🐊23🐊 Bocil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah mendapat telepon dari kakaknya, Meidy jadi bingung. Ia tidak ingin Ghanu pergi. Kebetulan Ghanu sedang ada di sampingnya sekarang dan laki-laki sedang menatapnya penuh tanya. Tentu Ghanu curiga saat melihat raut wajah Meidy yang berubah setelah mendapat telepon.

“Kenapa?” tanya Ghanu saat Meidy hanya diam tanpa mau melihat ke arahnya.

“Enggak papa,” sahut Meidy pelan. Ia tidak ingin Ghanu meninggalkannya. Namun, di sisi lain ia juga kasihan kalau Gania tidak ditemani suami saat melahirkan. “Tapi, Kak Agal ada di sana. Jadi, Kak Gania gak sendirian,” batin Meidy. Gadis itu terdiam cukup lama sehingga Ghanu semakin penasaran dengan apa yang terjadi.

“Mulai suka bohong ya? Oke, aku bisa lebih sering bohong sama kamu,” kata Ghanu sambil berdiri. Ia hendak pergi, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar apa yang Meidy bilang.

“Kak Gania di rumah sakit deket kampus, katanya mau melahirkan,” cerocos Meidy. Terpaksa ia memberitahu semuanya pada Ghanu. Ia tidak mau kalau Ghanu akan sering berbohong padanya. Walaupun ia tidak tahu entah berapa banyak kebohongan yang sudah Ghanu umbar selama ini.

“Gania,” lirih Ghanu. Matanya berkedip beberapa kali. Tubuhnya tiba-tiba gemetar tanpa sebab. Mungkin ia takut kalau Gania kenapa-kenapa saat melahirkan anaknya. Dengan segera Ghanu melesat meninggalkan Meidy yang tampak sedih.

Ghanu buru-buru mencari taksi dan langsung menuju rumah sakit yang ada di dekat kampusnya. Tidak lama ia di perjalanan dan akhirnya sampai juga. Ia bertanya terlebih dahulu di mana ruangan Gania pada seorang suster. Setelah itu, barulah ia berlari menuju ruangan yang diberi tahu oleh suster itu.

“Gal, di mana Gania?” tanya Ghanu saat melihat Agalanka yang sedang berdiri di ambang pintu. Rasa cemasnya semakin meningkat ketika melihat ekspresi Agalanka yang tampak sangat marah padanya.

Kini, mereka berjarak hanya beberapa langkah saja. Ghanu yang terlihat cemas, sedangkan Agalanka yang terlihat marah. Tak lama setelah mereka bertatapan, Ghanu mendapat sebuah pukulan dari Agalanka.

“Lo gila! Ngapain lo mukul gue? Hah!” teriak Ghanu yang tidak terima mendapat pukulan secara tiba-tiba. Ia tidak merasa punya salah yang bisa membuat Agalanka menyerangnya lebih dulu. Kemudian ia mengusap pipinya yang terkena pukulan, pasti nantinya pipinya itu akan membiru.

“Disuruh Gania,” kata Agalanka santai. Raut marahnya semakin memudar dan digantikan dengan ekspresi seolah-olah ia sedang meremehkan Ghanu.

“Sialan! Mana Gania? Di dalem?” Ghanu melangkah, hendak membuka pintu ruangan yang mungkin ada Gania di dalamnya. Namun, ia kalah cepat dengan Agalanka yang langsung menghalanginya. “Maksud lo apa? Hah! Gue mau ketemu sama istri gue!”

“Istri? Lo ngakuin dia istri?” tanya Agalanka.

Ghanu mengepalkan tangannya marah, lalu mencengkeram kerah baju Agalanka dan juga hendak melayangkan pukulannya. “Jawab atau gue hajar lo!” seru Ghanu tidak santai.

“Santai,” kata Agalanka sambil tersenyum miring. Kemudian ia menghempaskan tangan Ghanu dan mendorong laki-laki itu hingga terjengkang ke belakang. “Gania gak ada di sini. Gue sengaja nungguin lo di sini … buat mukul lo.” Agalanka terkekeh pelan, lalu berjalan meninggalkan Ghanu.

Ghanu menggeram kesal. Ia ingin bertemu Gania, tetapi ia tidak tahu keberadaan Gania sekarang. Terpaksa ia menyusul Agalanka, siapa tahu cowok itu sekarang sedang menuju tempat Gania berada.

“Ke ruang operasi?” gumam Ghanu saat Agalanka berhenti di depan ruang operasi. Keningnya mengernyitkan dan matanya membulat seketika. “Gania ada di dalam? Kenapa? Dia kenapa masuk ruang operasi? Jawab gue, berengsek!” teriak Ghanu sambil mendekati Agalanka.

“Semua gara-gara lo! Gak sadar kalau selama ini lo sering bikin Gania stres? Lo kira gak berdampak sama kehamilannya? Orang hamil itu gak boleh banyak pikiran, Ghanu! Lo harusnya tahu itu! Apalagi kandungan Gania itu lemah! Dia gak bisa ngelahirin normal!”

Urat-urat di leher Agalanka terpampang sangat jelas karena berbicara dengan nada tinggi. Berbicara dengan Ghanu itu tidak perlu lemah lembut agar omongannya sedikit melekat di otak laki-laki buaya darat itu. Lagipula setiap Agalanka melihat Ghanu, ia jadi emosian seketika, bawaannya ingin marah-marah terus. Padahal sebenarnya Agalanka bukan tipe orang yang suka marah-marah tidak jelas.

Ghanu terdiam. Ia duduk dan memijat keningnya. Rasa cemas terus menyelimuti hati Ghanu karena khawatir dengan keadaan Gania di dalam. Ia berharap Gania tidak apa-apa. Bagaimanapun juga Gania adalah istrinya walaupun ia tidak mencintai perempuan itu.

Lama mereka menunggu, akhirnya setelah beberapa jam operasi selesai. Dokter yang menangani Gania pun keluar. Agalanka dan Ghanu mendongak dan segera mencecar dokter dengan berbagai pertanyaan.

“Gimana keadaan istri saya, Dok? Baik-baik aja, 'kan? Kenapa dia bisa dioperasi? Apa ada masalah serius?”

Dokter itu menatap Agalanka, lalu menatap Ghanu. “Anda suaminya?” tanya dokter itu. Ghanu langsung mengangguk cepat. “Mungkin Anda sudah tahu kalau posisi janinnya sungsang sehingga istri Anda tidak bisa melahirkan normal. Namun, ibu dan bayinya tidak apa-apa. Kami berhasil menyelamatkan mereka. Bayinya laki-laki dan sangat sehat tanpa mengalami kecacatan,” jelas dokter itu sambil tersenyum. Tak lama kemudian seorang suster keluar dari ruang operasi sambil membawa seorang bayi yang merupakan anak Ghanu dan Gania.

“Anda ayahnya, 'kan? Ini bayinya, sangat tampan seperti ayahnya,” kata suster itu sambil tersenyum pada Agalanka. Sementara Agalanka menahan tawanya saat melihat raut kekesalan Ghanu setelah mendengar perkataan suster itu.

“Suster, saya ayahnya. Suster lihat deh. Itu bayinya ada muka bule-bulenya kayak saya. Kalau suster bilang anak saya mirip ini orang, sama aja kayak suster ngehina anak saya mirip monyet,” cerocos Ghanu kesal. Lantas, ia mendapat pukulan langsung dari Agalanka yang tidak terima dikatai monyet secara tidak langsung.

“Maaf. Saya kira dia ayahnya, soalnya dia yang menemani ibunya sejak tadi,” jelas suster itu sambil menyerahkan bayi laki-laki itu pada Ghanu. Ghanu yang tidak pernah menggendong bayi merasa takut kalau bayi itu terjatuh. Ia menyerahkan kembali bayi itu ke susternya.

“Suster aja deh yang bawa ke ruangannya. Saya takut jatuh, 'kan rugi jadinya. Saya udah susah payah buatnya,” kata Ghanu.

🐊🐊🐊

Gania dan bayinya telah dipindahkan ke ruang rawat inap. Sejak tadi Gania belum sadar juga. Di ruangan itu hanya ada Ghanu, Gania, dan bayi mereka yang sedang menangis. Agalanka sudah pulang karena Ghanu mengusirnya, sangat tidak tahu terima kasih. Padahal Agalanka sangat baik karena sudah membawa Gania ke rumah sakit, tetapi Ghanu malah bersikap kasar.

“Cup-cup-cup. Duh, gimana sih? Gak bisa diem ini anak,” kata Ghanu sambil mengelus-elus tubuh bayi mungil itu dengan lembut. Kemudian ia melirik Gania yang masih tidur dengan lelap di kasur yang sangat besar itu. Ghanu sengaja menempatkan Gania di ruang VIP agar mereka bisa nyaman tanpa ada gangguan dari orang lain. 

“Gania, bangun dong,” lirih Ghanu sambil mencolek lengan Gania. Namun, perempuan itu masih tidak bergerak sedikitpun. Hanya ada helaan napas teratur yang membuat Gania terlihat tenang.

“Kalau dipikir-pikir, ini anak mirip banget sama gue, sama-sama ganteng,” gumamnya sambil menatap anaknya yang masih saja menangis tanpa bisa ia hentikan. Ghanu tidak tahu cara menenangkan bayi yang menangis. Setahunya, bayi akan berhenti menangis saat sang ibu memberikannya ASI. Namun, bagaimana caranya anaknya ini mendapatkan ASI saat Gania masih belum sadar?

“Gue buka aja kali ya. Eh, masa iya gue unboxing dia lagi. Ntar bangun gue diamuk.” Tangan Ghanu terulur, hendak membalikkan tubuh Gania agar menyamping, tetapi ia teringat kalau Gania habis dibedah perutnya. Ia pun mengurungkan niatnya.

“Derita papa muda. Gak punya pengalaman ngurus anak,” katanya sambil menghela napas berat. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di samping bayinya sehingga kini bayi itu berada di tengah-tengah Ghanu dan Gania. Anehnya, setelah Ghanu tidur di sampingnya, bayi itu malah berhenti menangis.

“Lah, kok berhenti? Kok gak nangis lagi?” tanya Ghanu bingung. Bayi itu malah tersenyum saat ayahnya bertanya. “Gila, mulai pinter gue ngurus anak,” kata Ghanu karena anaknya benar-benar berhenti menangis.

“Kasih nama siapa ya? Bentar ya, Daddy mikirin nama dulu buat kamu.” Ghanu terdiam sejenak. Selama Ghanu diam, anaknya terus saja memperhatikan tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun. “Au ah, pusing. Daddy panggil Bocil aja dulu ya. Nanti minta nama sama Mommy kamu. Sekarang tidur ya, Daddy ngantuk.”

🐊🐊🐊

Asem benar Si Ghanu namain anaknya Bocil😂

🐊🐊🐊

Selasa, 2 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro