkook, layar ponsel Nari berubah menjadi foto Jimin. Hampir aja Nari mau lempar itu hp. Ngapain sih Jimin telepon malem-malem? gerutu Minji sambil menggeser tombol hijau di ponselnya.

"Apaan Jim?"

"Gini, client besok oke mau pake jasa fotografer kita. Lo yang maju, ya? Tapi sendiri."

Kim Nari auto terduduk dan mengerutkan alisnya. "Kok gue sendiri? Jim, kan gue baru aja gabung di jasa fotografi lo. Harusnya lo bimbing gue dulu kek, apa kek."

"Tadinya emang mau begitu. Tapi gue lagi otw ke Busan nih, nyokap minta anterin karena nenek gue sakit. Minta anterin Kak Seokjin atau Bang Namjoon aja, ya. Nanti gue kirim alamat temunya. Sorry ya, Embul. Bye gue lagi nyetir."

Nari kepengen protes, tapi telepon sudah keburu terputus. Dia melirik jam di nakas. Sudah jam dua belas malam. Nari tetep kirim pesan ke Kak Seokjin maupun Bang Namjoon untuk mengantar dia besok pagi.

"Duh, semoga aja besok ada yang nganterin gue!" kata Nari sambil memejamkan matanya.

~

Pagi-pagi sekali Jungkook sudah bangun. Dia peregangan sebentar sebelum lari keliling komplek. Kerjaannya selesai tepat waktu kemarin, dan hal tersebut bikin perasaannya lebih bahagia.

Jungkook menelepon Lee Hyun Aa—mamanya. Sengaja di loudspeaker karena Jungkook lagi siap-siap dan pemanasan sedikit.

"Halo, Mas?"

"Mama udah bangun?"

Terdengar suara kekehan di sebrang sana.

"Udah, dong! Mama lagi nyiapin makanan untuk Somi. Dia kan hari ini mulai intern. Oh iya, gimana rumah baru Mas?"

"Bagus, Ma. Mas udah coba ke kantor kemaren, jauh lebih deket dan nggak terlalu macet."

"Bagus deh kalau Mas suka. Mama khawatir aja sama Mas."

Gantian, kali ini Jungkook yang terkekeh.

"Mas nggak apa-apa, Ma. Kan Mas bukan anak kecil."

"Iya, Mama tahu. Tapi, inget ya Mas. Rumah itu bakalan buat Mas kalau Mas udah punya calon istri. Mas jangan lupa!"

Jungkook memasang headset-nya dan mulai mengunci pintu rumah.

"Soal itu Mas belum kepikiran, Ma. Mas lagi jalanin bisnis yang Mas bangun sendiri. Tim Mas lagi butuh support dari Mas, karena Mas yang bertanggung jawab untuk ajarin mereka sampai bisa."

Mamanya Jungkook kedengaran membuang nafas.

"Sambil cari-cari juga, lho ya. Mama nggak mau tahu soal itu."

Jungkook berakhir tersenyum. "Iya Ma, nanti Mas sambil cari. Kapan-kapan mampir ke sini ya, ajak si jelek juga."

"Kalo anaknya denger nanti dia ngambek sama Mas," kata mamanya sambil terkekeh pelan. Jungkook pun tertawa. Nggak sangka baru dua hari tinggal di tempat berbeda, dia udah kangen sama dua wanita hebatnya.

"Biarin aja, dia lucu kalau ngambek. Udah dulu ya, Ma. Mas mau lari pagi dulu."

Setelah itu, Jungkook mulai lari pagi.
Dia menghirup udara yang sejuk sedalam-dalamnya. Sementara itu, dia menoleh ke arah rumah sampingnya. Di sana ada seorang laki-laki yang sedang menggendong anak bayi.

"Tetangga baru, ya?" Siapa lagi kalau bukan Kim Seokjin. Dia lagi gendong anaknya, Kim Sung Joon yang bangun kepagian.

Jungkook membungkuk dengan ramah. "Iya betul sekali. Maaf saya belum memperkenalkan diri. Kemarin saya ke rumah bapak tapi tidak ada yang menjawab."

Seokjin tidak habis pikir. Disaat banyak karyawannya nggak nyangka kalau dia udah punya anak, pemuda ini malah manggil dia Bapak.

"Panggil aja 'Bang'. Kamu Jungkook kan?"

Jungkook sedikit terkesiap. "Kok bap, maksud saya, Abang tahu?"

Seokjin menceritakan kalau di samping rumahnya itu adalah rumah orangtuanya. Dia sengaja menyapa karena udah tahu soal ribut-ribut calon menantu Adek kemaren di rumah. Seperti yang sudah Seokjin sangka, Jungkook ini anak yang baik dan sopan. Seketika ide mencuat di otaknya. Dia inget semalem Nari minta anterin untuk bertemu sama klien jasa fotografinya.

"Oh iya, Jungkook?" Seokjin memanggil pemuda itu sebelum dia lari pagi.

"Ada apa, Bang?"

"Saya minta tolong sama kamu, ya? Ini keadaan darurat. Seharusnya saya yang pergi, tapi kamu lihat sendiri saya lagi sama anak saya. Istri saya kalau akhir pekan suka saya suruh istirahat, biar saya yang urus anak mumpung libur. Kira-kira kamu bisa nggak?"

Jungkook sebenarnya mau nolak, karena dia harus ke beberapa tempat untuk mengambil barang. Namun, hal itu masih bisa diwakilkan oleh partner kerjanya di kantor. Jadi, Jungkook mengangguk saja. Hiting-hitung nambah kenalan di komplek ini.

"Boleh, Bang. Tapi saya lari pagi dulu, ya?"

Seokjin senyum dengan ramah. "Baik. Terima kasih ya, Jungkook."

Jungkook membungkuk ramah lalu keluar untuk melanjutkan kegiatannya lari pagi. Dalam hati dia menebak-nebak, kira-kira dia disuruh ngapain, ya?

~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro