🐊42🐊 Want To See Mom

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


🐊🐊🐊

INI EMAKNYA :


INI BAPAKNYA :

INI ANAKNYA :

“Gania! Itu kamu, 'kan? Kalau perempuan tadi itu bukan kamu, aku pasti udah nemuin perempuan tadi! Itu udah jelas-jelas kamu! Kamu lagi sembunyi!” teriak Ghanu.

Ghanu memutari pohon yang ada di dekatnya karena mengira Gania mungkin bersembunyi di sana, tetapi tidak ada. Kemudian, ia mendongak ke atas, siapa tahu Gania memanjat pohon itu, tetapi tetap saja tidak ada.

“Mau gimanapun kamu sembunyi, kita bakal ketemu cepat atau lambat. Kamu itu gurunya Wilder, 'kan? Gimana mungkin kamu bisa menghindar dari aku?” Ghanu tampak sudah menyerah. Ia sudah mencari-cari Gania sampai ke semak-semak, tetapi tetap tidak ketemu.

Gania mematung setelah mendengar apa yang Ghanu bilang. Ghanu benar, mereka pasti akan segera bertemu. Tidak ada gunanya bersembunyi sekarang. Perlahan Gania berdiri sehingga ia bisa melihat Ghanu yang sedang berdiri membelakanginya. “Ghanu,” panggil Gania sambil berjalan mendekati Ghanu.

Ghanu menegang. Jantungnya berpacu sangat cepat ketika mendengar suara yang sangat ia rindukan itu. Kemudian, ia menoleh dan melihat Gania sedang berdiri beberapa langkah darinya. Tanpa aba-aba, Ghanu langsung berlari dan memeluk Gania dengan erat.

Gania sangat terkejut karena dipeluk seperti itu. Ia berusaha melepaskan diri dari lingkaran tangan Ghanu, tetapi usahanya sia-sia karena Ghanu memeluknya sangat erat. “Ghanu, lepasin,” pinta Gania dengan nada pelan.

Ghanu tidak menurut, ia tetap memeluk Gania. Terdengar isak tangis yang berasal dari laki-laki. Ghanu menangis? Untuk apa? Gania bisa merasakan kalau Ghanu sedang sangat sedih hingga bisa menangis seperti itu. “Gania, i miss you so much. I miss you. I miss you,” ucap Ghanu di sela-sela tangisannya.

Gania tidak bisa juga menahan kesedihannya. Matanya langsung berkaca-kaca saat Ghanu bilang merindukannya. Munafik jika Gania bilang tidak merindukan laki-laki yang pernah menjadi suaminya itu. Gania sangat merindukannya, sangat.

“Gania, i can't live without you. Our Bocil too,” lirih laki-laki itu. Tangisan Ghanu semakin mengeras saat Gania berusaha melepaskan pelukannya.

“Ghanu, tolong jangan gini. Lepasin aku,” pinta Gania. Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia tidak mau Ghanu melihatnya menangis. Rasanya sangat sesak saat menahan tangisan seperti itu.

“Kembali, Gania. Please, come back to me. I need you. Wilder too,” kata Ghanu.

Runtuh sudah pertahanan Gania. Air matanya terjatuh bersamaan dengan isakan kecil keluar dari bibirnya. Gania ternyata sangat payah dalam urusan menyembunyikan perasaannya. “Ghanu, kita nggak bisa bersama,” lirih Gania.

“Kenapa?” tanya Ghanu.

Gania terus berusaha mendorong Ghanu. Tenaganya tiba-tiba melemah hingga ia sama sekali tidak bisa terlepas dari pelukan Ghanu. “Ghanu lepasin! Kita nggak bisa bersama!” bentak Gania dengan tangisan yang sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi. Mereka sama-sama menangis, sama-sama memiliki rasa rindu yang mendalam, sehingga tangisan mereka terdengar sangat memilukan.

“Kenapa, Gania? Kita bisa, demi Wilder. Please, kembali. Kamu lihat sendiri Wilder ngerasain penderitaan akibat kita menyerah,” ujar Ghanu. Ia tidak bisa menahan perasaannya yang sangat merindukan dan juga mencintai Gania. Rasa itu semakin ingin ia lupakan, tetapi malah menjadi semakin besar.

Tubuh Gania melemas, ia akhirnya membalas pelukan Ghanu sambil terus menangis terisak-isak. Cukup lama Gania menangis di pelukan Ghanu hingga membuat Ghanu merasa kalau Gania akan kembali padanya. Namun, Gania mematahkan harapannya. “Kita nggak bisa bersama, Ghan. Nggak bisa,” katanya.

Please, give me a reason. Apa alasan kamu nggak bisa kembali? Karena takut aku nyakitin kamu? Nggak, Gania. Aku nggak bakal nyakitin kamu lagi. Aku udah berubah, aku udah jadi lebih dewasa, beda sama aku yang dulu. Kamu boleh lakuin apa aja kalau aku nyakitin kamu. Apapun—”

“Karena!” potong Gania dengan nada meninggi. “Karena aku udah—”

“Gania,” panggil seseorang yang membuat Ghanu langsung melepaskan lingkaran tangannya dari Gania. Dia adalah Agalanka.

Ghanu menatap Agalanka dengan raut wajah yang tampak frustrasi, lalu ia mengusap wajahnya yang penuh air mata dan menjambak rambutnya sendiri. Kemudian, ia melirik ke arah Gania yang sedang bertatap-tatapan dengan Agalanka. Apa Agalanka yang membuat Gania tidak bisa kembali padanya? Semoga saja bukan.

“Ghanu, secara resmi aku perkenalkan Agalan, dia tunangan aku,” ujar Gania sambil menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya.

Harapan Ghanu untuk bisa bersama Gania lagi benar-benar hancur. Gania benar-benar melupakannya ternyata. Buktinya Gania sudah melepas cincin pernikahannya, berbeda dengan Ghanu yang masih memakai cincin itu walaupun mereka sudah bercerai.

“Kamu—”

“Kami akan segera menikah dalam beberapa bulan ini.” Lagi-lagi Gania memotong ucapan Ghanu dan lagi-lagi menghancurkan hati Ghanu.

“Oh, gitu? Selamat, ya. Semoga berjalan lancar,” ucap Ghanu sambil mengulurkan tangannya, mengambil tangan Gania dan bersalaman. Sama seperti yang ia lakukan pada Agalanka. Lalu, ia tersenyum dan berpamitan. “Aku pergi, Wilder nunggu lama,” pamitnya yang masih tersenyum. Senyuman yang penuh luka itu langsung memudar begitu ia tidak berhadapan lagi dengan Gania.

“Ghanu!” seru Gania sebelum Ghanu benar-benar jauh. Ghanu berhenti tanpa berbalik, bermaksud menunggu apa yang akan Gania sampaikan. “Maafin aku!”

🐊🐊🐊

Ghanu dan Wilder sampai di rumahnya. Ada Sita yang menyambut kedatangan mereka dan dia membantu Wilder melepaskan sepatu dan kaus kakinya. Saat Sita hendak mengajak Wilder ke kamar, Wilder malah tidak mau. Katanya ia akan menyusul Ghanu yang sudah pergi ke kamar.

“Daddy,” panggil Wilder sambil menyembulkan kepalanya di pintu kamar Ghanu yang sedikit terbuka. Ia melihat Ghanu sedang rebahan, entah laki-laki itu tidur atau hanya memejamkan matanya. “Daddy, wake up!” seru Wilder sambil naik ke atas tempat tidur Ghanu.

(Sumpah bayangin anak kecil bilang Daddy itu gemoy parah😭 Aku mau ah cari suami bule🤣)

Wilder mendengkus kesal. Ghanu mengabaikannya. Apa Ghanu membalas perbuatan Wilder yang sering mengabaikannya? Kalau memang begitu, Wilder bisa melakukan lebih dari ini. “It's okay! Don't ever talk to me!” Kemudian, Wilder pun turun dan keluar dari kamar Ghanu sambil membanting pintu itu dengan kasar. Sebelum ia benar-benar pergi, ia menatap pintu itu dengan nyalang. Ia berharap Ghanu akan menyusulnya, tetapi ternyata tidak.

Wilder pun kembali ke ruang tamu dan duduk di sofa. Ia membuka kemeja sekolahnya dan melemparnya ke sofa sebelah. Ia sangat kesal karena diabaikan. Mungkinkah begini perasaan jadi daddy-nya yang sering ia abaikan?

“Wilder,” panggil Sita. Ia mengambil kemeja yang dilempar oleh Wilder.

“Hm,” gumam Wilder tanpa menatap Sita.

“Mandi dulu,” ujar Sita sambil mengulurkan tangannya agar Wilder yang sedang duduk meraihnya.

Wilder memalingkan wajahnya ke arah lain. “I need my daddy,” ujar Wilder dengan nada pelan.

“Ngomong apa nih bocah?” tanya Sita pada dirinya sendiri. Karena pendidikannya hanya sampai tingkat sekolah menengah pertama saja, Sita jadi tidak terlalu mengerti bahasa Inggris. Ia juga cukup kesulitan saat berkomunikasi dengan Wilder karena anak kecil itu suka berbahasa campuran. Ia sudah berniat mengundurkan diri dari pekerjaannya karena sepertinya Wilder sudah tidak membutuhkan baby sitter di umurnya yang sudah cukup besar itu. Namun, Wilder tidak mau Sita pergi. Entah apa mau bocah itu, pemikiran anak kecil memang kadang berubah-ubah dan sulit dimengerti.

“Wilder,” panggil Ghanu yang berjalan ke arah Wilder. Melihat Ghanu yang datang untuk Wilder, Sita pun segera pergi. “Dad mau kamu cerita alasan kamu jadi anak pendiam. Apa karena kamu diejek?” Ghanu duduk di sebelah Wilder.  Sementara Wilder langsung berniat kabur untuk menghindari Ghanu. Hampir saja bocah itu terjatuh dari sofa, untung saja Ghanu cepat meraih singlet yang Wilder gunakan.

“Lepasin, Dad!” pekik Wilder saat posisinya masih menggantung.

“Kalau dilepasin, kamu jatuh dong,” ujar Ghanu sambil cekikikan melihat anaknya yang tampak sangat menggemaskan jika sudah marah.

“Lepasinnya di sofa dong. Punya daddy kok pinter banget,” cibir Wilder dengan nada ketus.

“Hadeh, bocil generasi micin. Siapa yang ngajarin kamu? Pasti kamu diem-diem minjem HP Daddy buat nonton tiktok, 'kan?” tuduh Ghanu. Ia pun kembali mendudukkan Wilder di sofa.

“Daddy punya tiktok? Serius? Dasar orang tua generasi micin,” balas Wilder yang tidak mau kalah.

Ghanu tersenyum tipis melihat anaknya kembali seperti semula. Wilder tidak lagi bungkam saat diajak berbicara. Setidaknya Wilder mau menyahut walaupun nadanya masih sering ketus.

“Cerita sama Daddy, anak tadi itu gangguin kamu di sekolah?” tanya Ghanu.

Wilder menghela napas kasar. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain dan raut wajahnya kembali murung, seperti kemarin-kemarin. Ghanu sudah bisa menebak kalau yang ia tanyakan tadi itu benar adanya. Ternyata Wilder benar-benar diejek karena tidak memiliki seorang ibu.

“Daddy,” panggil Wilder setelah sekian lama terdiam.

Yes, Bocil?”

Where is mom?” Dari raut wajah Wilder, sepertinya anak itu sangat ingin bertemu dengan ibunya. “I have mom, right?”

Of course,” sahut Ghanu singkat. Ia kembali teringat dengan Gania yang sudah menjalin hubungan dengan Agalanka. Dunia sangat tidak adil pada Wilder. Wilder tidak punya salah, tetapi ia juga harus ikut-ikutan menanggung akibat dari pernikahan yang hancur.

I want to see my mom,” cicit Wilder yang tampak sedih.

Kesedihan Wilder mungkin mengandung bawang sehingga membuat mata Ghanu perih, seperti air matanya mendesak untuk keluar. “Wilder mau ketemu mommy?” tanya Ghanu.

“Mau! Daddy tahu di mana mommy?” sahut Wilder yang tampak antusias.

“Kamu udah pernah ketemu mommy kamu, tapi kamu belum tahu,” kata Ghanu.

“Wah, siapa itu? Daddy kok nggak bilang? Aku nggak sabar ketemu mommy. Aku bakalan pamerin mommy ke temen-temen biar mereka nggak ngejek aku lagi,” ujar Wilder yang tampak sangat senang. Sikap anak kecil memang seringkali berubah-ubah. Kemarin dingin, sekarang ceria. “Hore! Aku bakal ketemu mommy!”

“Mommy kamu akan segera nikah, Wilder. Tapi nggak papa, setidaknya dia bakal tahu kalau Gania adalah mommy-nya,” batin Ghanu sambil melihat Wilder yang sedang meloncat-loncat di sofa.

🐊🐊🐊

Lagi 1 part doang ending
Endingnya udah aku pikirin dengan mateng-mateng.

Btw itu bahasa Inggrisnya nggak terlalu memperhatikan grammar karena setau aku bule kalo ngomong ya nggak terlalu memerhatikan grammar.

🐊🐊🐊

Jumat, 19 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro