☘23. Otw Nge-date☘

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hallo, Deers! Sebenarnya hari ini jatah tayang Sekar. Baru nyadar sore tadi, kok aku buka otlen cerita ini dan berakhir nulis ini. Hosea, Adrien, n Nora bakal up Jumat lagi ya. Semoga terhibur di sisa hari ini.
Sssttt, ramaikan yak!

❤❤❤

Jatim Park 2 menjadi tempat pilihan Amara untuk double date kali ini. Pertimbangannya, tempat itu tidak terlalu jauh dari kota Malang dan dibandingkan tempat lain, obyek wisata itu sesuai untuk berkencan karena ada tiga zona. Ada Batu Secret Zoo, museum satwa, dan Eco Green Park. Hosea hanya menyetujui saja usul Amara dan tidak menyanggah. Toh, dia suka yang berbau alam serta hewan. Setidaknya dia bisa menikmati acara jalan-jalan.

Baru kali ini, Hosea tidak ingin melalui hari Sabtu. Dia berharap hari Sabtu itu segera berlalu atau langsung berpindah ke hari Minggu. Sungguh, lelaki itu tak nyaman harus berkencan ganda dengan Adrien yang sedari SMA tak pernah cocok dengannya dan Nora yang entah kenapa selalu membuat jantungnya berdebar tiap kali bertemu.

Sesuai dengan instruksi Amara, mereka akan berkumpul di rumah Nora. Sekali lagi, Hosea hanya menjawab "Ya" untuk membalas pesan pribadi Amara pagi itu. Desahan halus keluar dari bibir merah Hosea, begitu pesan terkirim. Seperti yang ia duga, pesannya akan langsung dibaca oleh Amara. Bersama gadis itu, Hosea tidak pernah mendapati tanda centangnya kelabu dalam jangka waktu yang lama.

Begitu keluar dari kamar, Hosea tidak langsung berangkat. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul sembilan seperempat.

Jericho yang sedang sarapan dengan roti lapis sambil membaca berita dari tabletnya melirik gerak-gerik sang putra. Wajahnya yang sedikit menunduk, menatap Hosea dari atas bingkai kaca mata yang melorot ke ujung hidung.

"Kenapa kamu, Hose?" Jericho lalu melepas kacamata dan meletakkan tablet. Punggung melengkung Hosea lebih menyedot perhatiannya.

Kembali embusan kasar keluar dari hidung mancung lelaki muda itu. "Mau kencan, Pi."

Mata berkeriput itu berbinar. "Dengan Amara? Wah, Papi nggak tahu progress kalian secepat itu. Tapi, kenapa kamu kayak berbeban berat gitu?"

"Pi, masalahnya, Amara itu adik Si Pisang Bolen. Pemilik d' Napoleon." Hosea duduk di kursinya dengan malas. Ia mengambil satu pisang ambon, mengulitinya, lalu melahap seolah ingin mencabik-cabik yang ia juluki "Pisang Bolen" dengan taringnya.

Namun, Jericho belum bisa mencerna maksud Hosea. "Oh, ya? Wah, nggak tahu Papi. Setahu Papi memang anak laki-alki dari grup Livian itu seorang Pattisier."

"Papi ... bukan itu masalahnya!" Dengkusan Hosea semakin keras. "Adrien itu pacarnya Nora!"

Jericho mengernyit. "Lalu?"

Hosea menggeram di sela mengunyah makanan. Ia malas melanjutkan cerita.

"Bukannya kamu menolak Nora dulu waktu SMA?" tambah Jericho yang membuat Hosea hanya bisa membuang napas panjang.

Setelah meletakkan kulit pisang di atas meja makan, Hosea bangkit. Derik kasar kursi yang terdorong menggaung di ruangan. "Aku berangkat, PI!"

Hosea menyalami dan mencium punggung tangan lelaki tua itu. Satu hal yang sangat jarang sekali ia lakukan sebelum kecelakaan. Setidaknya Jericho lega bahwa ada hikmah di balik bencana, saat mata yang tidak bisa melihat itu justru membuka mata hati sang anak.

***
Setelah menempuh perjalanan seperempat jam, akhirnya Hosea sampai di depan rumah Nora. Dia sengaja datang lebih siang dengan harapan mereka akan langsung berangkat dan ia tidak perlu berinteraksi dengan Nora. Sejujurnya Hosea merasa malu karena dia sempat merayu Nora dan setelah itu dia berkencan dengan Amara.

Tapi, harapan Hosea tidak terwujud kala melihat halaman rumah yang sepi. Tidak ada tanda-tanda mobil tamu yang ada di depan rumah Nora. Hosea mendesah, setelah meminggirkan mobilnya di bahu jalan.

Haruskah ia turun dan menemui Nora? Lelaki itu menggeleng. Dia tidak mau. Selain karena malu, berdekatan dengan Nora setelah kejadian kecelakaan itu menimbulkan efek samping yang tidak sehat untuk jantungnya.

Pesan singkat Amara masuk di gawai bertepatan dengan dentingan notifikasi. Hosea segera membuka dan membaca pesan itu.

[Amara]
Maaf, kami terlambat. Kak Adri ada tamu nih.

[Hosea]
OK.

Seperti biasa, Hosea menjawab dengan singkat, padat, dan jelas.

Dengan langkah malas, Hosea turun dari mobil. Ia tidak lagi menghiraukan penampilannya seperti dahulu saat ia disuruh sang papi datang ke rumah Nora untuk menyampaikan tanda terima kasih.

Ketika Hosea membuka pagar depan rumah itu, ternyata Nora sudah duduk di depan. Perempuan berpipi seperti ceri itu mendongak lantas mengurai senyuman manis yang membuat pipinya semakin menggelembung.

"Sorry, Hose. Amara dan Kak Adri telat." Nora berdiri untuk menyambutnya.

Sekali lagi Hosea mengerjap dengan dada yang bergemuruh. Tenggorokan yang tersekat membuat suaranya tidak bisa lancar keluar dari bibir merah.

"I-iya. Tadi sudah ..." Hosea berdeham. Ia merutuk dalam hati mendengar suara sendiri yang mirip tikus kejepit pintu. "Bilang." tambahnya dengan suara yang sedikit lebih normal.

"Ayo, duduk dulu," sambut Nora ramah. "Udah sarapan?"

Hosea membasahi bibir merahnya dengan ujung lidah. "Udah sih."

"Kalau gitu mau teh apa kopi?" Nora memberi tawaran.

"Teh aja," jawab Hosea singkat sembari duduk di kursi jati dengan sandaran yang melengkung.

Nora kembali tersenyum. "Tunggu ya. Aku bikinkan."

Nora masuk ke dalam, meninggalkan Hosea yang menyandarkan tangan di sandaran lengan kursi sambil menautkan jemari dengan gelisah. Kaki kanannya sudah bergerak naik turun berulang. Ia memejamkan mata sejenak untuk mengusir debaran yang tidak boleh terjadi. Dalam hati Hosea berusaha mengingatkan dirinya bahwa ia harus konsekuen dengan ucapannya.

Namun, lagi-lagi senyuman Nora itu bagai kehangatan mentari yang mampu melelehkan salju.

"Aku bikinkan?"

Alis Hosea mengerut. Kenapa yang membuat teh harus Nora sendiri. Bukankah mereka punya ART? Hosea kali ini menepuk pipinya keras untuk memancang kesadarannya.

Tak lama kemudian, Nora keluar kembali dengan dua cangkir di atas nampan. Saat Hosea lagi-lagi tarikan bibir yang membuat mata Nora menyipit itu mengguncang hati Hosea yang haus kasih sayang.

Rasanya Hosea ingin memakai kaca mata kuda agar pandangannya selalu tertuju ke arah depan dan tidak melirik Nora. Tapi, bagaimana bisa gadis gemuk itu terlihat menggemaskan sekarang. Terlebih tawa dan senyumnya mampu membuat desiran di dada.

"Ayo, diminum. Kata Adrien, dia baru ada tamu yang mau pesan snack untuk acara khitanan anaknya," terang Nora yang hanya ditanggapi anggukan Hosea.

Gadis itu duduk dengan anggun setelah menaruh baki di meja. Kemudian, suasana kembali canggung. Mereka berdua membisu.

Sekuat tenaga Hosea ingin memancang bola matanya ke depan, tetap saja otot matanya menggeser manik hitam itu ke kiri untuk menangkap bayangan Nora yang memalingkan pandang ke arah gerbang.

Betul-betul Nora adalah dokter mata yang profesional, karena ia bisa memandang dengan jelas. Tak seperti yang ia pikirkan akan menjadi buta.

Hosea memutar otak, untuk memecah kebekuan antara mereka. "Ra, aku nggak nyangka loh, kamu sama Pisang Bolen."

Nora menoleh sambil tersenyum. Senyum mematikan yang mencekik tenggorokan Hosea. "Aku juga nggak nyangka kamu putus sama Lyla."

Kini, Hosea ingin mencabut lidahnya. Ya, akhirnya satu angkatan tahu bahwa ia putus dengan Lyla yang dijuluki Sang Dewi Waing.

"Belum jodoh," ucap lelaki itu serak sambil menyeringai. Ia mengangkat cangkir teh yang mengepulkan uap harum. Sambil memejamkan mata, lelaki itu menghidu harum wangi perpaduan teh dan melati.

"Kalau aku ... berarti jodoh dengan Adrien?" Nora terkekeh pelan.

"Iya, ya. Tapi selama janur kuning belum melengkung, sepertinya bisa ditikung. Kayak aku sama Lyla." Hosea meneguk cairan hangat itu. Kini mata dibalik bibir cangkir itu diam-diam menikmati wajah bulat yang masih melengkungkan senyuman. Sementara pendengarannya dimanjakan oleh tawa renyah yang terdengar mirip tawa sang mami.

"Ya udah, kamu berjuang dong dapetin Lyla." Nora memberi solusi. Ia mengambil cangkir untuk menemani tamunya minum.

"Lyla hamil. Kalau pun nggak hamil, dia sudah nggak suci. Untuk apa diperjuangkan."

Nora menyemburkan cairan teh yang sedang diminum. Seketika wajahnya memerah bertepatan suara derak pintu pagar yang terbuka mendistraksi percakapan mereka. Ia lalu mengelap bibir dengan punggung tangan, lalu menghela napas.

Ia kembali mengurai senyuman dan menyambut Adrien serta Amara. "Darling, udah siap?"

Adrien mengangguk dengan tatapan masih terpaku pada Hosea yang sedang meletakkan cangkir di atas piring kecil.

"Mas Hose!" seru Amara renyah. Mata gadis itu berbinar cerah dan menghampiri lelaki kekar berkulit kuning kecokelatan itu.

"Nanti kita satu mobil aja sama Kak Adri." Amara sebagai pencetus ide memberi tahu teknik perjalanan mereka.

"Nggak sendiri-sendiri aja?" Alis Hosea terangkat. Bola matanya bergulir bergantian dari Hosea ke Nora.

"Boros! Hemat energi! Tujuannya 'kan sama, ngapain beda mobil? Iya nggak, Kak?" Amara mencari dukungan apa Adrien dan Nora.

Nora hanya mengangguk saja dengan seringai aneh. Adrien memilih diam tak menanggapi. Sedangkan dada Hosea semakin sesak membayangkan dia semobil dengan Adrien dan Nora.

Amara mengalungkan tangan rampingnya di lengan berotot Hosea. Dengan senyum manis yang memperlihatkan kilau berlian, ia berkata, "Ayo, Mas, kita bersenang-senang!"

Hosea hanya menurut saja diseret oleh Amara, walau batinnya menjerit. Otaknya sudah menghitung berapa jam mereka berada di dalam satu kabin mobil. Jarak dari Kota Malang ke Jatim Park 2 sejauh kira-kira 20 km. Bila Adrien mengendarai dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam, maka mereka akan tiba dua puluh menit kemudian. Begitu teori fisika yang ia dapatkan waktubdi sekolah. Hanya saja, kadang kemacetan dan lalu lintas yang padat dapat memperlama perjalanan, sehingga bisa jadi mereka akan menempuh perjalanan sekitar 1 jam.

Tetap saja Hosea menuruti kemauan gadis manja keluarga Bollen. Setelah memasukkan mobilnya di halaman rumah, ia menyusul masuk ke dalam mobil SUV milik Adrien. Setidaknya dia mendapat duduk di sebelah Adrien yang menyetir sehingga lelaki itu tidak canggung melihat kemesraan Nora dan kekasihnya.

Selama perjalanan, bagian kabin depan terlihat seperti orang bermusuhan karena tidak ada percakapan. Sedang di kabin belakang, Nora dan Amara riuh bercerita dan tertawa.

Betul perkiraan Hosea, mereka menempuh perjalanan selama 1 jam. Begitu turun, Amara langsung menyebelahi Hosea yang merasa tak nyaman dengan skinship gadis itu.

"Amara, jangan begini. Aku malu dengan kakakmu," bisik Hosea sembari melerai tangan Amara.

Amara tersenyum, walau raut kecewa tak dimungkiri hinggap di wajah. "Mas belum terbiasa, ya?"

Hosea hanya mengangguk. "Pelan-pelan, ya. Please?"

💕Dee_ane💕

Promo cerita baru di gwp.id

Judul : Lady Of Elysian
Link di wall percakapan :

https://gwp.id/story/125946/lady-of-elysian

Blurb :
Menjadi seorang dokter adalah cita-cita Yoel sejak kecil. Namun, saat ia sudah diterima di Fakultas Kedokteran, ia baru menyadari bahwa ia mengidap necropobhia.

Di saat Yoel sedang berusaha melawan rasa takutnya, Kunti, gadis berwajah pucat yang dijuluki Kuntilanak yang ingin dijauhi Yoel justru menempel dengannya seperti arwah penasaran.

Akankah Yoel sembuh dari phobia dan bertahan dalam penggemblengan menjadi dokter yang profesional? Ataukah ia memilih menyerah?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro