🐊29🐊 Andai

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kini, Ghanu sedang berkumpul bersama teman-temannya setelah pulang kampus. Reja yang menyarankan untuk berkumpul di Kafe Gurlahan, tempat yang sering mereka datangi saat SMA. Mumpung mereka bertiga sedang tidak sibuk, jadilah mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama.

Di depan Ghanu, ada banyak sekali jenis makanan dan minuman yang dipesannya. Reja dan Yuga sampai terheran-heran karena Ghanu memesan sebanyak itu, bahkan tidak ada celah untuk mereka meletakkan tangan karena meja penuh dengan makanan. Ghanu bilang, dia ingin membicarakan sesuatu. Namun, sampai makanannya tinggal beberapa, laki-laki itu belum juga berbicara sepatah katapun. Hal itu membuat mereka bingung.

Yuga yang memang hanya memesan minuman pun diam sambil memainkan ponselnya. Sesekali ia melirik Ghanu, lalu melirik Reja. Tumben acara kumpul mereka bertiga hening seperti ini. Biasanya Ghanu yang paling heboh dan banyak berbicara.

“Lo kenapa, Ghan? Masalah hidup lo bejibun ya?” tanya Reja yang mencomot makanan milik Ghanu.

Ghanu tampak murung. Ini bukan Ghanu yang biasanya. Laki-laki itu bahkan seperti sudah tidak punya semangat hidup. “Gue putus sama pacar gue,” ungkap Ghanu. Ia pun kembali memakan makanannya walaupun sebenarnya perutnya sangat kenyang. Entah kenapa ia merasa sangat frustrasi dengan kehidupannya yang sekarang.

“Pacar lo yang mana?” tanya Yuga.

“Yang mana lagi? Pacar gue cuma satu. Semenjak gue nikah, cuma dia yang mau sama gue,” sahut Ghanu.

“Pelakor sok polos itu? Siapa namanya? Meidy ya?” tanya Yuga lagi.

Ghanu hanya mengangguk. Sesekali ia menghela napas berat. Ghanu biasanya tidak pernah seperti ini saat putus dengan seseorang. Apa mungkin Ghanu mencintai pelakor berwajah polos itu?

“Lo cinta sama dia?” tanya Reja. Ia bersandar di sofa dan mengelus-elus perutnya yang kekenyangan akibat ikut memakan makanan Ghanu. Bukannya ia rakus, hanya saja makanan itu tampak menarik sehingga tanpa sadar ia makan banyak.

“Cinta? Apa itu cinta? Gue bahkan masih belum ngerti sama perasaan gue sendiri,” ucap Ghanu. Selama ini, ia hanya bermain-main saja dengan banyak cewek sehingga ia tidak mengerti apa itu cinta. Semua cewek ia anggap sama, kecuali Gania yang pernah ia spesialkan dulu.

“Lo udah punya istri. Kenapa sih harus selingkuh? Masih pegang teguh prinsip lo yang 'satu perempuan bikin seneng, apalagi banyak' itu?” cecar Yuga. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan kebodohan Ghanu yang mendarah daging. Kalau masih pacaran, maklumlah dekat dengan banyak cewek. Namun, kalau sudah menikah, harusnya kebiasaan itu dihentikan.

“Mana bisa, udah enggak ada lagi cewek yang deketin gue,” cicit Ghanu pelan.

“Kalau misalnya banyak cewek yang deketin lo, lo mau?” tanya Yuga. Ghanu malah mengangguk. Laki-laki itu benar-benar membuat Yuga heran. Entah dengan cara apa yang harus dilakukan agar Ghanu berhenti menjadi seorang laki-laki berengsek.

“Gini, gue tanya sekarang sama lo, lo cinta enggak sih sama Gania?” tanya Reja. Jika ia sedang dalam kondisi badmood, sudah dipastikan Ghanu akan ia hajar untuk menyadarkan laki-laki itu. Untunglah Reja dalam kondisi goodmood, jadi ia bisa mengendalikan dirinya.

I told you, i don't know,” lirih Ghanu.

“Siapa yang lebih sering bikin lo bahagia? Gania apa Meidy?” tanya Reja.

Ghanu terdiam. Ia langsung membayangkan bagaimana ia bertemu Gania setelah sekian lama. Ia ingat Gania menyelamatkannya dari api, lalu ia mencarinya dan berakhir pacaran. Ghanu ingat kebahagiaan yang ia dapatkan dari Gania yang tidak ia dapatkan dari perempuan manapun. Namun, setelah Meidy datang, Meidy juga membuatnya bahagia.

“Kedua-duanya,” jawab Ghanu.

“Berarti lo suka sama mereka,” ucap Reja.

“Terus, sekarang lo bayangin kalau lo cerai sama Gania. Bayangin dia ninggalin lo sendirian. Gimana perasaan lo?” tanya Reja.

Ghanu terdiam lagi. Ia mengikuti instruksi Reja dan membayangkan perpisahannya dengan Gania. Ia juga membayangkan bagaimana nasib Wilder nantinya jika harus hidup dengan orang tua yang tidak utuh. Tiba-tiba dadanya terasa sesak sehingga Ghanu meraba dadanya sendiri. Jantungnya berdebar-debar selagi ia membayangkan ekspresi sedih yang Gania tampilkan.

“Lo nangis, Ghan,” ucap Yuga yang membuat Ghanu tersadar dari lamunannya.

“A–apa?” tanya Ghanu.

“Lo nangis,” ulang Yuga.

Ghanu meraba pipinya sendiri dan merasakan air matanya yang mengalir tanpa ia sadari. Kenapa? Apa yang membuat Ghanu menangis? Apa juga yang membuat Ghanu begitu sesak? Ghanu tidak pernah peduli dengan Gania. Akan tetapi, kenapa Ghanu seperti ini sekarang?

“Kalau ada orang yang bisa bikin lo bahagia dan seneng, artinya lo suka sama orang itu. Tapi, kalau lo sampai nangis saking takut kehilangan, artinya lo cinta sama orang itu,” tutur Reja sambil menatap temannya itu dengan tajam. Ia tidak mau temannya itu menyesal di kemudian hari karena lambat menyadari cintanya.

“Jujur, gue sering nangis di depan Varas setiap gue ngerasa cemburu. Lo tanya aja sama dia kalau lo enggak percaya. Gue begitu karena gue cinta sama dia. Saking takutnya gue kehilangan dia, gue sampai buang jauh-jauh gengsi gue dan nangis di depan dia, lalu bilang, 'Ras, gue cinta banget sama lo. Jangan pernah lo pergi dari hidup gue'. Jangan gengsi, Ghan,” tutur Reja. Ia bahkan sampai mengungkapkan sisi lemahnya di depan Ghanu untuk menyadarkan laki-laki itu. Cowok menangis itu wajar. Yang tidak wajar adalah cowok yang gengsi mengakui rasa cintanya.

“Jangan sampai juga lo nyesel kayak gue. Karena gue enggak ngerti apa itu cinta, gue kehilangan Prinsha. Gue malah bilang cinta ke Liza, padahal sebenarnya itu cuma suka sesaat aja. Gue enggak mau lo sakit hati nantinya. Masalah lo lebih berat, Ghan. Kalau sampai lo kehilangan istri lo karena sifat bajingan lo itu, mending gak usah hidup sekalian, gak guna,” imbuh Yuga.

“Gue cinta Gania?” tanya Ghanu sambil menatap Reja dan Yuga secara bergantian. Kemudian, ia tersenyum sinis. “Gue nangis bukan karena Gania, tapi karena Wilder,” sangkalnya.

🐊🐊🐊

Ghanu membuka pintu kamarnya dan melihat Gania sedang duduk sambil membaca majalah. Wilder sedang tidur di keranjangnya sehingga Gania bisa bersantai tanpa harus menghadapi anak yang rewel.

“Gania,” panggil Ghanu. Ia meletakkan tasnya dan menaruhnya di meja. Kemudian, ia menghampiri Gania yang masih fokus dengan bacaannya. Sepertinya perempuan itu tidak tahu ia datang atau mungkin berpura-pura tidak tahu.

“Gania,” panggil Ghanu lagi. Kemudian, ia naik ke atas kasur, lalu menidurkan dirinya di samping Gania dan menjadikan paha Gania sebagai bantal. Kini, ia bisa melihat wajah Gania dari bawah. Gania tidak terkejut, berarti perempuan itu sengaja mengabaikannya.

“Lagi baca apa?” tanya Ghanu sambil menarik majalah yang Gania baca hingga ia bisa melihatnya.

“Dari mana aja?” tanya Gania dengan nada dingin. Semenjak melahirkan Wilder, sikap Gania sangat berubah drastis. Sudah jarang sekali perempuan itu menampilkan senyum manisnya dan lebih sering memperlihatkan ekspresi dingin. Apa itu semua karena Ghanu?

“Kumpul sama Reja dan Yuga,” jawab Ghanu. Membahas tentang kumpul tadi, ia jadi ingat kalau Reja mengatakan kalau ia mencintai Gania. Ghanu jadi penasaran dengan perasaannya sendiri. Sungguh, ia merasa sangat bingung.

“Hm,” gumam Gania singkat. Kemudian, ia kembali membaca majalahnya dan membiarkan Ghanu tiduran di pahanya.

“Gimana perasaan kamu setelah aku putus sama Meidy?” tanya Ghanu. Ia masih betah mengamati wajah istrinya yang terlihat cantik lagi. Gania pasti sudah melakukan perawatan lagi sehingga ia tidak seburuk saat hamil.

Gania mengalihkan pandangannya ke arah Ghanu dan menatap suaminya itu dengan lekat-lekat. Kemudian, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas sehingga membentuk senyuman indah yang terlihat sangat tulus. “Biasa aja.”

“Senyuman itu udah lama enggak gue lihat. Tapi, kenapa rasanya gue sesek banget? Kenapa dia kelihatan sedih padahal lagi senyum?” batin Ghanu.

Gania yang masih tersenyum langsung mengangkat sebelah alisnya karena Ghanu memandangnya seperti itu. “Kenapa?” tanya Gania.

“Kenapa kamu merasa biasa aja? Kenapa enggak seneng?” tanya Ghanu balik.

Perlahan senyum Gania luntur dan ekspresi dingin kembali menghiasi wajahnya. Kemudian, ia bersandar di sandaran kasur, lalu menghela napas panjang. “Karena aku tahu, orang yang pernah selingkuh akan terus mengulangi perbuatannya,” jawab Gania.

“Dari awal aku udah peringatin kamu, jangan jatuh cinta sama aku kalau enggak mau sakit hati,” bisik Ghanu dengan suara seraknya.

It's okay. Seperti yang kamu bilang, semua yang aku alami sekarang adalah karma aku yang dulu,” kata Gania sambil tersenyum sekilas.

Ghanu terdiam cukup lama sambil menatap wajah Gania yang tampak serius membaca majalah. Namun, yang Ghanu tahu, Gania tidak sedang membaca. Tatapannya memang tajam, tetapi bola matanya tidak bergerak seperti orang sedang membaca. Entah apa yang sedang perempuan itu pikirkan.

“Gania,” panggil Ghanu.

“Hm?” gumam Gania.

“Mau bahagia sebentar?” tanya Ghanu.

“Maksud kamu?” tanya Gania balik.

“Lakuin semua yang kamu mau,” jelas Ghanu.

Gania tampak berpikir sebentar. Tak lama kemudian, matanya melirik ke arah beberapa make up yang ada di meja sebelah kasur. Lalu, ia mengambilnya satu per satu dan meletakkannya di atas dada Ghanu.

“Mau ngapain?” tanya Ghanu heran.

“Mau bahagia sebentar,” bisik Gania sambil tersenyum ceria. Entah senyum itu muncul karena perempuan itu benar-benar senang atau mungkin hanya berpura-pura. Ghanu tidak bisa menebaknya.

“Oke, aku pasrah,” kata Ghanu sambil memejamkan matanya.

Gania pun segera membuka satu per satu alat make up-nya dan mengoleskan di wajah Ghanu. Bukan seperti make up biasanya, melainkan make up yang sesuai dengan kepribadian Ghanu.

Pertama-tama, Gania menggambar seluruh wajah Ghanu seperti keranjang. Di bagian kelopak mata Ghanu juga dibuat gambar keranjang. Setelah itu, barulah ia mewarnai hidung Ghanu dengan warna hitam dan putih sehingga terlihat belang. Cukup lama waktu yang Gania gunakan untuk menyelesaikan karyanya tersebut.

“Ghanu, udah,” ucap Gania sambil menepuk-nepuk lengan Ghanu. Namun, Ghanu tidak kunjung bangun. Pasti laki-laki tertidur karena lama menanti ia selesai melukis dengan make up.

“Gue berbakat gambar ternyata. Cocok banget sama orangnya, mata keranjang dan hidung belang, masher,” ucapnya pelan. Kemudian, ia terkekeh pelan sambil menatap hasil karyanya. Ia benar-benar merasa senang hari ini. Bahagia Gania sesimpel itu padahal, tetapi Ghanu tidak bisa selalu membuatnya bahagia.

“Gue posting aja kali ya,” kata Gania sambil mengambil ponselnya yang ada di meja. Setelah itu, ia mendekatkan wajahnya dengan Ghanu dan tersenyum di depan kamera. Hasil foto mereka benar-benar sweet, seperti foto-foto pasangan bahagia lainnya.

“Andai seperti hari gue seseneng ini. Andai Ghanu enggak bakal kembali sama Meidy lagi. Andai ….”

🐊🐊🐊

Hari daring jadi gak bisa update siang hehe, maklum yak😂

🐊🐊🐊

Senin, 8 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro