Ramadan 1: Hulm

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semalam aku bermimpi.

Mimpi tentang bumi hancur porak-poranda digulung pasir tanah. Orang-orang berubah layaknya manusia bodoh—hanya diam membisu. Mereka seolah tak punya kendali lagi atas raga mereka, sehingga bergerak pun sulit. Termasuk diriku. Itu sebabnya aku bisa mengatakan.

Tubuh ini benar-benar mati, walau yakin paru-paruku masih bisa menukar oksigen dari udara. Hati bergejolak merasa takut amat dalam. Bumi berguncang murka, sementara tubuhku dan manusia lain hanya mematung, langit berjatuhan menyapa bumi. Bahana petir mengerikan dimana-mana, lalu segera terganti dengan suara pukulan tabuh. Mataku membuka, suara berisik itu diiringi oleh teriak anak-anak yang membangunkan sahur.

Bukan bagaimana mengerikan mimpi itu, hanya aku sadar akan satu hal, bahwa semua yang aku—kita—seluruh manusia perbuat sekarang, baik atau buruk, pasti akan diminta pertanggungjawabannya. Karena sebelum diriku benar-benar bangun dari mimpi, intonasi aneh menggema, menghasilkan getar dalam diri.

"Hanya harus mengetahui, apa yang terjadi kini, adalah apa yang telah diperbuat dahulu."

.
.
.

Bogor, 06 Mei 2019
D-29

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro