44-Al-waqiah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Keindahan dunia telah memperdayaku hingga lupa akan kehidupan akhirat yang sudah menunggu di ambang mata sana."

-Adara Mikhayla Siregar-

•••

Memang benar apa kata orang bahwa sekeras-kerasnya hati manusia bisa dengan mudah Allah luluhkan, walau hanya dengan lantunan Kalam Illahi yang diperdengarkan. Dan harus kuakui bahwa aku sudah dibuat jatuh hati hanya karena mendengar Arda melantunkan ayat suci Al-qur'an dengan penuh kefasihan. Suaranya yang menenangkan dan membuat perasaan hati menjadi damai tak terbantahkan. Setiap ayat per ayatnya sungguh berhasil mendobrak kebatuan hatiku yang jarang tersentuh oleh Kitab Suci tersebut.

Innahum kaanuu qobla zaalika mutrofiin, wa kaanuu yushirruuna 'alal-hinsil-'azhiim.

Sepenggal ayat itu begitu menggangu dan membuat gemuruh dalam dada memberontak hebat. Rasanya seperti ada sesuatu yang menikam dan membuat napasku sesak tersengal-senggal. Apa arti dari ayat tersebut? Anganku mencari-cari jawaban yang sampai kapan pun tak bisa kutemukan. Bahkan sampai Arda menghentikan kegiatan mengajinya pun aku tak berhasil menemukan jawaban dari pertanyaan itu.

"ShadaqallahulAzhim." Aku melihat Arda menutup Mushaf-nya lantas bergegas menghampiri nakas samping tempat tidur, meletakkan Al-qur'an beserta peci tersebut di atasnya.

"Kenapa gak tidur? Keganggu sama suara aku yah," katanya setelah duduk di ranjang, tepat di tempat kosong sebelahku.

"Gak juga. Mendadak rasa ngantuk gue hilang," sahutku dengan cengiran. Aku menarik tubuh agar duduk bersandar pada kepala tempat tidur, sama seperti yang Arda lakukan.

Tak mendapatkan respons apa pun aku menoleh ke arahnya yang ternyata tengah menutup kedua mata dengan tenang. Samar-samar aku mendengar dia melantunkan zikir yang tak kuketahui maksud serta artinya dengan jelas. Tapi yang mampu kutangkap adalah pada saat dia mengucapkan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil secara berulang-ulang untuk sisanya aku tak tahu.

Aku berdehem cukup kencang agar mendapat sedikit perhatian Arda. Lelaki itu menoleh singkat dan memberikan sunggingan tipis. "Kenapa?" Hanya kalimat itu yang dia keluarkan.

"Gue mau tanya sesuatu sama lo," kataku. Sedikit ragu sebenarnya, tapi jika mementingkan ego alamat aku kena sindrom penasaran akut lagi.

"Apa?" singkatnya.

Aku menarik napas panjang dan mengembuskannya secara kasar lantas berujar, "Tadi lo ngaji apaan?"

Dia malah terkekeh pelan dan menjawab, "Ya ngaji Quran lah, Dar." Rasanya aku ingin menimpuk kepala lelaki itu dengan sandal dan menyumpal mulutnya dengan lakban.

"Jangan pura-pura bego begitu napa," keluhku yang justru disambut gelak tawa olehnya.

Aku memutar bola mata malas lalu menghadiahi Arda dengan tatapan tajam. "Surah Al-waqiah," jawabnya.

"Al-waqiah?"

Arda mengangguk mantap lantas berucap, "Surah Al-waqiah merupakan surah ke-56 yang ada di dalam juz ke-27. Dalam surah Al-waqiah ini terdapat 96 ayat. Kamu tahu kenapa dinamakan surah Al-waqiah?" terangnya tanpa diminta, bahkan dia menambahkan sebuah pertanyaan yang langsung kubalas dengan gelengan.

"Dinamakan surah Al-waqiah karena sesuai dengan ayat pertamanya yakni, al-waqiah yang memiliki arti hari kiamat." Dia menghentikan penjelasannya. Kedua netra Arda menatap hangat ke arahku yang menampilkan wajah shock. Mendadak bulu kudukku berdiri dengan tegak. Kiamat?

"Isi dari surah tersebut menceritakan tentang bagaimana hari kiamat akan terjadi dan juga balasan bagi orang mukmin dan juga orang kafir," sambungnya. Aku semakin menggigil ketakutan. Orang kafir? Apakah aku termasuk di dalamnya?

Tanpa diminta dia menerangkan apa yang kini sudah bersarang dalam kepalaku. "Secara bahasa, kafir berasal dari kata kufur yang artinya menutupi kebenaran, melanggar kebenaran yang telah diketahui dan tidak berterima kasih. Kata jamak dari kafir adalah kaafirun atau kuffar." Mendengar hal itu membuat mulutku terkatup dengan rapat.

Aku termasuk di dalamnya. Aku selalu melanggar aturan-Nya padahal sudah jelas aku mengetahuinya. Gemuruh dalam dadaku kian berpacu cepat, rasa takut itu kian naik ke permukaan.

"Kamu kenapa, Adara?" selorohnya yang hanya kubalas dengan pandangan kosong.

"Mau dilanjut apa gak?" imbuhnya. Aku bingung antara takut dan penasaran. Tapi setelah beberapa detik terdiam akhirnya aku pun mengangguk ragu.

"Selain itu terdapat juga keterangan tentang penciptaan manusia, api, dan segala jenis tumbuhan yang juga sekaligus menerangkan tentang kekuasaan Allah serta akan adanya hari kebangkitan. Berfikir dan ber-tadabbur terhadap ciptaan-Nya akan menambahkan keimanan kita kepada Allah ta'ala. Yang karenanya Allah ta'la menyeru manusia untuk senantiasa merenungi ciptaan-ciptaan-Nya." Arda menutup penjelasannya dengan sebuah sunggingan tipis.

"Ada yang mau kamu tanyakan, Dar?" lanjutnya setelah dia merubah posisi menjadi menghadap ke arahku.

Aku menarik tubuh dan duduk bersila di hadapan Arda. "Ayat yang terakhir lo baca artinya apaan?" tanyaku to the point. Hanya itulah pertanyaan yang memenuhi otak dan aku ingin segera mengetahui jawabannya.

"Innahum kaanuu qobla zaalika mutrofiin, wa kaanuu yushirruuna 'alal-hinsil-'azhiim. Maksud kamu yang ini?"

Tanpa ragu aku mengangguk cepat. Aku masih sangat mengingat dengan betul potongan ayat tesebut. "Sesungguhnya mereka sebelum itu (dahulu) hidup bermewah-mewah, dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar."

Aku menatap penuh tanya ke arahnya. Apa dia tidak sedang mengarang kebohongan? Mengapa arti dari ayat tersebut seperti menyindirku atau memang dia sengaja melakukannya agar membuatku tersinggung.

"Lo gak lagi ngibulin gue, kan?" Arda menggeleng dan salah satu tangannya kembali menggapai Al-qur'an yang tadi sudah dia simpan. Dia membukanya dan tak lama dari itu dia menyerahkan Mushaf tersebut padaku.

Mataku membulat sempurna saat membaca huruf per huruf yang tertera apik di sana. Tanganku sudah bergetar, pandanganku kosong dengan pikiran yang sudah bercabang. Mataku terus mencari dan berlarian ke sana-kemari, sampai akhirnya terhenti tepat di 5 ayat terakhir surah tersebut.

Bibirku terkatup rapat tapi gejolak dalam dadaku memberontak hebat. Membayangkan hal itu terjadi padaku sungguh membuat rasa takut bertambah berkali-kali lipat. Saat tanganku tak sengaja tersiram air panas saja rasanya sudah sangat sakit, apalagi jika disiram oleh air mendidih. Bukan hanya tanganku saja yang kena tapi seluruh anggota tubuhku yang lain. Dibakar di dalam neraka? Sungguh aku tak kuat untuk membayangkan bagaimana panasnya. Melihat api kompor yang berkobar-kobar saja terkadang membuatku takut.

Astagfirullah. Aku terus mengucap istigfar dalam hati. Mencoba untuk menenangkan diri dan pikiran yang sudah terlalu kalut oleh rasa takut. Sudah terlalu banyak dosa yang selama ini kuperbuat hingga tanpa sadar dosa-dosa itulah yang akan mengantarkanku pada panasnya api neraka. Keindahan dunia telah memperdayaku hingga lupa akan kehidupan akhirat yang sudah menunggu di ambang mata sana.

"Adara kamu baik-baik saja?" Samar-samar aku mendengar suara Arda, tapi aku sama sekali tak berminat untuk menjawabnya. Otakku lebih memilih untuk menyelami rasa takut dan penyesalan. Dosaku sudah terlampau banyak dan tidak bisa dimaafkan.

Suara kumandang azan Subuh membuyarkan lamunan, dan tanpa kata aku langsung bergegas ke kamar mandi untuk kembali mengambil air wudu. Setibanya di sana aku tak langsung melakukan kegiatan bersuci, dan malah asik menatap pantulan diriku di cermin berukuran sedang yang sengaja dipasang di sana.

Membasuh wajahku dengan air dan kembali mematut pantulan diriku. Wajah yang sempurna tanpa celah dengan kulit putih berseri, kedua mata hitam legam yang terang, bulu mata lentik nan panjang yang banyak diidamkan kaum perempuan, alis tebal, hidung bangir, dan bibir tipis berwarna merah muda semakin menambah kadar kecantikan yang kumiliki.

Setiap orang memuja rupaku, bahkan karena keindahan inilah aku bisa menggaet banyak pria untuk kujadikan sebagai alat penghasil uang. Selama ini aku tak pernah bersyukur dan malah memanfaatkan nikmat-Nya untuk kesenangan dunia semata. Membanggakan rupa dan lekuk tubuh yang membuat semua mata terkagum-kagum. Berbagai macam pujian kudapatkan dan itu membuat hatiku senang bukan kepalang. Hingga rasa sombong itu mulai tumbuh dan mengakar daging dalam ingatan.

"Dar! Adara!" suara teriakan yang dibarengi dengan gedoran tak sabaran itu berhasil menarikku pada alam nyata.

"Buka pintunya, Dar. Kamu jangan buat aku cemas, Adara buka pintunya!" katanya dengan suara tinggi bercampur khawatir.

Aku tak menyahut dan lebih memilih untuk mempercepat kegiatan mengambil wudu yang belum sempat terealisasi. Aku membuka pintu dengan perlahan dan terpekik kaget saat mendapati Arda yang tengah berdiri mematung tepat di depan pintu, hanya berjarak sekitar 10 cm saja denganku. Raut wajahnya sangat menjelaskan dia tengah mengkhawatirkan keadaanku yang terlalu lama di kamar mandi.

"Aku gak papa," cetusku tanpa sadar. Senyum tipis terpatri apik di wajah pas-pasan milik Arda.

"Kamu tunggu sebentar, aku mau ambil wudu dulu," katanya yang kujawab dengan anggukan. Dia sedikit menjauh dan memberikanku akses untuk keluar.

Mata dan hatiku dibutakan oleh keindahan dunia yang fana, hingga tanpa sadar membuatku kehilangan rasa syukur. Selalu merasa kurang dan menganggap takdir Tuhan tak sesuai dengan harapan adalah dua hal yang selalu kukeluhkan. Allah sudah begitu baik menjodohkanku dengan lelaki seperti Arda, tapi dengan angkuhnya aku mengingkari nikmat tersebut. Ke mana saja aku selama ini?

Mencampakkan lelaki seperti dia hanya untuk mencari kesenangan dunia semata. Harta adalah patokan pertama yang kujadikan kriteria paling utama, hingga aku lupa bahwa keimanan seorang hamba tidak dihitung dengan banyaknya kekayaan yang dipunya. Dengan uang aku memang bisa membeli segalanya, tapi aku harus mengakui bahwa iman seseorang takkan pernah bisa menandinginya. Dia sudah berlari cepat untuk menggapai Jannah-Nya, tapi aku masih merangkak pelan jauh di belakang. Pantaskah aku menjadi pendampingnya? Dan apakah surga masih sudi menampung hamba sepertiku?

~TBC~

Bagaimana nih??
Masih mau lanjut apa cukup?
Oh ya aku mau kasih info dikit nih, mampir yuk ke Instagram aku idrianiiin di sana aku post Musikalisasi Puisi buat lomba, bantu like dan koment juga kalau kalian bersedia mah, hehe.

Terima kasih😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro