1. Pemandu Ruh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kisah ini dimulai dengan penandatanganan senyap Undang-Undang Perlindungan Makhluk Fantasi, dan pengumuman dibentuknya lembaga resmi Aliansi Makhluk Fantasi secara selektif terbatas, dua puluh enam tahun silam.

Pimpinan tertinggi makhluk fantasi kala itu, yang terkuat dan terdekat dengan kedewataan, mewakili seluruh makhluk fantasi Nusantara, memberikan sumpah setia dan dukungan penuh terhadap keberlangsungan Nusantara. Kurang lebih begitu, hal itu yang menjadi penyebab masuknya undangan rapat terbatas ke email-ku pagi ini.

Kejadian yang menggemparkan telah muncul dan mengancam keutuhan Nusantara serta keberlangsungan Mayapada. Oleh karena itu, Anda diharapkan dapat menghadiri rapat terbatas pada hari Senin, 3 April 2023, di ruang rapat Arjuna, Gedung Batavia Terpadu lantai -3, pukul 08.47 WNB. Tertulis demikian dan aku baru membacanya 17 menit sebelum rapat dimulai.

Aku terlambat, tentu saja, makhluk fana mana yang rajin membuka email di tahun 2023? Aku iseng saja pagi tadi, membuka email untuk mengecek laporan transaksi bulanan yang dikirim oleh salah satu bank lokal.

"Ada media yang lebih praktis untuk komunikasi, kenapa mengirim email?" aku bertanya sekaligus mengeluh kepada Bayu Biru, rekanku, lewat sambungan telepon.

"Entah, tapi mereka mengirimiku undangan lewat WhatsApp. Mungkin mereka tidak tahu nomormu. Pokoknya, para Dewan sudah datang, jadi sebaiknya kamu bergegas." Tidak ada penekanan dan paksaan dalam kalimat maupun nada Bayu Biru. Naga jadi-jadian itu, memang terkenal lembut dan sentimental. Meski begitu, aku tetap memarkirkan mobilku dengan asal-asalan untuk menyingkat waktu. Aku harus segera sampai karena Bayu Biru mengatakan Para Dewan sudah hadir dan Para Dewan seharusnya hadir paling akhir.

"Aku sudah di gedung parkir. Katakan aku tiba-tiba sakit perut jika ada yang bertanya. Maya diare, sedang buang air besar di kamar mandi." Sambungan telepon tiba-tiba diputus oleh Bayu Biru dan aku cepat-cepat berlari menuju Gedung Batavia Terpadu.

Jaraknya tidak jauh, sekitar 600 meter dari gedung parkir, dan seharusnya bisa ditempuh dalam lima menit. Sayangnya, gedung yang menjadi markas besar Aliansi Makhluk Fantasi itu, terletak di tengah-tengah Daerah Khusus Ibu Kota Sengkawa. Alhasil, keterlambatanku diperparah oleh keramaian Ibu Kota.

Semua ini salah email, keramaian ibu kota, dan kenyataan bahwa masyarakat awam mengenal Gedung Batavia Terpadu sebagai museum serta perpustakaan, yang dikelilingi banyak café estetis. Daerah itu tidak pernah sepi, jadi aku harus bersabar dengan banyaknya makhluk fana yang berjalan santai dari dan menuju Gedung Batavia Terpadu.

Ini saat yang tepat untuk mempertanyakan alasan para pendahulu memilih Gedung Batavia Terpadu sebagai markas Aliansi Makhluk Fantasi, organisasi yang sifatnya rahasia dan terbatas. Akan lebih masuk akal jika markas organisasi semacam itu, ditempatkan di pinggir kota atau di tengah-tengah hutan dengan plang Balai Konservasi Perusahaan Umum Kehutanan Nusantara, dengan properti berbagai hewan langka di halaman depannya.

"Permisi, permisi." Aku terus mengulangi kata itu tiap kali menyela segerombol makhluk fana yang kemungkinan besar adalah mahasiswa dan mahasiswi dari universitas terdekat.

Papan besar bertuliskan Gedung Batavia Terpadu, Museum Wayang Nusantara, Perpustakaan Besar Balai Bahasa Nusantara menyambutku yang tergopoh-gopoh, setelah kurang lebih delapan menit berjalan cepat sambil menyerobot sana-sini. Gedung besar ini umurnya lebih tua dari kedua orangtuaku, beberapa kali dipugar di awal berdirinya Aliansi Makhluk Fantasi dan sampai saat ini masih terdiri dari empat lantai di atas permukaan tanah-empat lantai di bawah permukaan tanah. Aliansi Makhluk Fantasi bermarkas di bawah permukaan tanah. Ruang rapat Arjuna dalam surat undangan benar-benar berada di lantai minus tiga.

"Maya Asmaraloka dari Aliansi, aku buru-buru!" Begitu kataku sambil menunjukkan kartu tanda anggota kepada penjaga lift rahasia di lobi Gedung Batavia Terpadu.

Layar ponselku menunjukkan pukul 8.18 WNB, saat aku menempelkan kartu angota Aliansi ke sensor dalam lift rahasia. Ada tiga lift dalam Gedung Batavia Terpadu, dua lift untuk mengakses lantai 2 sampai 4 dan satu lift khusus dengan sensor kartu, yang selalu ditandai rusak, untuk mengakses lantai tempat Aliansi Makhluk Fantasi bermarkas. Lift turun tiga lantai setelah aku memencet angka tiga dan hamparan karpet mahal Marocc Galaxy Premium menyambut ketika pintu lift terbuka.

Motifnya batik warak ngendog, dibuat khusus untuk Aliansi Makhluk Fantasi. Pengadaannya menghabiskan waktu satu setengah tahun akibat drama kecaman serta penolakan besar-besaran dari setengah anggota Aliansi. Aku selalu ingat kejadian itu, setiap melangkah masuk ke markas Aliansi. Tidak bisa dilupakan, kekacauan dan pertempuran berdarah akibat membengkaknya anggaran untuk membeli karpet lima tahun lalu.

Tragedi pengadaan karpet membuatku sadar bahwa, kadang kala, pemikiran makhluk-makhluk fantasi sulit dicerna dan agak berlebihan. Jadi aku tidak akan kaget jika sesuatu yang menggemparkan, yang disebut-sebut dapat mengancam Mayapada, ternyata tidak lebih dari tersebarnya rekaman CCTV salah satu makhluk fantasi di media sosial. Hal seperti itu pernah terjadi, dan ramainya melebihi tragedi pengadaan karpet.

"Maya! Rapatnya sudah dimulai!" Salah satu anggota Aliansi yang bertugas menjaga pintu masuk ruang rapat mengomel sambil menyodorkan beberapa lembar materi rapat. Aku menyambar materi yang diberikan, menggumamkan kata diare, dan melenggang memasuki ruang rapat Arjuna.

Bayu Biru tidak membual saat menyebut para Dewan sudah hadir. Mereka benar-benar hadir, dan melempari aku, yang datang terlambat, dengan banyak sekali tatapan sinis. Seperti menghakimi keterlambatanku yang kemungkinan besar dianggap sebagai ketidaksopanan. Duh, maaf saja, biar kuulangi, siapa makhluk fana yang rajin mengecek email di tahun 2023? Tidak ada!

"Apa yang aku lewatkan?" Tanyaku pada Bayu Biru yang asik mencatat setelah mengambil duduk tepat di samping kanannya.

Naga Jadi-jadian itu menoleh padaku dengan iris kuning, dan beberapa sisik biru di sekitar wajahnya yang dibingkai rambut rapi, cepak, hitam kebiruan. Wujud setengah asli dari Naga Jadi-jadian. "Tidak ada, mereka baru selesai membuka rapat, sambutannya lama." Suara Bayu Biru terdengar lebih lembut dan pelan, jika dibandingkan dengan saat ia bicara lewat sambungan telepon. "Kamu sudah tahu kalau Ketua Aliansi memperpanjang cuti liburnya? Katanya ke Irlandia, belajar ilmu sihir dari penyihir-penyihir Irlandia. Jadi, Pak Pandu akan menjabat lebih lama. Dewan kelihatan tidak senang, tapi tidak bisa menentang." Meski lembut dan sentimental, kawanku ini senang bicara, juga bergosip.

Omong-omong, Dewan yang Bayu Biru maksud adalah 10 makhluk fana yang membantu Ketua Aliansi dalam memutuskan kebijakan serta tindakan terkait isu-isu atau permasalahan perfantasian Nusantara. Sepuluh orang ini terdiri dari tujuh orang tua, benar-benar tua, perwakilan dari tujuh klan atau keluarga makhluk fantasi paling berpengaruh di Nusantara, ditambah tiga orang dari unsur eksekutif atau pemerintah Nusantara. Salah satunya adalah Presiden, dan dua lainnya adalah menteri yang cukup beruntung untuk mengetahui keberadaan Aliansi Makhluk Fantasi.

"Mereka tidak berani menentang Pak Pandu, orang itu posisinya kuat." Komentarku sambil membolak-balik materi rapat. Rumornya, wakil ketua yang saat ini menjadi pemimpin sementara Aliansi Makhluk Fantasi itu masih keturunan Dewa, keturunan jauh, tapi tetap saja trah-nya tidak bisa diabaikan. Apalagi di zaman sekarang, keturunan Dewa yang tergolong makhluk fantasi hampir tidak bisa ditemukan. Kebanyakan sudah melebur menjadi manusia fana biasa tanpa kemampuan spiritual.

"Pemandu Ruh telah terlahir Sembilan belas tahun lalu, dalam keluarga Natapraja yang dalam hal ini mengakui kesalahannya karena menyebunyikan fakta kelahiran Pemandu Ruh." Pemimpin sementara Aliansi Makhluk Fantasi, alias Dewanata Pandu yang disebut-sebut sebagai keturunan Dewa, membuka rapat dengan kalimat yang mengundang banyak kontroversi. Jelas terdengar bisik-bisik tidak enak dari kurang lebih dua puluh lima penghuni ruang rapat Arjuna.

"Tiga hari lalu, Aliansi mendapat laporan dari Keluarga Natapraja, perihal kaburnya Pemandu Ruh dari pengasingan dan niat buruk yang ia bawa." Dewanata Pandu melanjutkan dan Bayu Biru menatapku dengan kerutan di dahinya. Aku yakin Naga Jadi-jadian itu sama tidak pahamnya denganku. Padahal kami berdua menjabat sebagai agen kelas A sejak tiga tahun lalu.

"Aku tidak tahu apa dan siapa Pemandu Ruh tapi Pak Pandu baru saja menyebut Pemandu Ruh diasingkan. Jadi, pantas saja ia kabur, aku tidak pernah setuju dengan pengasingan, itu sangat tidak berperikemanusiaan." Bayu Biru berkomentar sambil melingkari nama Natapraja Allan di buku catatannya.

"Tapi kita dan dia, bukan manusia," celotehku.

"Merujuk pada catatan yang dimiliki Aliansi, Pemandu Ruh selalu lahir dengan satu kecacatan. Kali ini, ia lahir tanpa tubuh jasmani. Cela pada Pemandu Ruh digariskan oleh Dewa dan memperbaikinya adalah suatu kelancangan. Saya yakin Natapraja telah mengajari Pemandu Ruh perihal perkara ini. Tetapi Pemandu Ruh memilih untuk mengambil jalan yang sulit dan merencanakan penyatuan Pusaka Dewa untuk mendapatkan tubuh jasmani." Ruang rapat Arjuna semakin riuh begitu Dewanata Pandu menyelesaikan penjelasannya. Beberapa terang-terangan mencibir keluarga Natapraja, beberapa menyayangkan pengasingan yang dilakukan terhadap Pemandu Ruh, beberapa mengomentari tampilan Dewanata Pandu yang terlalu rapi.

"Menyatukan Pusaka Dewa dapat memicu lahirnya Dewa baru." Seorang gadis berkaca mata yang tingginya kuyakini tidak sampai 150 cm tiba-tiba berdiri di samping Dewanata Pandu. "Kelahiran Dewa dari kalangan makhluk fana dapat menimbulkan bencana alam, akibat fluktuasi energi yang terjadi dengan tiba-tiba." Ia mengambil alih rapat.

Gadis itu memegang pointer dan menampilkan beberapa catatan bencana alam besar yang terjadi di Nusantara ratusan tahun silam akibat kelahiran Dewa dari kalangan makhluk fana. "Kali ini, jika Dewa baru lahir, Pulau Jawa bisa terbelah dan entah apa yang akan menimpa kita setelahnya." Nadanya terdengar sedih dan aku bisa melihat Bayu Biru bersimpati.

"Itu harus dihentikan, kita perlu menangkap Pemandu Ruh." Seorang Dewan dari kalangan eksekutif berpendapat.

"Karena itu saya mengundang Anda sekalian. Rapat terbatas ini untuk membahas tindakan yang perlu kita ambil untuk menghentikan kekejian Natapraja." Dewanata Pandu kembali memegang kendali. Pemilihan katanya terlalu berani, seperti berusaha memojokkan dan menyalahkan keluarga Natapraja.

"Menangkap Allan Natapraja akan menjadi PR sulit sebab kemampuan utama Pemandu Ruh adalah mengendalikan dan menghasut segala makhluk yang memiliki kekuatan spiritual dan tubuh rohani, seperti kita. Semakin kuat spiritualitas kita maka semakin besar kemungkinan Allan Natapraja dapat mengendalikan kita, maka dari itu saya mengusulkan agar kita membentuk regu khusus dengan mempertimbangkan tingkat spriritualitas, untuk mengamankan Pusaka Dewa, sebelum pusaka tersebut direbut oleh Allan Natapraja."

Ruang rapat sempat hening sejenak setelah Dewanata Pandu mengemukakan usulannya. Lantas beberapa Dewan mulai bergantian memberi masukan. Beberapa mengusulkan agar Allan Natapraja ditangani oleh Pemerintah Nusantara dan manusia fana biasa, mengingat Pemandu Ruh tidak bisa mengendalikan maupun menghasut makhluk tanpa kekuatan spiritual. Beberapa berpendapat menangkap dan meringkus Allan Natapraja lebih penting daripada mengamankan Pusaka Dewa. Beberapa meminta pertanggungjawaban dari keluarga Natapraja dan tidak setuju dengan tindakan ikut campur Aliansi.

Sementara itu, aku menatap Bayu Biru yang masih duduk di sampingku dengan kening berkerut sambil membolak-balik materi rapat. Kami masih sama-sama tidak paham dengan permasalahan yang membuat Para Dewan asik berdebat dengan Dewanata Pandu. "Celaka!" Bayu Biru tiba-tiba berseru dan menoleh ke arahku. "Maya, lihat halaman terakhir." Aku menuruti Naga Jadi-jadian itu, membalik tiap halaman dari materi rapat hingga lembar terakhir dan menemukan namaku tertulis sebagai pemimpin regu khusus.

"Yang benar saja!" Aku menggeleng. "Aku bahkan tidak paham apa yang aku tidak pahami dari Pemandu Ruh!"

"Aku tidak suka tugas yang sulit seperti ini," Bayu mengeluh.

"Tunggu, beberapa anggota di sini termasuk saya belum memahami perihal Pemandu Ruh, informasi tentang Pemandu Ruh sepertinya disembunyikan oleh Aliansi." Salah satu agen kelas a, seperti aku dan Bayu Biru, memecah perdebatan dan mempertanyakan hal yang sangat masuk akal.

"Saya akan menjelaskan mengenai Pemandu Ruh, informasi ini bukan rahasia, tertulis dalam kitab yang bisa dibaca oleh siapa saja di perpustakaan Aliansi." Gadis pendek berkaca mata menjawab tanpa meminta persetujuan Dewanata Pandu. Ia menampilkan beberapa lembar kitab lewat proyektor dan mulai mendongeng.

Pada mulanya, Dewa Tunggal menciptakan tiga Dewa dari sebutir telur yang bercahaya, salah satu dari tiga Dewa tersebut akan mewarisi kahyangan. Dewa Tunggal memberikan sebuah tugas kepada Ketiga Dewa untuk menilai kecakapan mereka. Lantas Dewa Tunggal memutuskan bahwa Dewa Ketiga paling cakap dan akan mewarisi kahyangan. Sementara Dewa Pertama dan Kedua akan diturunkan ke Mayapada sebagai pengasuh makhluk fana. Dewa Kedua menjadi pengasuh bagi makhluk fana yang memiliki sifat kesatria, sementara Dewa Pertama menjadi pengasuh bagi makhluk fana yang memiliki sifat angkara murka. Raksasa, iblis, setan-setan, dan ruh menjadi tanggungan utama Dewa Pertama.

Seiring berjalannya waktu Dewa Pertama menitis dan lahir kembali dengan julukan Pemandu Ruh. Sebagai titisan Dewa yang mengasuh angkara murka, yang mana lebih banyak berasal dari golongan berbadan rohani, Pemandu Ruh mendapat kemampuan untuk mengendalikan dan menghasut makhluk fana dengan badan rohani atau yang memiliki kekuatan spiritual.

Allan Natapraja yang lahir tanpa tubuh jasmani kemungkinan besar mengidamkan interaksi dengan manusia biasa yang jumlahnya melimpah ruah di Mayapada. Mungkin seperti pendapat Bayu Biru, pengasingan yang dialami Natapraja tidak berperikemanusiaan dan bisa jadi memicu kerinduan atas badan jasmani. Aku tidak tahu pasti, tapi itu yang dikatakan Si Gadis pendek berkacamata.

"Cih, Mayapada? Mayapada apanya." Aku mendengar laki-laki berambut ikal di samping kananku mendengkus sambil mengeluh.

"Aku pernah mendengar ceritanya." Bayu Biru mengangguk sambil terus mencatat penjelasan Si Gadis Pendek Berkacamata. "Namanya, Dewa yang diturunkan ke Mayapada, yang nasibnya sial karena harus mengasuh angkara murka, Maha Punggung." Aku begidik mendengar dua kata terakhir yang Bayu Biru sebut. Seperti ada angin dingin yang tiba-tiba berembus dan menurunkan suhu ruang rapat Arjuna satu atahmu dua derajat. "Sepertinya, gawat ya?"

"Bayu, bagaimana menurutmu? Menangkap Pemandu Ruh atau mengamankan Pusaka Dewa?" Tanyaku sungguh-sungguh. Bagaimanapun, namaku dan Bayu Biru dicatut dalam daftar regu khusus. Aku perlu mendengar pendapat dari Naga Jadian-jadian itu.

"Keduanya, tidak masuk akal untuk dilakukan Maya." Sial, seharusnya aku tidak bertanya.

____________________

Dongeng aslinya begini:
Sang Hyang Tunggal menciptakan Sang Hyang Maha Punggung, Sang Hyang Ismaya, dan Sang Hyang Manikmaya dari sebuah telur yang bersinar.

Ketiganya diberi tugas untuk menelan gunung, dan Sang Hyang Manikmaya yang berhasil menelan gunung tersebut. Karena itu ia ditunjuk oleh Sang Hyang Tunggal untuk memimpin para Dewa di Kahyangan.

Sementara kedua kakaknya, diturunkan ke bumi untuk menjadi penasihat dan pamong pembisik kebajikan. Sang Hyang Ismaya menjadi penasihat para kesatria, terutama Pandawa, mungkin kalian lebih mengenal Sang Hyang Ismaya sebagai Semar.

Sang Hyang Maha Punggung ditugaskan untuk menjadi pamong bagi angkara murka, mungkin kalian lebih mengenal Sang Hyang Maha Punggung sebagai Togog. Nah Togog ini bukan tokoh jahat, cuma apesnya dia harus membisikkan kebajikan ke angkara murka yang ya ... didengerin aja enggak omongan dia.

Pandu pikir, kalau Maha Punggung ini bisik-bisik ke angkara murka terus angkara murka enggak dengerin Maha Punggung, mungkin di satu titik Maha Punggung bakal jengkel dan mbuh gimana mengembangkan kemampuan untuk memanipulasi angkara murka biar tugas dia jadi lebih gampang hahaha...

Tentang badan jasmani, badan rohani, simpelnya tubuh yang bisa dipegang itu badan jasmani, jiwa yang enggak bisa dipegang itu tubuh rohani. Semua punya jiwa, tapi enggak semua bisa memanifestasikan jiwa itu ke dalam bentuk tubuh. Misal kalian mati, jiwa kalian hilang bentuknya, menyatu dengan atma di bumi, karena kalian enggak punya badan rohani.

Orang yang punya badan rohani bisa lepas dari tubuh jasmaninya, kalau tubuh jasmani mereka mati, mereka bisa jadi demit, jin, iblis (yang gak punya tubuh jasmani). Pemandu Ruh, waktu lahir cuma tubuh rohani, cuma jiwa yang termanifestasi dalam bentuk tubuh. Dia tidak bisa berinteraksi dengan manusia biasa.
Yak begitu kurang lebihnya.

Jujur aja, Pandu sendiri bingung jelasinnya ehehehe.

Pandu
30 April 2023
12 November 2023
10 Juli 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro