2. Empat Pusaka Dewa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengamankan Pusaka Dewa atau menangkap Pemandu Ruh, keduanya sama-sama tidak masuk akal, begitu kata Bayu Biru dan aku mempercayai kawanku. Ia Naga Jadi-jadian yang pintar, penuh perhitungan, teliti, lembut, dan sentimental. Ia tidak mungkin asal bicara atau menyimpulkan. Jadi aku mengemukakan penolakan dengan jelas dan tegas kepada Dewanata Pandu, juga seluruh penghuni ruang rapat Arjuna.

Kekecewaan jelas terpampang di wajah Gadis pendek berkacamata. Sementara Dewanata Pandu nampak tetap tenang, seolah ia telah menduga akan mendapat penolakan dan sudah menyiapkan satu-dua alasan untuk memaksaku menjadi ketua regu khusus.

"Maya, kalau kamu tidak ikut dalam regu khusus, aku juga tidak akan ikut, terlalu sulit." Bayu Biru berbisik.

"Itu bisa diatur nanti, yang terpenting saat ini adalah menyatukan pendapat untuk mengamankan Pusaka Dewa sebelum direbut oleh Pemandu Ruh, itu pilihan terbaik yang bisa saya tawarkan." Dewanata Pandu berusaha mengakhiri perdebatan. Lantas satu per satu anggota dewan memberi suara, delapan dari sepuluh mengimani usulan Dewanata Pandu. Dua sisanya bersikeras agar permasalahan ini dilempar dan diselesaikan oleh Pemerintah Nusantara. Aku, Bayu Biru, dan agen-agen biasa lain tentunya tidak diikutsertakan dalam pemungutan suara. Meski hasil dari pemungutan suara itu akan sangat berpengaruh pada karir dan kehidupanku sebagai makhluk fantasi di Nusantara.

Rapat terbatas selesai pukul sebelas kurang 14 menit dengan Dewanata Pandu sebagai pemenang. Usulan pemimpin sementara Aliansi Makhluk Fantasi itu dikukuhkan sebagai metode paling aman dan masuk akal. Regu khusus akan dibentuk dengan tugas utama mengamankan Pusaka Dewa.

Mempertimbangkan keenggananku menjadi pemimpin regu khusus, maka aku memutuskan untuk kabur. Tepat setelah Dewanata Pandu menutup rapat, aku mengendap-endap menuju kamar mandi terdekat. Aku akan diam dalam bilik kamar mandi untuk sepuluh sampai lima belas menit, menunggu peserta rapat membubarkan diri. Lantas pulang setelahnya, tanpa perlu memikirkan tentang Pemandu Ruh dan Pusaka Dewa. Rencananya begitu, tapi Bayu Biru menahan lenganku dan bertanya dengan banyak kebingungan. "Mau ke mana? Kita dipanggil."

Aku didudukkan kembali di salah kursi dalam ruang rapat Arjuna, Bayu Biru kembali mengambil tempat di samping kiriku, sementara laki-laki yang sempat mengeluhkan pergeseran makna Mayapada mengisi kursi di sebelah kanan. Gadis yang belum cukup umur melambai padaku dengan senyum sumringah, sebelum bertepuk dua kali dan mempersilakan Dewanata Pandu membuka rapat terbatas jilid dua.

"Kita lanjutkan rapatnya." Enteng sekali bicaranya, seolah hasrat Pemandu Ruh untuk menyatukan Pusaka Dewa hanya guyonan semata. "Saya, Delphi, dan beberapa petinggi Aliansi lain telah memilah dari daftar agen potensial, terutama agen-agen kelas A dan B, kami bersepakat untuk menerjunkan kalian dalam pengamanan Pusaka Dewa." Pemimpin sementara Aliansi yang rumornya ber-trah Dewa itu memang pandai meramu kata. Kalimatnya memberikan kesan bangga dan percaya kepada aku, Bayu Biru, dan laki-laki ikal yang belum kuketahui namanya. "Rekam jejak kalian tidak bisa dianggap remeh dan kemampuan kalian cocok untuk paling tidak, meminimalisir pengaruh pengendalian ruh. Delaphine Scannel sendiri adalah peneliti muda terbaik yang bisa dimiliki Aliansi, tidak ada yang bisa menyaingi kemampuannya dalam merasakan atma atau energi spiritual, kecuali mungkin ... Pemandu Ruh." Gadis yang belum cukup umur terkekeh dan aku baru menyadari bahwa ia adalah Delaphine Scannel.

"Priaji Adhikara, informan Aliansi yang menyimpan ilmu pengetahuan serta taktik-taktik jitu. Bayu Biru calon pemimpin ke-sebelas Klan Naga Wasu yang mewarisi darah naga. Terkahir, Maya Asmaraloka, agen lapangan veteran yang sudah menyelesaikan banyak misi berbahaya. Kalian adalah ujung tombak Aliansi dalam mempertahankan Mayapada dari ancaman kelahiran Dewa baru, saya merasa terhormat bisa duduk satu meja dengan kalian." Aku yakin Dewanata Pandu hanya membual, ia terus-menerus menaikan moral seperti diam-diam memaksa aku dan nama-nama lainnya untuk menenggelamkan diri dalam misi tidak masuk akal.

"Apa aku bisa menolak?" Tanyaku tanpa basa-basi.

Delaphine Scannell tersenyum kecut menanggapi keingintahuanku. "Sebaiknya tidak, kamu akan kehilangan banyak hak dan keuntungan sebagai agen kelas A jika menolak. Penurunan pangkat secara drastis karena jujur saja, Aliansi tidak punya banyak pilihan, jumlah makhluk fantasi dengan kemampuan yang mumpuni semakin berkurang di setiap generasinya, aku dan Pak Pandu sudah memikirkan dengan matang, ini terdengar seperti paksaan karena memang situasinya memaksa, maaf."

"Kamu tidak perlu minta maaf, kalau memang situasinya memaksa." Kawanku, Si Naga Jadian-jadian membela Delapine Scannell, ia memang terlalu sentimental. Sementara aku mengedik sambil menyandarkan punggung, membiarkan kursi mewah ruang rapat Arjuna mengurangi sedikit kejengkelan yang tiba-tiba muncul.

"Kalau begitu, aku akan menganggap semua setuju untuk ikut andil dalam pengamanan Pusaka Dewa." Delaphine Scannell terdengar senang. "Aku akan menjelaskan mengenai Empat Pusaka Dewa yang menjadi objek utama dalam misi ini." Ia membagikan beberapa lembar materi lantas kembali menampilkan senyum, gadis itu terlalu sering tersenyum.

Aku membaca dan mulai memahami bahwa pengalaman dan pangkat keagenanku tidak cukup berguna dalam hal mendapat informasi. Pusaka-pusaka ini terdengar sangat asing dan aneh, seperti lahir dari dongeng-dongeng kuno yang tidak lagi diperdengarkan kepada anak-anak makhluk fana di tahun dua 2023.

"Jumlahnya ada empat dan sebagai anggota yang meneliti Pusaka Dewa sejak tiga tahun lalu, aku sudah berkeliling Nusantara untuk mencari energi yang mungkin bisa dianggap sebagai tanda keberadaan pusaka-pusaka itu. Beberapa berhasil dideteksi meski belum bisa disimpulkan secara pasti di mana letaknya. Ya, paling tidak aku sudah memegang sedikit gambaran mengenai lokasi yang bisa jadi merupakan tempat bersemayamnya Pusaka Dewa." Kalimat Delphi diakhiri dengan cengiran.

Ia melanjutkan dengan menyebut satu per satu pusaka yang menjadi incaran Pemandu Ruh. Tetesan Tirtamarta Kamandanu, Pusaka Cupumanik Astagina, Akar Kehidupan Lata Mahosadi, dan Permata Dewata Retna Dumilah. Bayu Biru nampak sedikit terkejut mendengar nama pusaka pertama, sementara Priaji Adhikara menegang dan menggeleng sepanjang penjelasan Delaphine Scannel, seperti ia tidak punya keyakinan atas suksesnya misi pencegahan kemunculan Dewa baru.

Menurut berbagai catatan, Tetesan Tirtamarta Kamandanu dapat memberikan keabadian kepada pemiliknya. Pusaka Cupu Manik Astagina dapat dijadikan wadah bagi Tetesan Tirtamarta Kamandanu sekaligus sebagai sumber dari segala pengetahuan mengenai alam semesta. Lantas seperti namanya, Akar Kehidupan Lata Mahosadi memiliki kemampuan luar biasa untuk menyembuhkan dan memberikan atma kehidupan kepada apa saja. Sementara Permata Dewata Retna Dumilah adalah kunci kemahakuasaan seorang Dewa, permata itu mampu mewujudkan segala ucapan dan memberikan hak penuh kepala pemiliknya untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Aku mengangguk-angguk, mengakui kehebatan Pusaka Dewa dan mengamini bahwa penyatuan pusaka tersebut memang mampu melahirkan Dewa baru. Pemegang Pusaka Dewa menjadi abadi, maha tahu, maha pencipta, dan maha kuasa, karakteristik-karakteristik yang wajarnya melekat pada Dewa.

"Sebut saja kami berhasil mengamankan keempat Pusaka Dewa, apa yang bakal dilakukan Aliansi?" Pertanyaan bagus tiba-tiba muncul dari mulut Priaji Adhikara.

"Aku berencana untuk mengembalikannya ke Kahyangan, setelah aku bisa menemukan cara membuka jalan ke Kahyangan tanpa membuat lonjakan energi berlebih. Sampai saat itu, Pusaka Dewa akan diserahkan ke beberapa keluarga atau klan yang dipercaya dan disepakati oleh Aliansi, mereka harus berjanji untuk menjaga dan tidak menyatukan pusaka-pusaka itu." Aku sependapat dengan Delaphine Scennel dan kembali mengangguk, kali ini bersama Bayu Biru.

Suara tuk-tuk-tuk terdengar dari jari Priaji Adhikara, frekuensinya semakin menjadi-jadi. Biar kutebak, ia jengkel atau mungkin tidak sabar. "Kamu yakin Pusaka Dewa benar-benar ada di sini, di bumi. Aku paham betul dongeng-dongeng yang mendasari Pusaka Dewa, hampir semuanya tidak memberi petunjuk mengenai di mana atau siapa makhluk terakhir yang memegang pusaka itu. Sebut saja mereka seperti hilang tanpa tanda, seperti kembali ke tempat yang seharusnya, di sisi Para Dewa." Ia jengkel, nadanya terdengar jengkel.

"Aku percaya Pusaka Dewa berada di Mayapada!" Delaphine Scennel menegaskan. "Mendeteksi fluktuasi dan konsentrasi atma adalah kemampuanku sebagai peramal dan peneliti, aku merasakannya, sesuatu yang sakral bersembunyi di Mayapada. Aku tidak pernah berpikir perlu untuk mengorek dan mengganggu kesakralan itu sampai laporan mengenai ambisi besar Pemandu Ruh diketahui oleh Aliansi."

"Jika tidak ada ancaman dari Pemandu Ruh, lebih baik membiarkan Pusaka Dewa tetap terpendam." Bayu Biru menyimpulkan dengan penuh pertimbangan dan Delaphine Scannel mengangguk mengiyakan.

Permasalahan ini terlalu pelik jika dibandingkan dengan misi-misi yang pernah aku jalani. Maya Asmaraloka, agen kelas A dari Aliansi Makhluk Fantasi biasanya hanya mendapat tugas remeh seperti menenangkan keturunan Kebo Iwa yang mengamuk, menangkap makhluk fantasi imigran yang menyalahi aturan Undang-Undang Perlindungan Makhluk Fantasi, atau memecahkan kasus hilangnya satu-dua anggota Aliansi. "Aku rasa Priaji lebih memahami seluk-beluk Pusaka Dewa, bukannya lebih baik menjadikan dia sebagai ketua regu khusus?" Usulku penuh harap.

"Tidak mau." Laki-laki berambut ikal yang disebut sebagai informan itu menolak dengan sangat tegas. "Aku terlalu tolol untuk memimpin sebuah kelompok." Delaphine Scannel menyikut lengan Dewanata Pandu beberapa kali dan aku merasa ada sesuatu yang lebih menghebohkan dibanding ketololan Priaji Adhikara.

"Jadi regu khusus tetap akan dipimpin oleh Maya." Tepukan tangan Delaphine Scannel terdengar dipaksakan. "Nah, kita perlu nama bukan? Aku tidak mau terus-menerus menyebut regu khusus-regu khusus, ayo sepakati satu nama!" Ia bersemangat, untuk hal-hal yang kurang penting.

"Regu Naga." Bayu Biru dengan bangga mengajukan nama yang tidak cocok.  "Regu Pengaman Pusaka Dewa?" Terlalu panjang.

"Samsara, soalnya kita bakal sengsara." Priaji Adhikara mendengkus. "Sudahlah, nama tidak penting, aku lebih memikirkan konsekuensi yang mungkin kita dapat gara-gara mengusik Pusaka Dewa."

Dewanata Pandu sedikit kehilangan ketenangan, dahinya berkerut dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Jangan menakut-nakuti, Aliansi akan memberikan dukungan penuh, termasuk imbalan dan perlindungan setelah misi berakhir."

Priaji Adhikara tidak membalas, tapi kejengkelannya telah berubah menjadi amarah. "Ya begitu saja, Regu Samsara, ayo jangan bertengkar, kita harus kompak supaya bisa mengamankan Pusaka Dewa." Delaphine Scannel menengahi dengan optimis.

"Apa ada informasi mengenai pergerakan Pemandu Ruh?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Soal itu." Delaphine Scannel menjeda. "Beberapa agen mengaku melihat Pemandu Ruh di area pelabuhan Sengkawa kemarin, kemungkinan ia mengincar pusaka pertama, Tetesan Tirtamarta Kamandanu. Menurut penyelidikan dan peramalanku pusaka itu berada di salah satu pulau kecil di selatan Jawa."

Tetesan Tirtamarta Kamandanu memberikan keabadian, celaka! "Aku butuh informasi rinci mengenai Pemandu Ruh, wujud, kemampuan, dan karakternya."

"Lihat, Maya memang cocok memimpin Samsara!" Aku mulai bosan melihat cengiran Delaphine Scannel. "Aku akan mengirimkan detail profil Pemandu Ruh ke email kalian. Seperti yang sudah kalian dengar saat rapat pertama, Pemandu Ruh memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan menghasut, itu kemampuan utamanya. Jadi, setan-setan, iblis, dan jin yang tidak punya badan jasmani bisa dengan mudah diperalat oleh Pemandu Ruh. Untungnya menurut laporan Keluarga Natapraja, karena masih muda, Pemandu Ruh hanya mampu mengendalikan dua sampai tiga ruh dalam satu waktu. Tapi kita harus tetap waspada karena semakin kuat atma atau kekuatan spiritual dari suatu makhluk berbadan rohani, semakin mudah bagi Pemandu Ruh untuk mengambil alih. Debut saja keistimewaan Pemandu Ruh."

Aku membayangkan Pemandu Ruh berkunjung ke kediaman Raja Setan, menjadikan Raja Setan sebagai bonekanya, lalu secara tidak langsung ia bisa mengendalikan pergerakan setan-setan di Mayapada. "Kemampuannya sangat praktis," komentarku. "Dan Pemandu Ruh juga bisa mengendalikan kita yang memiliki kekuatan spiritual?"

"Ya, tapi tidak sepenuhnya, karena kita memiliki badan jasmani. Misal, kemampuan spesial yang aku miliki adalah meramal, saat aku meramal menggunakan kekuatan spriritual yang aku punya, maka Pemandu Ruh bisa mengacaukan hasil ramalanku, tapi ia tidak bisa mengendalikan pergerakan tubuhku, kurang lebih begitu. Karena itu ada yang berpendapat lebih baik masalah ini diselesaikan oleh Pemerintah Nusantara, oleh manusia, sebab manusia tidak bisa dipengaruhi oleh Pemandu Ruh." Delaphine Scannel menggunakan dirinya sebagai contoh. "Tapi itu tidak masuk akal, karena manusia biasa tidak bisa melihat apalagi menyentuh badan rohani, tidak bisa berinteraksi dengan Pemandu Ruh."

Biar kusimpulkan, Pemandu Ruh bisa menyabotase kemampuan makhluk fantasi. Semakin dikulik, semakin sulit untuk membayangkan kemenangan. "Apa yang akan terjadi jika ia merebut Tetesan Tirtamarta Kamandanu dan meminumnya? Jadi abadi saja?"

Delaphine Scannel dan Dewanata Pandu saling pandang sebelum sebuah jawaban meragukan diberikan. "Seharusnya, Pemandu Ruh tidak bisa langsung meminum Tetesan Tirtamarta Kamandanu, selain karena ia butuh pusaka yang cukup kuat untuk menampung Tetesan Tirtamarta Kamandanu juga karena ia harus mengekstrak Tetesan Tirtamarta Kamandanu dari kepala."

"Jangan bilang!" Priaji Adhikara tiba-tiba mendebrak meja. "Sial, aku malas sekali berurusan dengan sekte itu!" Kemarahan dan kejengkelannya berubah menjadi keengganan.

"Kepala apa?" Bayu Biru bertanya-tanya.

"Kepala yang besar dan kuat!" Delaphine Scennel bercanda dan Priaji Adhikara tidak menganggap itu lucu. "Pemandu Ruh tidak bisa mengendalikan air, untuk mengekstrak Tetesan Tirtamarta Kamandanu dibutuhkan kemampuan pengendali air, seperti yang dimiliki beberapa anggota Klan Naga Wasu." Bayu Biru mengangguk mengiyakan. "Tenang saja!"

"Aku tidak mempermasalahkan itu! Aku tidak suka dengan sekte yang mengerubungi kepala!" Priaji Adhikara mulai terlihat frustasi.

"Bagaimana kalau, Pemandu Ruh tidak bergerak sendiri, ia punya rekan, yang mungkin bisa mengendalikan air. Atau, ada cara yang lebih mudah, Pemandu Ruh bisa mengendalikan ruh yang punya kemampuan mengekstrak Tetesan Tirtamarta Kamandanu. " Dan aku rasa, omonganku semakin membuat Priaji Adhikara menyesal terpilih sebagai anggota Samsara.

____________________

Saatnya berburu Pusaka Dewa!!!!!

Pandu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro