Ramadan 8: Be Honest With Yourself

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kalau dirimu belum bisa jujur pada orang lain, setidaknya jujurlah pada diri sendiri."

Kalimat bak motivator ala-ala kesambet hantu kolong jembatan itu kudapat setelah menonton acara televisi sore kemarin. Di kisah tersebut—aku tidak akan menulis judulnya, seorang anak laki-laki baru merayakan ulang tahun ke-9. Kedua orang tuanya sangat menyayangi si anak, kelihatan dari cara mereka memperlakukan Fandi—nama bocah dalam cerita.

Sebetulnya, stori di sini lebih ke hidayah seorang perempuan dewasa yang menjadi orang ketiga dalam keluarga kecil itu. Umm... semacam, pelakor, klise memang, tetapi tetap memukau ditonton—ingin tertawa rasanya. Aku tidak akan menceritakan alur yang kutonton dengan segala rasa ingin menjambak pelakor itu. Hanya, ada satu adegan terselip di sana, sangat menarik dan menjadi perenungan bagiku sendiri saat cerita itu terpotong oleh iklan.

Siang-siang, Fandi mengurung diri di kamar sambil makan camilan, sesudahnya dia keluar usai menyembunyikan bungkus-bungkus makanan kecil di bawah kasur. Bertemu kedua orang tuanya, sang ibu bertanya apa Fandi masih dalam keadaan puasa atau tidak, di situ Fandi menjawab masih berpuasa. Aku tahu, kalian pun tahu kalau anak dalam cerita masih 9 tahun—sudah kutulis di awal—terbilang masih anak-anak, jadi pasti ada pendapat; ah, wajar, masih kecil. Atau, nggak apa-apa, anak kecil kan belum wajib banget puasa.

Benar. Aku bukan menyalahkan Fandi yang batal berpuasa, lagipula itu hanya berupa adegan singkat tingkah Fandi—tidak berpengaruh pada jalan cerita. Sekali lagi, diriku cuma merenung.

Saat sang ayah memuji; "Anak hebat, anak Ayah yang terbaik." Fandi merasa amat bangga alih-alih merasa bersalah—karena jelas dirinya tahu, pujian itu tidak seharusnya ada mengingat dirinya yang sudah berbuka. Dari sini, aku berpikir kalau Fandi bukan hanya membohongi kedua orang tuanya, dia juga bohong pada diri sendiri.

Maka muncul kata-kata itu dalam benakku. Iya, aku cukup tahu, kalau manusia tidak pernah bisa seratus persen menjadi orang jujur. Tetapi setidaknya kau mesti jujur pada diri sendiri. Kalau tidak bisa mengaku secara terucap, mengaku dalam hati. Sebab saat kau membohongi diri, maka pribadimu akan terbiasa menerima kebohongan yang akhirnya menjadi sugesti untuk senantiasa berkata bohong pada orang lain.

.
.
.

Bogor, 14 Mei 2019

D-22, 13 Mei 2019

Author note: Bagian ini semestinya dikirim kemarin gaes. Karena mata yang menempel tidak tahu situasi, jadilah begini. Maapkan. 😂

Next dengan tema berbeda. Stay terus! Semoga puasa kalian—bagi yang menjalankan, lancar selalu~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro