3.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Loh, Kok?" Kim Nari sedikit terkejut begitu mengetahui Jungkook sudah berdiri di depan rumahnya. Rambutnya sedikit berantakan, tapi hal tersebut bikin Jungkook dua kali lebih tampan. Apalagi, sekarang dia pakai kemeja biru dongker dan celana jeans hitam. Lengan baju di lipat sampai siku, sehingga tangan yang terlatih setiap hari dan kekar itu terlihat jelas.

"Tadi Bang Seokjin minta tolong Mas. Katanya kamu harus pergi tapi nggak ada yang anterin. Jadi, sudah siap pergi sekarang?"

Kim Nari sebenernya seneng bisa dianter oleh Jungkook. Tapi, dia jadi keliatan nggak mandiri. Dengan anggukan, Nari akhirnya jalan menuju mobil Jungkook. Mana pintunya pake dibukain lagi, kan Kim Nari jadi deg-degan banget.

"Sebelumnya, maaf nyusahin Mas. Saya nggak boleh sama Ayah dan Bunda naik angkutan umum jenis apa pun, soalnya pernah hampir diculik pas sd. Makanya selalu bergantung sama Kak Seokjin atau Bang Namjoon. Hari ini Bang Namjoon ada meeting bulanan, Kak Seokjin bantuin Kak Jiyoung. Kan anaknya masih bayi."

Jungkook tersenyum lalu menoleh ke arah Nari. "Nggak apa-apa, Nari. Mas senang bisa membantu tetangga."

Kim Nari tersenyum. Tetangga, ya? batin Nari. Tadinya dia sempet geer, sedikit sih. Tapi Jungkook langsung menariknya ke dunia nyata, which is bagus banget biar Kim Nari ini nggak terlalu mengharap.

Setelah sampai di salah satu kafe, Jungkook memarkirkan mobilnya dan mengikuti Nari ke kafe. Nari sempet bingung kenapa Jungkook ngikutin dia, makanya dia nanya.

"Mas kok ikut masuk?"

"Memang ada larangan Mas nggak boleh masuk?" Jungkook tersenyum kecil.

"Bukan gitu. Tapi, kirain saya Mas langsung pulang."

"Terus ninggalin kamu sendiri di sini?"

"Kan nanti bisa nelepon Bang Namjoon buat minta jemput."

Jungkook menggeleng. "Nggak praktis. Mendingan Mas tungguin sambil ngerjain kerjaan."

"Tapi Mas, saya—"

"Silakan bertemu dengan klien, Mas akan tungguin kamu. Ayo, mungkin klien kamu udah nunggu."

Mau bagaimana lagi? Ini seperti ketiban durian runtuh bagi Nari. Udah dianterin, ditungguin pula sampai selesai.

Duh, jadi geer lagi nih gue! batin Nari sambil melangkah menjauh dari Jungkook.

Pertemuan dengan klien berjalan dengan lancar. Ternyata Nari bisa menyelesaikan dengan baik, meskipun tanpa Jimin di sampingnya. Setelah selesai, Nari memberikan laporan kepada Jimin yang masih berasa di Busan.

Urusan Nari sudah selesai, apalagi kliennya terburu dan harus pergi ke tempat lain karena ada janji. Jadi, otomatis Nari melirik ke arah Jungkook. Dia mengamati bagaimana Jungkook menggigit-gigit bibir bawahnya sambil membaca sesuatu di tab. Kadang dia memiringkan kepalanya sambil mengernyit, mungkin ada hal yang nggak menyenangkan bagi pria itu. Jungkook menyesap es americanonya lalu tak sengaja kedua matanya bertemu dengan Nari.

"Sudah selesai?" kata Jungkook yang berbicara tanpa suara. Nari menganggukkan kepala dan melangkah ke meja Jungkook.

"Kelihatannya Mas masih sibuk," kata Nari sambil melirik tab Jungkook yang banyak diagram tabel maupun lingkaran.

"Memang. Sebenarnya ada beberapa hal yang harus Mas kerjain. Kamu mau nunggu sebentar lagi?"

Kim Nari melirik jam tangannya. "Boleh deh, setelah ini saya nggak kemana-mana lagi kok. Mas kerjain tugas aja."

Jungkook mengangguk. "Tentu saja. Oh iya, kamu pesen makan aja sambil nungguin Mas. Daripada kamu bete."

Padahal Nari pengen teriak, 'siapa yang bakalan bete ngeliatin muka ganteng kayak Mas Jungkook?'

"Ya udah, Mas mau pesen juga?"

Jungkook menggeleng sambil mengangkat gelasnya yang masih terisi setengah. "Minum kopi aja. Mas kerjain dulu, ya?"

Kim Nari tersenyum. "Oke, Mas Jungkook."

~

Sebagai tanda terima kasih, Nari bela-belain ke depan komplek untuk beli martabak. Biasanya, gadis itu memilih untuk pesan anter aja di aplikasi online. Tapi kali ini, biar berasa niatnya dia jalan kaki. Memilih sendiri isian apa yang harus diberikan kepada Mas, juga jenis martabak apa yang akan di kasih. Setelah itu, dia termangu di depan rumahnya. Ada sebuah mobil terparkir di depan rumah Jungkook. Kim Nari langsung menepi dan mengamati dengan saksama. Dua orang wanita turun dari mobil dan masuk ke rumah Jungkook setelah menekan bel beberapa kali. Nari yang kelewat kepo mengendap-endap seperti detektif. Dia juga lihat kedua wanita itu memeluk erat dan masing-masing mengecup pipinya lumayan lama.

Dalam hati Nari mencelos dan galau. Ternyata saran Bang Namjoon itu bener juga. Kita nggak boleh berharap berlebihan terhadap siapa pun, biar nggak baper kayak gini. Kim Nari sibuk manyun-manyun bin cemberut menghentakkan kakinya dengan tidak sadar. Jungkook yang kebetulan mau tutup pintu mendengar suara berisik dan dia mendapati Nari sedang berjongkok di depan rumahnya.

"Nari?"

Nari sadar dari lamunan, lalu buru-buru lari ke rumah. Nggak, dia nggak mau ketahuan sama Mas Jungkook kalau dia diam-diam ngeliat pria itu pelukan bahkan cium wanita lain. Atau betapa cemberutnya wajah dia saat ini karena kesal.

Saking terkejutnya, Kim Nari nggak sadar kalau dia tadi jatohin martabak buat Jungkook di depan rumah pria itu. Dia langsung masuk dan mengunci pintu depan dengan segera.

"Adek, kamu kenapa?" Ini kata Bunda yang kaget karena Kim Nari masuk udah kayak polisi lagi grebek warga.

"Ng-nggak. Adek cuma pengen buru-buru pulang. Ke kamar dulu ya, Bun?"

Tanpa mendengar jawaban Bunda, gadis itu langsung ngibrit dan tiduran di kasurnya. Hampir aja ketahuan, batin Nari lega. Tak berapa lama, ponselnya bergetar. Ada satu pesan masuk.

From : Mas Jungkook

Nari?

Tadi kamu ke rumah saya?

Terus ada dua plastik, isinya martabak.

Nggak ketinggalan?

Ya?

Saya nggak tahu, Mas

Mungkin orang salah tarok apa gimana


Yakin?

Saya liat di cctv, kamu yang bawa dua plastik itu dan jatohin di depan

............

~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro