MEMORIES 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebelum adegan memalukan terjadi, Agan sampai tepat di depan Anjas. Sedangkan Inggit menahan Bu Ageng yang ingin mencegah Agan melakukan sesuatu. Inggit sendiri tidak tahu apa, yang penting sekarang dia harus memberi kesempatan Agan menyelesaikan yang harus dia lakukan.

Ageng Prawira berbadan lebih besar dari Inggit, tetapi bukan berarti dia lemah dan kalah. Justru Bu Ageng yang kewalahan tidak bisa melepaskan diri dari cengkeraman tangannya.

"Kamu itu nggak pernah disukai sama Anjas. Apalagi kamu belum juga hamil, istri macam apa tidak mendukung keinginan suaminya." Ageng Prawira berusaha meng-intimidasi Inggit, dia ingin memanfaatkan emosi Inggit untuk kabur.

"Kalau Anjas tidak menyukai saya, dia tidak akan minta dipeluk setiap malam sebelum tidur. Kemesraan yang lain sepertinya tidak perlu saya ceritakan, nanti kamu iri dan gelap mata."

Jawaban Inggit membuat Bu Ageng kesal dan berusaha lagi melepaskan tangannya. Sayang, dengan sekali saja menambahkan jurus, Inggit berhasil membungkam mulut besar Ageng.

Semua perkataan Bu Ageng tidak sesuai lagi dengan image-nya selama ini. Religius, santun, dan bermartabat. Faktanya semua barang mahal dan penghasilannya didapat dari pekerjaan yang tidak benar. Sekarang ada ketakutan yang Inggit tangkap dari suaranya. Seorang Ageng Prawira sebentar lagi mungkin akan jadi perhatian banyak orang. Jahatkah dirinya kalau menyebar fakta ini? Padahal niatnya supaya tidak ada korban lagi di kemudian hari.

Mulusnya permainan Bu Ageng selama ini membuat orang menaruh kepercayaan penuh padanya. Kedoknya yang memberi doa kepada klien, penampilannya yang hijab syar'i, hari ini terbongkar. Inggit hampir membuat Bu Ageng babak belur kalau tidak diingatkan Agan berkali-kali sebelum penyergapan tadi. Bara di hatinya bergejolak, melihat suami tercinta nyaris disentuh perempuan lain. Beruntung belum sempat terjadi, Inggit tidak tahu harus bagaimana kalau sampai dia terlambat datang.

Agan tadi sempat mengirim pesan pada seseorang. Dan saat mereka agak kewalahan menahan Ageng Prawira, mereka datang. Ageng Prawira diambil alih dan dibawa ke polisi. Agan mengawal dengan barang bukti di tangannya.

"Bu Ageng, saya harap Anda tidak perlu melawan lagi. Kalau Anda bisa berhwnti dan tidak menipu orang lagi, mungkin hukuman Anda tidak terlalu berat. Tetapi kalau tidak, siap-siap saja berita ini viral dan Anda akan menderita dua kali atau bahkan lebih." Agan sekadar mengingatkan akibat dari keputusan dan tindakan yang akan diambilnya nanti. Meskipun orang seperti Ageng Prawira belum tentu akan menyerah begitu saja.

Tiga orang yang dihubungi Agan adalah murid dari Ustadz Soleh yang kebetulan berdomisili di Jogja. Dibantu warga sekitar mereka bisa tepat waktu datang. Area tersebut akan diberdayakan , supaya sering dikunjungi wisatawan. Dengan begitu tempat tersebut akan selalu ramai dan terhindar dari orang yang berniat tidak baik.

Anjas pingsan dan dibawa ke rumah salah satu warga. Ruqiyah pertama sudah dilakukan langsung tadi di lokasi. Hasilnya tidak maksimal karena Anjas masih melakukan perlawanan. Dengan bantuan amedia air doa, dan diperdengarkan murotal, diharapkan bisa membantu lebih banyak.

Bu Ageng dibawa Agan dan beberapa warga ke kantor polisi terdekat. Soal bagaimana nanti proses penyelidikan, Agan pasrahkan ke pihak berwajib. Paling tidak saat kemungkinan buruk terjadi, Bu Ageng dibebaskan misalnya, hukuman sosial sepertinya bisa berlaku. Video dan foto yang disimpan Agan bisa viral, dan akan membuat orang tidak lagi percaya dengan Ageng Prawira.

***

Anjas masih tertidur setelah ruqiyah tadi. Fisiknya sangat lelah dan lemas. Inggit menunggu semua prosea pengobatan Anjas di teras rumah warga.

"Mbak, silakan diminum dulu. Wedang jahe ini bisa menghangatkan tubuh, biar nggak masuk angin. Jangan sungkan, Ustadz Soleh dan murid-muridnya sering mampir ke sini kalau ada jadwal pengajian atau ada kegiatan sosial," papar Bu Anas pemilik rumah. Beliau seorang perempuan berkulit sawo matang, pakaian gamis dan jilbab sederhanaa tidak menutup kecantikan parasnya. Suaranya pun lembut menenangkan.

"Terima kasih, Bu. Sudah bantu saya dan suami." Inggit menyeruput wedang jahe, dan kehangatannya langsung menyergap seluruh indera di tubuhnya. Benar kata Bu Anas, perut yang sempat kembung tidak nyaman berangsur membaik.

"Wedang jahenya masih banyak di dalam, kalo Mbak mau nambah, nanti saya ambilkan." Bu Anas sangat baik. Semua perhatiannya begitu tulus ke semua orang. Kali ini giliran Inggit yang menerima kebaikannya.

"Terima kasih, Bu. Ini sudah cukup. Kalau boleh saya tahu, rumah Bu Anas ini sering dipakai buat ruqiyah?" tanya Inggit ingin tahu. Barangkali setelah ini dia bisa membawa mertuanya juga.

"Rencananya seperti itu, tetapi rumah saya terlalu kecil kalau dipakai rutin untuk pengobatan." Bu Anas tinggal bersama suami, mereka belum memiliki keturunan. Sebagai gantinya rumahnya selalu didatangi anak-anak dan remaja yang belajar mengaji.

Inggit mendapat kesempatan mendengarkan suara indah mereka saat membaca ayat-ayat suci. Tak lama Agan datang dengan raut muka kecewa. Seharusnya semua lancar dan mereka tinggal pulang dengan tanpa beban. Tetapi ini malah sebaliknya.

"Ada apa, Gan? Sudah selesai,  kan? Kita bisa pulang sekarang." Inggit memberondong Agan dengan pertanyaan yang sulit dijawab. "Gan, ada apa? Semua oke, kan?" tanya Inggit lagi.

Inggit berharap semua berjalan sesuai dengan harapannya. Harapan Agan juga, entah bagaimana reaksi mertuanya nanti, pikir nanti saja. Agan duduk sambil menerima segelas wedang jahe dari Bu Anas.

"Bukti kita kurang meyakinkan, Git. Karena Anjas terbukti ikut dengan keinginan sendiri tanpa paksaan. Polisi perlu bukti konkret untuk bisa menahan Bu Ageng." Agan sebenarnya sudah menduga hal ini akan terjadi. Tetapi dari awal dia berpikir untuk melakukan sesuatu dulu, dan hasilnya semua sudah ada yang mengatur.

Namun, tidak dapat dipungkiri dia menyesal tidak bisa memenuhi keinginan Inggit. Membuat Ageng Prawira dihukum dan membuatnya jera.

Inggit menghela napas. "Aku tahu hal ini mungkin akan terjadi. Tetapi ya, sudah, mau gimana lagi, kita sudah berusaha. Lebih baik aku fokus pada kondisi Anjas, aja."

Jujur, Inggit bingung dengan apa yang dirasakannya sekarang. Sejak kecil dia belum pernah dihadapkan dengan hal guna-guna dan semacamnya. Apa yang terjadi tadi membuat otaknya sulit mencerna, itu memang Anjas yang mau atau karena pengaruh hal mistis.

"Oiya, Anjas gimana? Belum ada kabar tentang kondisinya?" Agan harus bertanya hal itu, meskipun dia tahu apa yang dirasakan Inggit sekarang.

Jawaban Inggit hanya gelengan kepala. Dia sadar sepenuhnya ada dua dunia yang harus kita yakini itu ada. Sunguh, Inggit tahu itu. Tetapi hatinya tetap sakit meliat suaminya berduaan dengan perempuan lain. Inggit meremas kedua telapak tangannya. Dan Agan melihat itu, hatinya ikut teriris.

***

Sedihnya Agan, sabar, yeee!!

Alhamdulillah, bisa update. Maafkan hampir saja mau nyerah. Tetapi ingat komitmen harus tamat, jadi lanjut.

Semoga sehat semuanya, ya. Lancar semua aktivitas hari ini.

Salam sehat dan stay safe. Selamat membaca.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro