☘24. Batu Secret Zoo☘

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hai, Hosea, Nora dan Adrien datang lagi di penghujung hari. Ramaikan yuk.
Selamat membaca!

❤❤❤

Suasana Batu Secret Zoo sangat ramai dipenuhi oleh pengunjung. Banyak dari wisatawan yang berkeluarga, datang secara berkelompok dari sekolah atau instansi, dan berpasangan. Memang objek wisata ini merupakan salah satu andalan tujuan pelisiran di kawasan Malang, karena letaknya berdekatan dengan kawasan wisata lain, seperti air terjun Cuban Rais dan juga museum angkut, sehingga menjadi pilihan berwisata.

Setelah berfoto bersama di pintu masuk, Adrien sengaja mengambil tempat di depan pasangan Hosea dan Amara. Ia tak rela penglihatan Nora dinodai oleh Hosea. Ya, walaupun sebenarnya ia tidak rela Nora melihat cinta pertamanya.

Adrien menyamakan kecepatan jalannya dengan langkah pendek Nora saat memasuki wahana Batu Secret Zoo yang secara sekilas mirip dengan kebun binatang biasa, tapi mengusung konsep modern. Saat mereka menyusuri area Pigmy Marmoset yang merupakan kawasan untuk monyet terkecil dari Amerika Selatan, jemari panjang Adrien bertautan dengan jari gemuk milik Nora. Ia ingin mengambil jarak dengan Hosea, karena nyata sekali Nora berlaku tak luwes seperti biasa.

"Cherrie, lihat monyetnya mirip kamu. Kecil, mungil, lucu." Adrien berusaha memecah kebekuan.

Nora mencebik. "Ih, garing!"

"Habis, hari ini kamu jadi pendiem!" Adrien mengangkat tangan Nora sambil mengelus punggung tangan sang kekasih.

"Pendiem gimana?" Alis Nora mengerut menutupi perasaan. Sejujurnya ia memang tak nyaman dengan ide Amara ini. Double date dengan cinta pertama sepertinya bukan ide yang menyenangkan. Apalagi cinta pertamanya itu seolah sedang memberi kode pendekatan.

Adrien belum menjawab. Ia masih menggandeng kekasihnya hingga mereka memasuki area aquarium. Sambil melempar pandang ke arah clown fish yang berenang-renang, ia berkata, "Biasanya kamu energik gitu. Apa karena Hosea?"

"Apaan sih?" Nora berdecak. Ia berusaha menikmati pemandangan ikan-ikan yang berenang di akuarium besar.

Adrien menoleh dan menatap Nora yang tampak mungil di sampingnya. "Kok jutek gitu?"

"Mulai deh!" Wajah kusut Nora kini tak bisa disembunyikan lagi. Mau menjawab 'iya' pun tak ada faedahnya. Mau menjawab 'tidak', padahal hatinya memang tak nyaman.

"Aku nggak suka kamu mikir cowok lain, Cheri. Kamu itu milikku. Hatimu ... ragamu."

Nora menarik tangannya tiba-tiba. "Aku tahu. Nggak usah diperjelas pun aku tahu, bahwa aku sudah nggak suci lagi. Mana ada cowok yang mau sama cewek murahan kayak aku. Sepinter-pinternya dan secantik-cantiknya cewek kalau udah di unboxing itu artinya udah kek barang second."

Adrien mengeratkan rahang. Ucapan Nora terdengar sendu tapi tak bahagia. Kembali rasa takut menderanya. Bagaimana kalau Nora pergi? Bagaimana kalau Nora tak menginginkannya lagi seperti sang mami yang memilih bercinta dan meninggalkan suami dan anak demi lelaki lain.

"Ya. Karena aku sudah membuka segel, berarti aku wajib bertanggung jawab. Bukan begitu, Ma Cherrie?" Adrien memberi senyum miring sembari meneguhkan ucapan Nora.

Nora hanya bisa mengangguk. Apa mau dikata? Rasa tak suci itu sering kali membuat ia minder dalam pergaulan. Terlebih ia merasa bersalah pada papa dan mamanya karena telah menjadi anak yang tak mengindahkan nasihat orangtuanya untuk menjaga kemurnian.

Setelah selama 2 jam menelusuri area binatang yang berakhir di tiger land, mereka memasuki area permainan dan hiburan. Rasanya Adrien ingin segera pulang setelah ini. Dia tidak nyaman dengan pandangan Hosea yang justru tampak fokus menatap Nora. Namun, keinginannya urung dilaksanakan, karena Amara mempunyai rencana lain.

"Kak, kami mau main tornado. Kakak mau?" Amara dengan ceria mengajak kakaknya.

"Kalian main sendiri aja, kami tunggu di kafetaria," kilah Adrien dengan menatap Hosea yang terlihat sesekali mencuri pandang ke arah Nora.

"Oke. Ayo, Mas." Amara menarik Hosea yang tidak bisa menolak.

Adrien berdiri terpaku, menatap ekspresi ceria Amara. Hatinya tercubit saat melirik Nora yang menatap Hosea.

Haruskah ia dan Amara merasakan sakit dikhianati sekali lagi?

***
Tornado mulai naik dan memutar tubuh orang-orang yang duduk di kursi wahana. Teriak menguar kala gerakan ekstrem mengguncang tubuh. Awalnya Hosea tak merasakan apapun, namun kala permainan itu mengombamh ambingkan tubuhnya, bayangan mobil yang terjungkal dan berguling hingga hampir merenggut nyawa serta matanya. Kenangan menakutkan dan menyakitkan itu membuatnya berteriak lebih histeris yang justru dipikir Amara bahwa lelaki itu menikmatinya. Tapi yang ada lambung Hosea teraduk-aduk. Keringat dinginnya mengucur dan rona di wajahnya menguap.

Begitu turun dari wahana permainan tornado, Hosea langsung berlari menepi. Ia berusaha menahan agar lambungnya tidak memuntahkan isi. Melihat wajah pucat sang kekasih, Amara justru terkekeh.

"Mas mabuk?" Amara mengeluarkan tisu dari saku tas. "Nggak nyangka, Mas malah mabuk. Kupikir tadi menikmati banget." Amara menggenggam tangan kiri Hosea yang dingin dan berkeringat.

"Aku keinget waktu kecelakaan dulu aja. Mobilku guling-guling gitu." Hosea menyeka wajah dengan tisu yang diberikan Amara dengan tangan kanannya.

Tawa Amara terhenti. Ia mengelus pipi Hosea sambil mengamati bekas luka yang sudah sembuh.

"Maaf. Ara nggak bermaksud ...."

"Sudahlah. Nggak masalah, Ara. Ayo, kita ke kafetaria." Hosea mulai muak dengan wajah manja itu. Rasanya ia ingin lari dari tempat itu.

Ah, kenapa gadis itu tak paham bahwa dia tidak bisa menikmati kencan? Namun, lelaki itu menggeleng. Tidak! Hosea tidak bisa segegabah itu. Ada banyak pertimbangan yang ia pikirkan sehingga ia masih di tempat itu.

Amara merangkul lengan kekar Hosea. Mau dilarang seperti apapun tetap saja Amara tidak mengacuhkan perkataan lelaki itu.

Saat mereka tiba di kafetaria, Nora mendapati wajah pucat Hosea.

"Hose, kamu kenapa?" Nada Nora terdenger cemas.

Adrien mengerutkan alis. Namun, ia masih berusaha menahan lidah.

"Mual, Kak. Katanya keinget waktu kecelakaan. Gitu kok tadi mau nyetir ke sini sendiri?" Amara menjawab panjang lebar.

Dengan sigap Nora merogoh saku depan tasnya, dan mengambil minyak kayu putih.

"Ini, kasih ke perut atau leher kamu." Nora menyodorkan botol kecil itu di atas meja.

Adrien semakin mengerutkan alis mendapati respon Nora. Lirikan tajam ditujukan bergantian pada Nora dan Hosea. Ia hanya mengepalkan tangan dengan erat. Walau darahnya menggelegak, ia tetap berusaha untuk menahannya.

Masih berdiri, Hosea tersenyum tipis di wajah pucatnya. Ia hendak mengambil botol minyak itu tapi sudah didahului oleh Amara. Buru-buru gadis itu membuka tutup botol dan menuangkan di telapak tangan.

Tanpa aba-aba, Amara menaikkan kaus Hosea begitu saja. Sontak lelaki itu menepis kasar tangan sang gadis hingga Amara terkesiap dan mengerjap.

Tak hanya Amara yang terkejut, Nora dan Adrien pun juga bereaksi yang sama. Keduanya memandang Hosea dengan nanar.

Menyadari kesalahannya, Hosea mengambil botol minyak kayu putih dari tangan Amara seraya berkata, "Maaf, aku nggak sengaja."

Amara hanya tersenyum simpul. Tatapannya sendu, dengan mata berkaca. Ia membelakangi Adrien sambil menggosok kedua telapak tangannya yang basah oleh minyak. "Nggak papa. Sorry, Ara ... Ara ... Mas duduk aja dulu. Ara mau ke kamar kecil."

Amara buru-buru ke toilet dengan wajah memerah. Sedang Adrien yang melihat apa yang terjadi, kepalan tangannya semakin bergetar.

Hosea sendiri bingung untuk bersikap. Tidak mungkin juga ia mengejar Amara yang sudah masuk ke toilet wanita. Di saat ia linglung, suara yang meneduhkan menyapanya.

"Hose, duduk gih." Nora tersenyum manis hingga pipi merah itu menggelembung.

Hosea tersentak. Ia memandang bergantian antara Nora yang mempersilakan dengan gerakan tangan dan Adrien yang menatapnya nyalang. Untuk menghargai tawaran Nora, Hosea akhirnya menarik salah satu kursi lalu duduk di depan Adrien.

"Kamu mau pesan apa, Hose? Ini buku menunya." Nora menyodorkan buku itu di depan Hosea.

Darah Adrien sudah mendidih karena dibakar oleh bara api cemburu yang menyesakkan dada. Ia berulang kali meremas paha karena dadanya ingin meledakkan amarah. Ia bahkan menggigit bibit saat sumpah serapah sudah menggelitik di ujung lidah.

"Makasih, Ra." Hosea tersenyum yang disambut oleh anggukan Nora.

"Jangan cuma digenggam. Pakai dulu minyaknya," celetuk Nora sambil menggerakkan dagunya.

Seperti robot, Hosea melakukan titah gadis manis itu. Ia menuangkan cairan yang sekali lagi menguarkan harum khas cajuput oil ke sekitarnya dan menggosokkan ke permukaan perut six packnya di balik baju.

"Ini. Makasih." Hosea menyodorkan botol itu setelah usai mengusap minyak. Nora pun menerima dan kemudian memasukkab kembali ke dalam tas.

Adrien semakin menggigit erat bibirnya. Kebiasaan ingin menumbuk orang yang menyinggungnya kembali mendera. Berulang kali ia menghirup napas, tapi embusannya tak mampu meredakan rasa marah. Justru udara yang masuk ke paru-paru seperti ingin mengobarkan api pada hati yang membara.

Lelaki keturunan Perancis itu tiba-tiba berdiri. Ia tersenyum pada Nora yang sepertinya belum menyadari sesuatu. "Ma Cherrie, kamu mau es krim? Aku lihat tadi ada kedai es krim Turki di ujung kafetaria."

"Mau ... mau!" Kebetulan sekali Nora juga merasakan gerah.

"Kamu di sini, ya? Biar kami beli. Ayo, Hose."

Entah kenapa senyuman Adrien itu membuat kuduk Hosea meremang. Ingin rasanya ia mengelak, tapi tetap saja tubuh kekarnya bangkit mengikuti Adrien yang seolah ingin mencabiknya.

Adakah drama perkelahian setelah ini?

💕Dee_ane💕💕

Hai, tengkyu yang udah ngikuti cerita ini. Jumpa lagi hari Senin di kisah Bieru n Nilla. Yuk mari mampir di gwp.id. Ketemu Yoel adiknya Melody.

https://www.youtube.com/watch?v=GS94BbcNUi0

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro